Kembali lagi untuk mulai menulis berbagi pengalaman di Kompasiana. Bikin greget saya harus diwajibkan membayar sekitar 7 tahun denda administrasi beserta Pajak Bumi dan Bangunan dikarenakan tidak adanya Surat Tanda Terima Setoran (STTS), bagi saya mengeluarkan diatas kurang lebih dua juta hanya untuk bayar pajak dan denda saja itu adalah hal yang lumayan bikin hati krinyis – krinyis dikarenakan tidak adanya STTS dari pemilik sebelumnya. Tapi yah mau gimana, kalau saya mau menyelesaikan dokumen akta dan bea perolehan hak atas tanah dan bangunan (SSPD BPHTB) mesti tetep lanjut terus dong.
Setiap tahun nilai objek pajak bumi dan bangunan meningkat, saya perhatikan tahun 2015 ke 2016 nilainya naik sekitar seratus ribuan per meter. Otomatis denda telat administrasi (saya anggap ini biaya yang sebenarnya tidak perlu harus dikeluarkan) jumlahnya akan naik seiring nilai PBB. Pertama-tama saya tanya ke pemilik sebelumnya secara langsung, tujuh tahun tersebut kenapa ? ternyata pemiliknya bilang bahwa tiap tahun selalu lancar ke bapak rukun tetangga untuk dibayarkan ke bank daerah yang sudah ditetapkan. Kemudian, saya tanya ke bapak bapak rukun tetangga yang sesuai dengan tujuh tahun itu, mereka bilang sudah dibayarkan ke kelurahan karena waktu itu sistemnya adalah dibayarkan secara kolektif oleh kelurahan. Bapak rukun tetangga memang membenarkan bahwa pemilik dokumen saya yang sebelumnya memang sudah titip ke dia. Waktu itu saya merasa seperti investigator abal abal karena ingin tahu yang sebenarnya terjadi (pasang muka serius) haha :D Jadi, setelah penyerahan ke kelurahan itu dan faktor penggantian bapak rukun tetangga tiap periode, bapak rt tersebut tidak mem-follow up STTS. Pemiliknya pun juga tidak mem-follow up (yang ini saya masih maklum karena mungkin masih pemilik yang lama masih belum mengerti). Complicated, masih mau terus baca ?
Saya cek lagi ke dinas pajak daerah, kata petugasnya waktu itu memang di sistem tidak tertera. Akhirnya, saya pergi ke kelurahan untuk memastikan nama si petugas yang dibilang bapak rukun tetangga. Saya konsultasi dulu ke kepala kelurahannya pelan - pelan, tentang hal yang terjadi dan jawabnya adalah, “ udahlah neng, itu kan tahun udah kapan tau, bayar lagi aja.” Kalau sudah begini saya cuma bisa mengadu sama tembok di rumah saya. Ngenes.
Ini kan juga pengalaman pertama saya untuk mengurus PBB, jadi saya pikir lebih baik untuk menyimpan dengan urut PBB beserta STTS tiap tahun, men-scan;menyimpan back up annya, dan mengurus secara personal langsung ke bank yang sudah ditunjuk dinas pajak daerah. Kalau telat, denda adm nya bagi saya sih berat, misalkan IDR 60.000 (dipengaruhi nilai total PBB) x 7 tahun total IDR 420.000. Lumayan banget kan, mending buat beli buku buku kesukaan atau jalan jalan. Udah dulu.
Sample denda adm.
Tanpa denda adm
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H