Lintas Selatan yang Memanjakan Mata
Ke Yogya berdua bawa kendaraan pribadi bisa hemat seperti naik kereta api kelas bisnis. Dengan perjalanan pulang-pergi Jakarta-Yogya menggunakan Grand Livina total konsumsi bensin masih kurang dari Rp 1 juta (sebelum kenaikan BBM). Tapi ada banyak tantangan menuju Yogya melalui lintas selatan. Selain jalanan yang relatif curam, jalur ini juga rawan longsor dan banjir. Berita baiknya, jalanan ini penuh panorama indah yang memanjakan mata.
Pada bulan April 2014 kami pergi ke Yogyakarta dalam rangka untuk ujian tesis di PTN di Yogyakarta. Awalnya kami merencanakan akan menggunakan kereta api karena saya pikir ini kan perjalanan jauh, tentunya akan lebih aman, nyaman dan praktis menggunakan angkutan umum daripada kendaraan pribadi. Tapi setelah dikalkulasi ulang, jika menggunakan kereta api kelas bisnis pun paling tidak masih menghabiskan dana sekitar satu juta rupiah untuk tiket PP saja berdua. Belum lagi ongkos sewa motor untuk pergi ke kampus dari penginapan.
Akhirya setelah melalui diskusi panjang dan modal nekat, kami berdua memutuskan untuk menggunakan si putih, julukan kami untuk Nissan Grand Livina Matic keluaran 2012 yang warnanya memang putih. Mengapa nekat? Karena saya sama sekali belum pernah menjajal jalur lintas selatan Jawa dengan menggunakan kendaraan pribadi.
Menyetir
Perasaan was was dan khawatir mengenai “cerita orang” bahwa lintas selatan itu sempit, berkelok-kelok dan turun naik, serta kurangnya rambu petunjuk, SPBU dan sebagainya yang sempat menghantui pun saya tepis, dengan alasan kalau tidak dicoba nekat dari sekarang, kapan lagi?
Setelah memantapkan hati, kami pun memulai perjalanan jam 7.30 WIB dari rumah di kawasan Cijantung Jakarta Timur, masuk pintu tol Kampung Rambutan terus ke jalur tol Jakarta Cikampek kemudian masuk tok Cipularang. Di sini perjalanan lancar jaya. Sedikit cerita, konon matic agak loyo di tanjakan tapi kok di Cipularang saya berani “berduel” dengan Kijang Inova dalam trek naik turun dan saya tetap memimpin di depan. Apa memang performa mobil yang oke atau memang saya yang nekat? Sepertinya sich dua-duanya hehehe. Saya pacu sampai 150 km/jam. Mumpung jalanan lancar kenapa tidak? Selain untuk mengeksplor kemampuan mobil, juga sebagai langkah berjaga-jaga apabila nanti setelah Nagreg macet kami masih punya simpanan waktu.
Jalanan Sempit tapi Rindang
Keluar Nagreg, kami menyusuri Lintas Selatan yang “sebenarnya”. Oh ini toh yang dinamakan lintas selatan, kata saya dalam hati. Perjalanan cukup lancar dengan kecepatan rata-rata 60 km/jam meskipun jalanan mulai menyempit dan berkelok-kelok. Saat itu masih siang hari dan bukan jelang akhir pekan sehingga jalanan lebih lengang dari biasanya. Di Nagreg kami beristirahat sejenak untuk beribadah dan mengisi bensin.
Selanjutnya, kami melewati Tasikmalaya, Ciamis, dan Banjar. Setelah memasuki Majenang, kami pun bersantap siang, sekaligus menanyakan arah kepada si empunya warung. Kemudian perjalanan pun dilanjutkan, dan ketika mulai masuk wilayah Wangon kami beristirahat sejenak di pom bensin.
