Lihat ke Halaman Asli

Fatimah Ali

Mahasiswa

Mencoba Hal Baru

Diperbarui: 13 Agustus 2024   14:05

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dok pribadi diolah melalui canva

Ketika aku masih duduk dibangku SMP, ada satu hal yang kuinginkan, yaitu keluar dari pondok. Jangan salah paham, bukan karena aku tidak betah berada di sana. Ada satu hal yang membuatku sangat ingin keluar dari pondok, yang tidak lain adalah keterbatasan pada teknologi. Terhubung dengan dunia luar rasanya seperti mustahil. Menurutku, seharusnya tidak seketat itu. Terlebih kita hidup di zaman modern. Sebenarnya pondok itu memiliki beberapa komputer yang masih berfungsi, tetapi hanya digunakan ketika ujian akhir saja. Fasilitas teknologi lainnya yaitu televisi. Kami menggunakannya untuk menonton bersama setiap hari jumat, yang mana merupakan hari libur di pondok. Namun, aku merasa kurang dengan fasilitas yang tersedia.

Seorang teman dekatku, Sakina, menjadi tempat ceritaku untuk berbagi perasaan dan pikiran ini. Kami sempat bertengkar karena perbedaan pendapat. Namun, keesokan harinya dia datang menghampiriku dan berkata, "Gak penting kita tengkar kek gini, fat. Kamu itu temanku, gak seharusnya aku menghalangimu buat mencapai keinginanmu. Maaf." Saat itu pula aku memeluknya dan meminta maaf karena kata-kata kasar yang keluar dari mulutku kemarin.

Ketika orang tuaku datang untuk menjenguk, aku sudah mempersiapkan banyak hal, termasuk berbagai kemungkinan untuk menjawab dari respons yang mereka berikan. Namun, dalam pikiranku, ini adalah hidupku, aku yang akan menjalani setiap prosesnya, bukan mereka. Abi bukan tipe pemaksa seperti ayahnya teman-temanku, dia hanya butuh penjelasan yang bisa diterima oleh pikirannya, jadi aku berusaha menjelaskan perlahan.  Setelah menjelaskan keinginanku pada mereka, aku merasa lega. Mungkin awalnya mereka ragu, tapi pada akhirnya mereka memberikan persetujuan. Bahkan mereka lah yang memberikan beberapa rekomendasi untuk tempatku bersekolah nanti.

Setelah lulus dari pondok, aku memutuskan untuk masuk ke SMK dengan jurusan Tata Busana. Aku sempat meminta saran bunda, ia memberi dukungan penuh padaku untuk masuk ke jurusan ini. Keputusan ini tidak berhenti di situ. Aku juga bergabung dengan organisasi, Bee Movie, yang merupakan organisasi anak jurusan Multimedia. Awalnya bunda tidak setuju, terlebih sekolahku yang jauh dari rumah, itu akan membuatku jarang ada di rumah. Aku tahu bunda mencemaskan kesehatanku, tapi ini hidupku, setidaknya aku harus berani mengambil resiko. Kehidupanku berubah dengan drastis.

Kini, aku merasakan banyak hal baru. Sebagai anak lulusan pondok yang jauh dari teknologi, belajar di dua jurusan sekaligus tentu bukan perkara yang mudah. Tugas yang kudapatkan pun berbeda. Tugas Tata Busana yaitu, menggambar desain pakaian, membuat pola, dan kemudian menjahitnya. Beruntungnya aku terbantu berkat hobi menggambar yang kumiliki. Sedangkan pada Bee Movie, aku mempelajari photoshoot, video shoot, editing, dan membuat karya film. Aku sama sekali tidak paham cara pengoperasian kamera, aku juga tidak paham bagaimana menjalankan software editing seperti Photoshop dan Adobe Premiere. Tidak seperti anak lain yang rata-rata sudah memiliki skill di bidang editing atau pun fotografi, berbeda denganku yang bahkan tidak kuat menahan kamera dengan satu tangan.

Semakin banyak hal yang perlu ditangani dan banyak juga yang harus dipikirkan. Sebagai anak lulusan pondok, yang jauh dari kata teknologi, mendapatkan pengalaman seperti ini merupakan investasi besar untuk masa depanku. Ketika masa kuliah, aku terkejut karena teman sekelasku tidak bisa mengunggah tugas di google drive, atau mengoperasikan laptopnya sendiri sepertiku yang suka mengotak-atik pengaturan bawaan dan software baru. Tidak perlu ditertawakan, mereka hanya butuh bantuan. Ini mengingatkanku pada diriku yang dulu, bedanya, dulu aku diajari teman-temanku sambil diejek dan dijadikan bahan candaan. 

Tentu tidak mudah, terlebih dua jurusan sekaligus dan bertolak belakang. Berkali kali aku harus keluar dari zona nyaman, mengorbankan waktu berkumpul bersama orang tua. Bahkan ketika masa sulit, aku sering menangis atau membuat alasan untuk menyalahkan keadaan. Pada saat itu, aku tidak berani menceritakan pada kedua orang tuaku.

Dua minggu sebelum pagelaran atau fashion show sebagai syarat kelulusan, aku memberanikan diri untuk cerita pada orang tuaku. Setelah mendengar ceritaku, mereka memberikan nasihat untuk memfokuskan diri pada jurusan Tata Busana, karena itulah jurusan yang aku jalani. Ada pun organisasi Bee Movie, hanyalah sebuah ekstrakurikuler. Di sini aku bersyukur mendapatkan dukungan emosional dari kedua orang tuaku.

Ada banyak suka dan duka yang berhasil kulewati, dan semua pengalaman ini membuatku semakin bersyukur karena aku berani mengambil keputusan untuk keluar dari zona nyaman. Membayangkan ketika aku masih berdiam diri di pondok, kurasa tidak akan mendapatkan pengalaman seperti ini.

Pesan yang dapat diambil: penting untuk meraih impian dan tujuan pribadi, begitu pula berkomunikasi dengan orang yang peduli terhadapmu serta menjalani perubahan dengan sabar dan ikhlas dapat memperoleh pengalaman berharga yang akan membentuk masa depan kita nantinya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline