Dalam UUD 1945 Pasal 28E Ayat 2 tentang hak asasi manusia yang bertuliskan setiap orang berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan , menyatakan sikap dan pikiran sesuai dengan hati nurani. Artinya adalah kebebasan untuk memeluk agama atau kepercayaan tertentu yang dilindungi oleh negara karena merupakan hak asasi manusia yang mendasar.
Pew Research Center melakukan sebuah penelitian pada tahun 2015, indonesia berada di urutan tiga dengan negara yang mengatakan agama atau kepercayaan menjadi sangat penting dalam kehidupan mereka. Di indonesia hampir semua orang mengatakan agama sangat penting dalam kehidupan mereka. Sebagai bagian dari bangsa indonesia, kita boleh berbangga mengatakan bahwa kita merupakan salah satu negara paling religious di dunia.
Hal ini berbanding terbalik dengan tingkat toleransi antara umat beragama. The 2015 legatum Institute's Prosperity Index, Dalam hal toleransi, indonesia berada pada peringkat 123. Banyaknya kejadian kasus intoleransi di indonesia berbanding terbalik dengan hasil penelitian Pew Research Center. Beberapa kasus besar yang mengatasnamakan kepentingan agama atau aliran tertentu merupakan masalah serius yang harus diselesaikan.
Menurut Polisi Republik Indonesia(POLRI) yang dilansir oleh kompas.com, terdapat dua penyebab utama kasus intoleransi di indonesia yaitu penafsiran mengenai kepercayaan atau agama tertentu yang disalahartikan, dan penolakan pendirian tempat ibadah disuatu wilayah tertentu. Misalnya pada suatu daerah dengan penduduk mayoritas beragama mempunyai kepercayaan tertentu, maka teradinya kasus intoleransi akan menjadi semakin besar kemungkinannya.
Politisasi agama dinilai akan sangat mudah berhasil melihat indonesia merupakan salah satu dari negara yang paling religius di dunia. Setiap hal yang berkaitan dengan kepentingan agama akan menjadi isu yang sering dibuat. Kampanye ide maupun gagasan tidak lagi dilihat sebagai hal yang penting melainkan masalah apakah mempunyai kesamaan kepercayaan atau tidak.
Spiral Of Silence Theory berkaitan dengan rasa takut untuk mengutarakan pendapat, Apakah teori spiral of silence juga berlaku di media sosial?.
Dalam teori komunikasi, teori spiral keheningan atau spiral of silence theory merupakan bagian dari kajian ilmu komunikasi yang berkaitan dengan politik. Teori spiral keheningan dikumukakan oleh Elisabeth Noelle Neuman. Belia merupakan peneliti politik di jerman dan juga merupakan wartawan pada Zaman Nazi. Teori spiral keheningan menganalisis dengan mendemontrasikan bagaimana komunikasi interpersonal dan media bersama mengembangkan opini publik.
Dalam teori spiral keheningan, terdpat asumsi bahwa spiral keheningan dapat terjadi ketika ada ketimpangan dominasi antara opini mayoritas dan minoritas. Sehingga banyak opini yang kemudian berkembang menjadi opini publik, dan disisi lain banyak individu yang memilih untuk tidak menyuarakan opininya. Hal ini yang disebut sebagai spiral keheningan.
Teori ini mendasarkan asumsi pada pernyataan bahwa pendapat pribasi bergantung pada apa yang dipikirkan dan apa yang diharapkan orang lain , atau apa yang orang rasakan atau anggap sebagai pendapat dari orang lain. Pada umumnya orang berusaha untuk menghindari isolasi, atau pengucilan atau ketersaingan dalam komunitasnya dalam kaitannya dengan mempertahankan sikap atau keyakinan tertentu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H