Sawah dan Pegunungan
Kemudian, ketika sore hari menjelang, kami memasuki jalur Buntu, Gombong, dan Kebumen yang penuh pepohonan rindang sehingga terasa sejuk. Nah, mumpung agak lowong dan mengejar waktu, saya beberapa kali menginjak pedal agak dalam untuk memacu mobil menyalip bis-bis seperti Sumber Alam dan truk-truk besar. Hasilnya? Si Putih ternyata tidak mengecewakan. Asal diawali dengan awalan yang benar dan penggunaan ritme dan timing yang tepat, akselerasi spontan bisa didapat. Walhasil memasuki maghrib, kami telah sampai di pinggiran kota Yogyakarta dan tepat jam tujuh malam kami tiba di penginapan.
Kembali ke Jakarta
Lusa, pukul 10 WIB ujian tesis pun berjalan, dan hasilnya meski sempat dibantai oleh salah satu dosen pembimbing penulis dinyatakan lulus dengan revisi hehehe. Tidak pakai lama, besoknya jam 7. 00 WIB kami pulang ke Jakarta.
Jalanan Terasa Lengang
Kami pun kembali menyusuri lintas selatan. Tapi kali ini kami mampir dulu ke Kota Purworejo untuk melihat alun-alun dan sarapan disana. Oh ya, jalur purworejo sampai ke Majenang ini indah sekali karena di kiri kanan banyak hamparan sawah menguning yang sungguh elok memanjakan mata. Beda sekali dengan jalur pantura yang memang lurus, mulus tapi gersang sehingga terasa sangat membosankan ketika kami ke Semarang dan Ambarawa akhir 2013.
Kembali ke Jakarta
Jembatan di Lintas Selatan
Sejuknya Jalanan di Buntu
Pemberhentian selanjutnya adalah makan siang di Buntu dan kami sempat membeli getuk goreng. Memasuki Banjar, cuaca mulai gerimis dan semakin deras di Tasikmalaya. Selepas magrib kami mendekati Nagreg dan ternyata kawasan Nagreg mulai dari Malangbong mati lampu. Alamaak..jalan gelap sekali, belum lagi ditambah kaca mobil yang derajat kegelapanya 80%. Disini saya berkendara pelan-pelan dan waspada karena jalan yang sebenarnya berbelok-belok. Saya memilih sisi kiri jalan dan menggunakan lampu sorot jauh saking gelapnya. Fiuhh...jantung serasa mau copot.
Hujan Membuat Was-was
Tepat jam 19.00 kami hampir mendekati gerbang tol Cileunyi, tapi kok di depan jalanan tampak macet parah. Alamaak.. ternyata kemacetan disebabkan oleh banjir parah setinggi 80 cm yang terjadi di sepanjang lokasi pabrik-pabrik dekat gerbang tol. Dan sialnya kami terjebak selama 12 jam di tempat yang sama. Kami pun akhirnya memilih mematikan mobil dan tidur ayam. Hiks..hiks..
Kami sempat berputar balik ke arah Nagreg lagi untuk mencoba jalur alternatif via Sumedang dan Subang, tapi ternyata setelah konfirmasi via telpon ke beberapa teman ternyata jalur itu pun macet sama parahnya. Akhirnya kami putar balik lagi masuk arah tol Cileunyi. Dan jam 8.00 WIB baru bisa bergerak. Setelah kami cermati ternyata yang banjir hanya sepanjang kurang lebih 400 meter sepanjang lokasi pabrik, tetapi akibatnya sungguh dahsyat karena bisa membuat lumpuh lalu lintas selama 12 jam.
Setelah masuk tol persimpangan yang menyatukan dengan tol Cikampek, jam 10.00 WIB saya mampir untuk isi bensin dan istirahat 30 menit direst area. Sekitar pukul 12.00 WIB kami tiba di rumah lagi dan langsung ambruk di kasur setelah sebelumnya tersiksa macet12 jam di depan tol Cileunyi. Sungguh suatu pengalaman berharga yang tidak terlupakan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H