Lihat ke Halaman Asli

Skrining Proses Pembelajaran Matematika

Diperbarui: 17 Juni 2015   08:45

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Belajar matematika seringkali identik dengan angka dah hal-hal yang menyertainya. Sebagian siswa merasa matematika adalah pelajaran yang menyiksa karena kemampuannya dalam berhitung bisa dikatakan tidak berkembang.

Pada dasarnya, setiap siswa memiliki kecerdasan yang berbeda-beda terkait dengan hal-hal yang berhubungan dengan angka.  Ada siswa yang memang memiliki bakat numerik namun ada juga siswa yang kemampuan bahasanya lebih tingi dibandingkan kemampuannya dalam angka.

Perbedaan kemampuan ini tergantung dari bagian otak mana yang lebih dominan, apakah dominan otak kiri atau dominan otak kanan. Fungsi dominan otak memang tidak bisa dilihat secara nyata dalam kegiatan belajar mengajar. Guru perlu jeli melihat pernedaan setiap siswa agar rancangan pembelajaran yang digunakan sesuai dengan karakteristik siswa. Idealnya seperti itu.


Namun, seringkali rencana pembelajaran dibuat secara umum, menggeneralisir kemampuan siswa tanpa pembedaan.

Bila hal tersebut terjadi, banyak akhirnya siswa-siswa yang memang kurang dalam kemampuan numeriknya menjadi tertinggal dalam pelajaran matematika. Rata-rata mereka mendapatkan nilai yang tidak tuntas, bukan karena tidak bisa, tetapi karena kemampuan numeriknya terbatas.

Bagi siswa yang tidak menyadari keadaan dirinya, mereka akan merasa tidak percaya diri yang berujung pada frustasi apabila belajar matematika. Yang bisa mereka lakukan adalah banyak berlatih dan mengenali soal. Namun, terkadang hal tersebut tidak membantu banyak, hanya membantu mereka memahami bentuk-bentuk soal yang lain tetapi tidak pada intinya.

Guru tidak juga bisa menyalahkan siswa atas kondisi ini. Anak dengan bakat sosial dan anak dengan bakat pengetahuan alam atau lebih spesifik hitungan layaknya perlu dibimbing dengan cara yang berbeda. Memang tidak gampang menerapkan cara belajar yang berbeda.Akan tetapi bila berhasil dilakukan, guru dapat melejitkan potensi siswanya walaupun ia berbakat sosial maupun berbakat di kemampuan berhitung.

Cara yang dapat dilakukan adalah melakukan skrining di awal kelas untuk mengetahui kemampuan masng-masing siswa. Skrining dilakukan dengan dua cara yaitu, melalui soal-soal yang langsung merujuk pada angka dan soal-soal yang dikemas dalam bahasa, soal cerita misalnya. Dari keduanya, dapat dilihat, kemampuan dominan anak di bagian yang mana.

Skrining tersebut dilakukan secara bertahap sesuai dengan kebutuhan. Apabila guru sudah yakin, maka dapat dilanjutkan dengan cara selanjutnya yaitu, pembelajaran yang mengedepankan review materi. Minta siswa untuk mereview materi setiap selesai kelas, kemudian analisa bentuk reviewnya untuk memastika dominansi kemampuan otak anak.

Review materi ini berguna bagi guru untuk menentukan evaluasi atau soal-soal latihan yang akan diberikan. Memberi soal secara seimbang, antara soal cerita, soal langsung angka, atau soal yang bergambar dengan bobot soal yang sama. Untuk mempermudah guru, minta siswa untuk memilih sendiri soalnya atau tempatkan siswa berkelompok sesuai dengan kebutuhannya.

Cara ini memang tidak mudah dierapkan, tetapi memulai sesuatu yang baru walaupun belum tentu dapat dilihat keberhasilannya akan lebih baik disbanding menggunakan cara konvensional yang bisa membuat siswa takut pada matematika. Dari percobaan ini, apabila terus dilakukan tentu akan ada pembaharuan-pembaharuan ide dan gagasan yang dapat menyempurnakan metode pembelajaran yang mengedepankan perbedaan individu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline