Lihat ke Halaman Asli

Opik Meteng

Mahasiswa

Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam

Diperbarui: 11 November 2022   16:41

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

     Secara sederhana ekonomi Islam adalah pengetahuan tentang aktivitas ekonomi yang sesuai dengan syariat Islam. Al-Quran dan Hadits menjadi referensi utama dalam melakukan aktivitas ekonomi yang sesuai dengan syariat. Tidak hanya sebatas bagaimana melakukan ibadah kepada Allah Swt. semata tetapi Islam mengatur berbagai interaksi manusia dalam menjalankan hidupnya.

     Ekonomi Islam bukanlah sistem ekonomi yang lahir beberapa tahun lalu namun telah ada sejak diutusnya Nabi Muhammad Saw. menjadi seorang rasul di muka bumi ini. Nabi meletakkan dasar-dasar dan aturan perekonomian setelah beliau hijrah ke Madinah dan menjadi kepala negara di sana. Dasar-dasar ekonomi Islam yang disebutkan dalam Al-Quran dan Hadist bersifat umum karena praktek ekonomi akan selalu berubah dan berkembang mengikuti waktu.

     Pada awal berkembangnya, Nabi Muhammad Saw. sebagai kepala negara, mengeluarkan sejumlah kebijakan yang menyangkut berbagai hal yang berkaitan dengan kemasyarakatan salah satunya mengenai perekonomian. Setelah Nabi wafat kemudian kebijakan-kebijakannya menjadi pedoman bagi para khalifah setelahnya untuk memutuskan masalah-masalah ekonomi yang ada saat itu. Begitu pula generasi setelahnya dari abad pertengahan sampai zaman moderen ini muncul berbagai pemikiran ekonomi Islam yang berawal dari semakin berkembang pesatnya interaksi manusia dalam bidang ekonomi.

     Seorang pemikir ekonomi Islam yang bernama M. Nejatullah Siddiqi, membagi periodesasi pemikiran ekonomi Islam menjadi tiga bagian, diantaranya abad klasik, abad pertengahan, dan abad kontemporer. Abad klasik adalah fase pertama atau awal Islam  ketika Nabi Muhammad Saw. diutus menjadi rasul hingga abad ke 11 M. Fase kedua adalah abad pertengahan yang merupakan fase yang dimulai dari abad 11 M hingga abad 15 M. Dan terakhir menurut M. Nejatullah Siddiqi adalah abad kontemporer yang berada diantara rentang abad 15 M hingga abad 20 M.

     Para cendikiawan muslim berusaha mengeluarkan pemikirannya tentang ekonomi yang berazaskan pada syariat Islam dalam merespon berbagai permasalahan ekonomi umat dari generasi ke generasi. Seiring berkembangnya pemikiran ekonomi dari cendikiawan muslim menjadikan pertanda bahwa berkembangnya ekonomi Islam. Selanjutnya kita akan melihat bagaimana perkembangan pemikiran ekonomi Islam di dunia dari abad kalsik sampai dengan sekarang.

Abad Klasik (1 H/6 M - 5 H/11 M)

     Fase pertama atau masa klasik merupakan fase awal lahirnya Islam hingga abad ke 5-H atau sekitar abad ke-11 M yang dikenal dengan fase dasar-dasar ekononomi Islam yang di rintis oleh para fuqaha lalu diikuti oleh para sufi dan para filosof muslim. Pemaparan ekonomi para fuqaha dan ahli hadits pada masa ini mayoritas bersifat normatif dengan wawasan positif ketika berbicara soal prilaku yang adil, kebijakan yang baik serta batasan-batasan yang diperbolehkan dalam masalah dunia.

     Para fuqoha mendiskusikan penomena ekonomi dengan mengacu kepada al-Qur'an dan Hadist nabi, mereka mengeksplorasi kosep maslahah dan mafsadah yang terkait dengan aktivitas ekonomi.

     Kontribusi tasawuf terhapat pemikiran ekonomi saat itu adalah mendorong kemitraan yang saling menguntungkan, tidak rakus pada kesempatan yang diberikan oleh Allah Swt., dan tetap hidup dalam prinsip kesederhanaan.

     Sementara itu, filosof muslim dengan tetap berazazkan syariah Islam dalam keseluruhan pemikiranya, mengikuti para pendahulunya dari Yunani terutama Aristoteles yang fokus pembahasannya tertuju pada kebahagiaan (sa'adah) dalam arti yang luas.

     Sebagian pemikir abad ini memiliki padangan bahwa negara tidak memiliki hak  untuk mengatur naik turunnya harga namun negara memiliki kewajiban untuk menciptakan kesejahteraan bagi masyarakat melalui kebijakan pemerintahannya. Sementara itu untuk kepemilikan, mereka mengakui hak kepemilikan individu namun melarang kepemilikan barang yang bersifat milik bersama. Dalam hal produksi, sektor pertanian menjadi konsentrasi utama dalam sebuah negara. Sedangkan dalam hal distribusi, negara penting dalam membangun infrastruktur dengan menerapkan prinsip bijak, merata dan aspek urgenitas.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline