Lihat ke Halaman Asli

Pekik Aulia Rochman

Alhamdulillah, Hopefully I am better than yesterday

Kisah di Balik Prosedur BAP dan Memori "Fitsa Hats"

Diperbarui: 9 Januari 2017   08:18

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi BAP (Dokpri )

Berawal dari postingan sohib Facebook yang saya baca. Berikut postingannya;

“mendengar takjub cerita tentang perjalanan hidup seseorang yang penuh warna, tak terduga, bahagia, sekaligus air mata”, #PepTalk.

Membuat saya ingin menulis.

Saya termasuk orang yang juga lumayan banyak mendengar serpihan cerita hidup orang-orang ketika hendak mengajukan permohonan Paspor yang hilang atau rusak. Kebetulan saya sendiri yang mem-BAP mereka.

Di antara beberapa serpihan cerita ada yang mendeskripsikan betapa untuk berjuang hidup menafkahi diri dan keluarga perlu pengorbanan besar dan derita pilu. Tak jarang mereka bercerita sambil meneteskan air mata, karena haru sendiri bila ingat peristiwa perjuangan masa lalunya. Ada pula kisah-kisah inspiratif lainnya. Berikut ini kisah salah satunya.

Seperti kisah pemohon Paspor berikut yang saya BAP pada hari Jum’at, 6 Januari 2017. Ada tiga orang saat itu. Pertama adalah seorang Ibu yang menikah dengan warga negara Yaman yang tinggal di Arab Saudi. Kebetulan anak atas hasil pernikahannya masih berkewarganegaraan Yaman. Saya BAP anak tersebut melalui Ibu Kandungnya karena overstay.

Kedua adalah seorang bapak yang hilang Paspornya saat perjalanan menuju Kantor Imigrasi Kelas II Sukabumi menggunakan motor. Paspornya disimpan dalam kantong plastik dan ditaruh di bagian depan motor. Tanpa beliau sadari, setelah sampai di Kantor Imigrasi, kantong plastiknya sudah tidak ada. Atas pengakuannya, mungkin hilangnya terjatuh saat perjalanan.

Sedangkan yang ketiga, pemohon Paspor penggantian karena hilang. Inilah yang akan saya bagikan sekelumit kisahnya. Sebab, di antara tiga kisah orang yang saya BAP, orang yang ketiga ini sangat menarik untuk dipublish.

Orang ketiga ini adalah seorang Ibu. Beliau menunggu giliran untuk saya BAP sembari duduk di sebuah kursi panjang berjejer bak kuris di tuang tunggu pasien. Karena waktu saat saya mem-BAP orang yang kedua ini akan cukup lumayan menghabiskan waktu kira-kira sampai pukul 11.30. Sedangkan jam istirahat hari Jum’at pada pukul itu. Maka, pada pukul 11.15 saya panggil Ibu tersebut, “Bu, mohon maaf, karena ini hari Jum’at, jadi Ibu silahkan datang kembali setelah Jum’atan”. Beliau pun mengiyakan dan langsung keluar kantor.

Saat tiba giliran Ibu tersebut saya BAP. Beliau duduk di depan meja kerja saya. Beliau adalah seorang PNS di Akademi Perawatan (Akper) milik Pemda Kab. Cianjur. Sebut saja namanya Bu Desi (bukan nama sebenarnya). Bu Desi yang kelahiran tahun 60’an adalah seorang Dosen di Akper tersebut.

BAP pun saya mulai. Pertama saya tanya keadaannya, kesehatan jasmani dan rohaninya. Lalu saya tanya pula kesediaan beliau untuk memberikan keterangan yang benar, jujur dan dapat dipertanggungjawabkan. Bu Desi pun menimpali dengan jawaban sehat dan siap akan memberikan jawaban yang jujur dan benar.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline