Hingar bingar pilpres 2014 kali ini, terlihat sangat tidak lagi dapat dijadikan sebagai moment pendidikan bagi generasi selanjutnya, karena penuh dengan emosi dan sangat tidak lagi ber-etika. Masing-masing pasangan capres/cawapres beserta tim nya sangat tendensius dalam mem-promosikan para capres nya dengan segala cara, apakah itu harus berbohong pada masyarakat untuk menutupi kelemahan para calonnya, agar mendapat simpati yang besar serta melakukan fitnah dengan menyebar gosip murahan, walaupun ada beberapa tokoh yang merupakan saksi hidup pada beberapa kasus yang difitnahkan tersebut, sudah memberikan kesaksian yang benar agar dapat meluruskan masalah/fitnah yang disangkakan pada capres tersebut.
Bagi saya yang sangat terlihat sebagai suatu tolak ukur untuk menilai masing-masing para capres tersebut adalah dari track record nya dan saat ini sudah banyak beberapa nara sumber yang sudah memberikan kesaksiannya, misalnya pada saat sang capres menjabat suatu posisi sebelumnya. Capres nomor 1, tuduhan yang paling gencar dilakukan oleh " pasukan" capres pesaingnya adalah masalah HAM, walaupun tuduhan tersebut sangat mudah untuk diabaikan, karena banyak saksi atau pun bukti yang dapat dijadikan sebagai lampiran, namun tetap ngotot mem-persoalkannya.
Sewaktu capres nomor 1 ikut dalam pemilu 2009, sedikitpun tidak ada masalah HAM ini dimunculkan, malah berusaha untuk dilupakan, namun saat pemilu 2014, kasus HAM ini kembali dibongkar dan "diracik" kembali, ditambah dengan masalah keluarganya serta masalah ke-warganegaraannya, yang diberikan oleh negara lain, sebagai bentuk apresiasi atas segala peranannya di negara tersebut. Semua kasus yang diangkat ini, sangat tidak dipandang sebagai suatu masalah yang tidak ada korelasinya dengan pilpres, hanya di" gadang-gadang". Sedangkan capres nomor 2, yang walaupun sangat terlihat tidak amanah dan tidak gentle, karena telah meng-hianati suara yang diberikan oleh rakyat Jakarta khususnya untuk keluar sebagai pemenang dalam pilgub 2013, dan lebih "tunduk/patuh" pada suara partai yang mendukungnya, agar tetap dijadikan sebagai "ikon" untuk meraup suara rakyat.
Kesimpulannya adalah Mari kita mencermatinya dengan cara berpikir yang jernih, serta harus berani mengatakan yang benar, walaupun pahit, demi perubahan negeri antah berantah ini kedepan, untuk itu, diperlukan figur/tipikal: PEMIMPIN yang TEGAS dan BERANI dalam melakukan perubahan tersebut, agar kondisi yang terjadi di negeri ini, yaitu: sangat " penuh toleransi dan selalu adanya rasa tidak enak" untuk bertindak tegas, walaupun tindakan tersebut akan memberikan hukuman berat pada yang melakukan kesalahan, walaupun oknum tersebut adalah seorang tokoh/pejabat, agar menimbulkan efek jera/kapok.
Semoga negeri yang kaya akan sumber alam ini, yang diberikan oleh sang pencipta sebagai modal untuk maju dan berkembang, dapat dimanfaatkan oleh sang pemimpin yang tegas dan berani tersebut, sehingga tingkat kesejahteraan masyarakatnya dapat terus meningkat, Insya Allah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H