Lihat ke Halaman Asli

Pulang

Diperbarui: 26 Juni 2015   07:00

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Piazza San Marco sore itu, kali pertama kulihat dia termangu dengan pandangan mata kosong. Binar mata yang memendarkan bening itu seolah tenggelam di antara ratusan kawanan merpati yang memenuhi lapangan luas di pusat kota Venice.

Mungkin kejadian di malam sebelumnya bisa menjadi jawaban. Namun entahlah, aku juga tidak tahu pasti. Kenyataan bahwa dirinya adalah seorang yang sangat tertutup seolah mementahkan semua. Ada beribu hal yang bisa menjadi alasan.

***

Malam itu, langit Venice menabur pekat. Tak ada bintang yang nampak, mengerjap dan merayu siapapun untuk menarik satu garis yang akan menghubungkan setiap titiknya. Tidak ada Orion yang berdiri angkuh di pinggiran Eridanus.

"Aku tidak mengerti."

"Cuma satu, aku ingin kau membuat sejarahmu sendiri."

Hening. Lebih hening dari setiap perbincangan yang telah berlalu. Ini kali pertama kami berdebat hanya karena perbedaan pandangan.

"Apa salahnya ingin menjadi bagian dari mereka?" Suara itu memecah kebisuan yang memuncah.

Tidak ada, bisikku lirih, tapi kau tidak diciptakan hanya untuk itu.

Dia menatapku lekat. Menuntut penjelasan. Tapi aku lebih memilih mengalihkan pandanganku ke luar jendela.

"Kau harus membuat sejarahmu sendiri." Maksudku, dirinya terlalu kecil jika disandingkan dengan sejarah kebesaran kelompok tersebut. Dia sebenarnya tahu bahwa kelompok itu telah menciptakan sejarah mereka sendiri bahkan sebelum dia datang dan bergabung. Dan dia sama sekali tidak terlibat dalam proses terciptanya sejarah itu. Ada beberapa nama yang dianggap menjadi aktor di belakangnya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline