Lihat ke Halaman Asli

Pekik Aulia Rochman

Alhamdulillah, Hopefully I am better than yesterday

Ibu, di Balik Semua Keberhasilanmu

Diperbarui: 22 Desember 2015   23:21

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

 Kerukunan rumah tangga dan kerukunan antar tetangga atau warga merupakan komponen penting dalam kehidupan sosial masyarakat. Sebab, hidup rukun adalah salah satu impian menuju kehidupan rumah tangga yang damai dan tentram. Di sisi lain, Social Need adalah kebutuhan dasar manusia. Seperti diketahui bersama bahwa Manusia adalah Makhluk Sosial yang bisa melangsungkan kehidupannya dengan cara saling membantu dan saling membutuhkan satu sama lain.

Sangat kecil sekali kemungkinannya bagi seseorang yang hidup hanya mengandalkan kemampuan diri sendiri. Contoh kecil, untuk menjaga eksistensi, mau tidak mau manusia harus memiliki pasangan untuk melahirkan generasi penerusnya. Tarzan saja, sosok tokoh fiktif, yang berperan sebagai penguasa dan pahlawan pelindung hewan dalam hutan, yang dibesarkan oleh gorila dan dikenal sebagai manusia yang dapat bertahan hidup seorang diri dari kecil sampai besar, ketika dia sudah dewasa, ternyata berakhir dengan cerita bahagia karena mendapatkan sesosok wanita cantik yang menjadi kekasihnya sampai pada akhirnya menikah. Ini berarti bahwa manusia membutuhkan manusia lain untuk kelangsungan hidup adalah sebuah keniscayaan.

          Kehidupan bermasyarakat berawal dari sebuah perkawinan yang kemudian membentuk suatu keluarga. Seseorang akan belajar memahami pasangan hidupnya satu sama lain untuk mempertahankan janji, komitmen yang diikat dalam sebuah tali suci pernikahan menuju bahtera rumah tangga yang senantiasa rukun dan harmonis sampai ajal yang memisahkan. Jika ini dirasakan dapat berjalan dengan baik, maka orang tersebut sudah belajar bermasyarakat. Karena keluarga adalah termasuk kelompok masyarakat awal terkecil.

Pengalaman hidup berumahtangga penulis, Alhamdulillah sudah berjalan kira-kira 6 tahun lebih dan tidak lama lagi akan menginjak tahun ke-7 pada tanggal 11 Januari, yang akan menjadi anniversarynya nanti. Pahit dan manis akan selalu ada dalam keluarga dan tidak bisa dihindari. Kendati demikian hal tersebut bisa menjadi sebuah hidangan yang istimewa ketika masing-masing pasangan dapat meramu pahit-manisnya bahtera rumah tangga laiknya sebuah kopi yang pahit menjadi minuman yang harum, manis dan maknyoss. Sadar akan hak dan kewajiban masing-masing, jalinan komunikasi yang baik dan lancar antar pasangan adalah dua di antara kunci sukses dari kunci-kunci keberhasilan keharmonisan rumah tangga.

Penulis sejenak merenung, dan tiba-tiba terpikir, siapakah sebenarnya yang ikut berjasa atas keberhasilan penulis membina keluarga kecilnya selalu harmonis dan mesra, serta menjadikan penulis seperti sekarang?

Flashback....menarik ingatan sedalam yang penulis bisa. Ingatan pada masa dalam kandungan dan masa bayi umur bulanan tidak bisa keluar, meski mencoba mengingat-ingat dengan maksimal. Kemudian tiba-tiba ingatan masa kecil itu terbuka pada masa belum sekolah SD, mungkin sekitar usia 4/5 tahun sampai sekolah dari SD sampai SMA. Setelah lulus SMA mengenyam pendidikan pesantren, kursus bahasa Inggris sampai kerja dan berwirausaha. Sampai pada akhirnya mempunyai tekad dan keberanian melamar seorang gadis desa untuk menjadi istrinya dan kemudian dikaruniai dua orang putra.

Di balik masa-masa itu ternyata ada orang yang selalu mendidik, membina, mengarahkan dan mengajarkan nilai-nilai kebaikan dan semua hal tersebut telah mengantarkan penulis menjadi seperti sekarang. Mereka adalah kedua orang tua penulis, terutama Ibu. Karena kenyataannya memang penulis lebih dekat dengan Ibunya daripada ayahnya. Penulis sebut Ibu, tidak berarti mengurangi rasa hormat atas jasa yang tidak kalah besarnya sosok ayah yang tanpa kenal lelah mencari nafkah demi istri dan anak-anaknya, termasuk penulis. Jadi, pernyataan dalam tulisan ini tidak mengesampingkan kasih sayang penulis terhadap ayah.

Tapi, tidak bisa dipungkiri bahwa kebersamaan dan kedekatan penulis lebih banyak dengan Ibu, sebab ayah penulis bekerja di luar kota, yang pulang ke rumah hanya 1 minggu sekali saja. Di antara 11 anak kandung dan penulis sebagai anak kelima dari 11 bersaudara, Ibulah yang banyak membekali dengan nilai-nilai kebaikan sehingga penulis menjadi pribadi yang matang. Salah satu nilai ajarannya adalah supaya selalu menjaga kerukunan, baik kerukunan antar saudara, anggota keluarga, pasangan atau pun rukun sesama tetangga. Berkat didikannya tersebutlah yang menjadi jawaban dari pertanyaan di atas.

Mungkin tulisan ini jauh dari kata sempurna, tak tersusun dengan baik, runut dan rapih untuk ditemakan sebagai tulisan tentang Ibu. Karena sebanyak atau sebagus apapun tulisan yang penulis buat takkan pernah cukup membalas semua kebaikan yang telah Ibu beri selama ini. Hanya rasa syukur penulis haturkan dan permohonan ampun kepada Allah SWT sebagai wujud permohonan maaf yang belum bisa membalas budi baik Ibu, yang penulis rangkum dalam sebuah doa yang dipanjatkan setiap penulis duduk berdoa setelah sholat 5 waktu selesai dikerjakan, yakni:

“Robbighfirlii wa li waalidayya warhamhumma kama robbayaanii soghiiroo.”

Artinya: “Ya Allah, ampunilah kedua orang tua saya dan sayangilah keduanya sebagaimana mereka telah mengasuh saya di waktu kecil.”

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline