Lihat ke Halaman Asli

Menyebrang di Jakarta: Ada Zebra Cross, Kenapa Musti Lari-lari?

Diperbarui: 25 Juni 2015   22:18

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_156244" align="aligncenter" width="521" caption="Courtesy of http://penggunaotakkanan.blogspot.com/"][/caption] Ketika sedang meramu materi untuk artikel kompasiana saya yang perdana ini, i came across to this poster yang menurut saya sangatlah menarik dan sangat menggambarkan apa yang ingin saya share kepada pembaca. Mengapa? Judul poster diatas menggambarkan dengan tepat sekali tentang pertanyaan yang selalu berputar di otak Saya, kenapa sih biarpun ada zebra cross,kita harus lari-lari?bukankah fungsi zebra cross adalah tempat untuk menyebrang? Jalan beraspal polos itu di cat menyerupai loreng zebra tentu ada fungsinya, tidak mungkin pemerintah daerah mengecat aspal polos tersebut hanya untuk hiasan semata. Menurut pengalaman pribadi, seringkali ketika Saya melintasi Zebracross, saya di klakson seolah-olah kendaraan seperti mobil, motor atau bus tidak mau membagi jalannya, kalau memungkinkan tidak jarang saya cuek terhadap klaksonan kendaraan tersebut,kalau si pengemudi mengomel, tinggal saya bilang " hey ini zebra cross mas/mbak!" Ibarat zaman penjajahan yang mebedakan status sosial berdasaran ras, Jalanan ibu kota seperti mempunyai "kasta" yang dibagi berdasarkan jenis kendaraannya. Semakin tinggi kastanya maka semakin leluasa dan merasa wajar untuk menindas pengguna jalan dari "kasta" yang lebih rendah. Penindasan tersebut tentunya tambah didukung dari sarana dan prasarana jalan yang makin hari juga tidak layak . Contoh dari penindasan ini bisa dilihat dari bus kota yang asap hitamnya itu sering membuat bulu kuduk saya berdiri, Bus kota yang tujuan awalnya sangat mulia menjadi kendaraan yang egois, dengan dalih mengejar setoran supirnya merasa sah-sah saja menyetir ugal-ugalan tanpa peduli dengan kendaraan dan manusia yang berada di sekitarnya.  Jangankan menjadi orang yang di sekitar bus kota tersebut, menjadi penumpangnya membuat Saya cukup deg-degan karena dibuatnya seperti naik roller coaster. Diantara "kasta-kasta" yang terdapat di jalanan, kaum pejalan kaki sepertinya menempati "kasta" yang paling rendah. Mengapa? Coba perhatikan trotoar di sepanjang ibukota, apakah sudah ramah terhadap para pejalan kaki?  Bila ada trotoar maka kebanyakan sudah beralih fungsi menjadi lahan untuk berjualan, atau parkir. Tak cukup dengan masalah tersebut, pejalan kaki juga harus menghadapi problem ketika menyeberang jalan. 2 fasilitas yang disediakan pemerintah untuk menyebrang biasanya jembatan penyebrangan dan zebra cross. Entah kenapa saya seringkali merasa tidak nyaman setiap kali harus menggunakan  jembatan penyebrangan, dari sekian banyak jembatan penyebrangan yang pernah saya gunakan,hanya beberapa yang benar-benar nyaman dan ergonomis, tidak heran pejalan kaki yang tidak kuat" iman", pasti memilih untuk menyebrang sembarangan. Banyak yang mensiasati dengan membangun lift di jembatan itu, akan tetapi liftnya selalu rusak atau tidak pernah jalan sama sekali. Belum lagi masalah penyelahgunaan jembatan untuk lahan berjualan dan ramai dengan pengemis.. Zebracross merupakan pilihan kedua dalam menyebrang. Namun sepertinya pemerintah daerah juga sekali lagi kurang peduli dengan pembuatan zebracross yang tidak dirawat berkala sampai catnya mengelupas hilang, dan masih kurangnya zebracross terutama di tempat strategis, kalaupun ada,para pengendara kendaraaan dengan leluasa melenggang diatas zebracross tanpa memelankan kendaraan. Salah seorang teman pernah iseng merekam keadaan zebracross di sekitar jalan margonda raya dan hasilnya, dari sekian kendaraan yang lalu lalang hanya 1 mobil yang memelankan laju kendaraannya! Saat ingin menyebrang, banyak pula orang yang meminta bantuan satpam untuk membantunya, padahal mereka menyebrang di zebracross. Aneh bukan? Jalan Margonda adalah jalan yang lebar dengan 5 jalur akan tetapi makin lebar jalan raya membuat pengguna kendaraan baik motor dan mobil seenaknya menggunakan kecepatannya dalam berkendara dengan kecepatan tinggi. Tentu hal ini bukanlah hal yang bagus. Saya jadi ingat ketika saya belajar di negeri Belanda, beberapa tahun yang lalu. Pertama-tama saya selalu berlari ketika melintasi zebracross lalu teman saya yang orang Belanda bertanya "loh kamu kan di zebra cross, kenapa musti lari-lari?" dengan spontan saya menjawab " ya karena saya takut tertabrak" dengan muka yang keheranan teman Saya berkomentar " bukankah , kendaraan akan memperlambat kecepatannya ketika melintasi zebracross?"  setelah itu saya langsung ingin membuktikan pernyataan teman saya dan ternyata memang benar, selama 5 tahun Saya bermukim di sana tidak pernah sekalipun saya merasa was-was dan takut ketika menyebrang di zebracross,lain halnya dengan disini, dimana menyebrang dengan zebracross masih saja tidak dihormati. Menyeberang jalan dengan cara yang baik dan benar harus diketahui oleh semua pejalan kaki, misalnya memperhatikan arah datangnya kendaraan, dan memperkirakan kecepatan kendaraan yang hendak dilewati sehingga tidak membahayakan jiwa pejalan kaki. Namun demikian, tidak bisa selamanya pejalan kaki harus mengatur strategi agar tidak tertabrak dan membahayakan jiwanya dengan bertarung nyawa di jalan raya hanya untuk menyeberang, apalagi bila mereka sudah mematuhi peraturan dengan menyeberang di jembatan dan zebracross. Hal ini sepertinya perlu mendapatkan perhatian serius, baik dari pemerintah, masyarakat dan pihak lainnya yang berwajib. Mengandalkan pemerintah dan pihak berwajib saja tidak cukup, kita sendiri sebagai warga negara harus menyadarkan diri kita, misalnya mempelajari betul aturan-aturan lalu lintas salah satunya dengan membuat SIM dengan jalur yang benar dimana kemampuan kita dalam memahami peraturan lalu lintas benar-benar diuji. Hal ini seringkali dibantah oleh orang-orang disekitar saya, tapi saya yakin, paradigma tersebut adalah suatu false consensus dimana sesuatu yang salah sudah dianggap lumrah akhirnya dianggap benar. Semoga buah pikiran saya ini tidak hanya berakhir di kompasiana, semoga dapat berguna bagi siapapun yang membacanya!




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline