Lihat ke Halaman Asli

Teman Kos

Diperbarui: 26 Juni 2015   14:44

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sudah tiga bulan ini rumah kos yang sudah kuhuni selama hampir 2, 5 th ini ramai dengan kehadiran empat orang penghuni baru.Mereka bekerja di beberapa perusahaan swasta yang mulai menancapkan kuku-kuku industrialisasinyadi kota kecil di jalur pantura jawa ini, Kabupaten Tuban.Salah satu BUMN besar yaitu Semen Gresik juga mengoperasikan pabrik di kota ini, yang secara otomatis menyerap tenaga kerja yang cukup banyak dari luar kota. Bisa dikatakan Kabupaten Tuban berada pada posisi transisi menuju kota industri. Kondisi ini menyebabkan kota dan masyarakatnya berkembang menuju proses modernisasi. Berbagai sektor pun bergeliat , salah satunya adalah sektor jasa lebih tepatnya jasa indekost atau sewa kamar yang laris manis bahkan beberapa dengan harga yang cukup tinggi.

Salah satunya adalah rumah indekosku ini. Kembali ke penghuni baru, mereka banyak berasal dari Jakarta. Masing-masing sibuk dengan kesibukan kerja dan rutinitasnya sendiri. Sudah tiga bulan ini aku amati dan rasakan hampir diantara kami dan mereka jarang terjadi komunikasi. Beberapa kali saya mencoba menyapa teman kos tersebut, dimulai dari basa basi menawarkan makan ato apalah, namun responnya pun sama dan tidak banyak hanya penolakan halus. Begitu juga dengan penghuni kamar yang lain, jarang terdengar mereka berbincang atau sekedar menyapa bila perpapasan di lorong kamar.

Induk semang kos ini orangnya cukup ramah, bahkan bagiku sudah seperti ibu sendiri. Sering beliau mengajak berkomunikasi para penyewa kamarnya, namun tanggapannya pun sama sehingga membuat beliau bingung. Sering Ibu kos bertanya apa memang seperti itu sikap orang-orang dari kota besar, tidak saling mengenal dan hanya peduli dengan urusan masing-masing. Ibu kos memang belum terbiasa dengan perilaku dan gaya hidup orang-orang di kota besar. Mereka hidup dalam kotak kehidupan masing-masing, mengabaikan kehidupan social di sekitar mereka. Bagi Ibu kos, kota kecil ini masih kampung atau desa yang hidup sesuai jalan paguyuban meski kenyataannya kota kecil ini mulai berubah.

Memang sungguh aneh rasanya karena kita tinggal satu rumah namun tidak saling mengenal. Tapi itulah yang terjadi sekarang dan yang kusaksikan setiap hari. Semuanya berjalan dengan kehidupan masing-masing. Tapi ini juga pengalaman yang unik, dan saya coba untuk menikmatinya, ya anggap saja dinamika sosial.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline