Lihat ke Halaman Asli

Orchidamoty

Mahasiswa/Universitas Mataram

Mendobrak Tantangan: Mengungkap Kekuatan Ekonomi Perempuan di Segmen Padat Karya Sigaret Kretek Tangan

Diperbarui: 2 Desember 2023   09:03

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Finansial. Sumber ilustrasi: PEXELS/Stevepb

Masyarakat Indonesia mungkin baru diingatkan kembali akan keterikatan besar antara seluruh lapisan masyarakat dengan Sigaret Kretek melalui series Gadis Kretek (Cigarette Girl) yang juga sukses menjadi Top 10 Global Series Netflix. Melihat betapa besarnya pertarungan pada industri kretek yang digemari oleh masyarakat Indonesia, baik pada skala Sigaret Kretek Tangan (SKT) sebagai segmen padat karya, maupun Sigaret Kretek Mesin (SKM) sebagai segmen padat modal. Ada banyak sekali pertanyaan yang kemudian muncul, termasuk pada penamaan Arum Cengkeh yang merupakan anak kandung dari tokoh utama Dasiyah (Jeng Yah). Apakah pengambilan nama dari komoditi rempah-rempah yakni cengkeh, hanya didasarkan pada unsur estetika? Atau kita kemudian mencoba memahami seberapa besar andil cengkeh dalam memberi julukan pada tembakau yang dibaluti kertas tersebut sebagai kretek?.  Lalu yang paling utama, mengapa justru dinamakan Gadis Kretek dan bukannya Lelaki Kretek? Padahal,  masyarakat Indonesia cukup tabu melihat perempuan merokok, karena "tradisi" tersebut pada umumnya hanya dikhususkan untuk para lelaki. Namun, jauh sebelum menjadi tabunya melihat perempuan merokok, fakta bahwa sebelum digemari oleh para lelaki, sejak tahun 1920-an industri rokok telah memulai kampanye propaganda yang ditunjukan untuk perempuan dan menggambarkan peluncuran Virginia Slims yang merupakan rokok khusus wanita pertama yang dirilis pada 1968 sebagai puncak pembebasan perempuan.

Data yang dirilis oleh Goodstats (2023) menggambarkan bagaimana ketika Amerika Serikat pada abad ke-18 menduduki posisi puncak sebagai penguasa pasar tembakau internasional yang kemudian disusul secara tidak terkendali oleh Tiongkok yang kini menggeser Amerika Serikat sebagai negara penghasil tembakau terbesar di dunia. Namun di sisi lain, tidak disangka bahwa sampai di tahun 2021, Indonesia justru mampu masuk dalam lima besar sebagai penghasil tembakau terbesar di dunia. Bahkan jenis tembakau terbaik di dunia seperti tembakau Virginia, justru tumbuh subur dan memberi penghidupan pada banyak orang, salah satunya di wilayah Nusa Tenggara Barat. Beberapa guyonan acapkali terdengar seperti; Mengapa Nusa Tenggara Barat, khususnya Lombok yang notabenenya dikenal sebagai pulau seribu masjid atau Aceh yang dikenal sebagai serambi mekah justru dianugerahi dengan tumbuh suburnya tembakau virginia?. Namun, bagaimanapun pandangan terhadap rokok, mulai dari segi kesehatan dan lainnya, tidak mampu dipungkiri bahwa rokok telah menjadi tumpuan hidup bagi banyak kalangan, terutama pada pekerja perempuan bahkan Santoso dkk (2013) secara spesifik menegaskan bahwa proses produksi SKT dikerjakan menggunakan skill tenaga kerja perempuan.

Keterlibatan perempuan, mulai dari proses menanam hingga pada penjualan rokok, telah memberikan kesempatan besar dalam proses perbaikan dan penguatan ekonomi perempuan. Perlu diaki bahwa Sigaret Kretek, khususnya pada Sigaret Kretek Tangan, telah memberikan kontribusi yang sangat besar bagi negara. Kontribusi tersebut tidak hanya terukur melalui cukai yang mampu terserap namun juga pada serapan tenaga kerja. Titiani (2017) dalam penelitiannya menemukan bahwa sejak bergabungnya tenaga kerja perempuan, industri kretek khususnya unit SKT mengalihkan tenaga kerja untuk lebih mendominasikan pekerja perempuan dan berimbas pada keuntungan besar bagi perusahaan, karena sifat perempuan yang ulet dan teliti dinilai lebih cocok untuk bergabung pada proses produksi SKT. Namun tantangan yang cukup kompleks kini dihadapi oleh SKT.

Menjamurnya tren penggunaan vape maupun masifnya perkembangan SKM terutama di kalangan generasi muda, kini menjadikan SKT semakin tertinggal. Padahal jika dilihat dari serapan tenaga kerja, SKT telah mampu menghidupkan perekonomian nasional terutama pada pemberdayaan perempuan dari tingkat pendidikan rendah pada proses produksi SKT, sehingga perempuan mampu menjadi produktif dan memiliki pendapatan. Pemberdayaan masyarakat lokal sebagai tenaga kerja juga mampu menghidupkan roda perekonomian sekitar, terutama apabila melihat multiplier effect adanya industri kretek  di suatu wilayah. Maka perkembangan tidak hanya dirasakan oleh industri kretek, namun juga pada rumah makan, warung kelontong, hingga UMKM di sekitar lokasi industri. Widodo dkk (2019) menjabarkan besarnya pengaruh industri kretek dalam meningkatkan pemerataan pendapatan namun juga turut menjaga unsur tradisi dan kearifan lokal dari suatu wilayah.

Salah satu pusat industri rokok, Kudus memiliki sekitar 92 pabrik dari skala kecil hingga menengah dan mempekerjakan sekitar 80 ribu orang. Pemerintah harus tetap mampu mempertahankan kekayaan lokal ini agar dapat bersaing, terutama dengan mempersederhanakan atau menyedihkan regulasi dan menurunkan CHT bagi SKT. Adanya perlindungan khusus akan memberi kesempatan bagi SKT untuk menggunakan dana tersebut untuk mengembangkan usaha, yang pasti akan mempekerjakan lebih banyak orang dan menaikkan upah mereka. Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) menyatakan bahwa terjadi penurunan yang konsisten terhadap jumlah produksi rokok kretek tangan. Perubahan selera digadang-gadang menjadi faktor utama peralihan generasi muda dari SKT. Pembebanan cukai yang sangat tinggi pada SKT juga menjadi alasan banyak industri SKT yang akhirnya merugi dan gulung tikar. Pada tahun 2015 , Kementerian Keuangan mencatatkan jumlah produksi rokok sebesar 348 Miliar batang dan  hingga di Tahun 2022 menjadi 323,9 Miliar Batang dan produksi tersebutpun lebih dari 80% disokong oleh Sigaret Kretek Mesin.

Terancamnya keberlangsungan dari SKT juga merupakan ancaman bagi lapangan pekerjaan ramah perempuan. Sudah sewajarnya pemerintah memberikan perhatian khusus pada sektor Sigaret Kretek Tangan agar tetap mampu eksis dan bersaing. Pemberdayaan perempuan merupakan salah satu faktor penentu kuatnya perekonomian nasional dan upaya pemerintah dalam mendukung segmen padat karya yang didominasi oleh para pekerja perempuan, telah memberikan perempuan lebih banyak ruang untuk turut mencapai tidak hanya kebutuhan fisiologi, namun juga rasa aman, penghargaan dan aktualisasi diri sesuai dengan teori kebutuhan Maslow. Pada saat Jeng Yah pada series Gadis Kretek secara sembunyi-sembunyi menciptkan racikan saos untuk kretek, tidak pernah disangka bahwa pada akhirnya, racikan itulah yang kemudian menjadi awal kemajuan kretek Djagad Raja. Sehingga, meskipun gaung emansipasi baru terdengar sekitar satu abad lalu, namun sejak lama, perempuan memang selalu dibutuhkan, tidak hanya pada sektor informal seperti rumah tangga, namun juga sektor-sektor formal, termasuk pada industri Sigaret Kretek Tangan. Mendukung keberlangsungan SKT, berarti secara langsung dan tidak langsung juga mendukung penguatan dan ketahanan ekonomi perempuan khususnya pada lini bawah untuk tetap berdaya dan berkarya.

DAFTAR PUSTAKA

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline