Lenteng Agung, Jakarta Selatan | Salah satu dampak Sex Pra-Nikah dan di Luar Nikah adalah pada perempuan adalah hamil atau kehamilan. Hamil seperti ini, termasuk kehamilan tak terencana (pada pasangan suami isteri), seringkali disebut sebagai 'Kehamilan yang Tak Diinginkan atau KTD. Dan, biasanya KTD berdampak pada berbagai persoalan sosial, moral, psikologis, dan lain sebagainya.
Faktanya, pada satu keluarga, jika terjadi kehamilan yang tak diinginkan, misalnya anak perempuan (katakanlah masih sekolah atau kuliah), solusi tergampang adalah nikahkan dengan pacar atau yang menghamilinya. Namun, tak semua orang tua memilih solusi tersebut.
Sama halnya dengan kehamilan tak terencana pada pasangan suami isteri; katakanlah masih punya bayi, tapi isteri hamil lagi, ada penyakit tertentu pada ibu, bahkan 'kehamilan isteri menghambat jabatan dan karier,' gagal kontrasepsi, dan lain sebagainya.
Fakta ekstrim seperti itu, solusi lain adalah menggugurkan kandungan atau membatalkan pertumbuhan janin di dalam rahim. Praktek inilah yang marak terjadi di seantero negeri, misalnya Indonesia. Maka muncul dan tumbuh subur 'klinik, dukun, praktel medis' dalam rangka 'membantu mereka yang membutuhkan.'
Indonesia, termasuk Negara-negara di Dunia yang menolak pembatalan pertumbuhan janin di dalam rahim, dengan alasan apa pun. Tapi, di Indonesia pun, praktek tersebut boleh dilakukan karena alasan tertentu, misalnya gawat darurat medis dan kehamilan akibat pemerkosaan. Itupun dengan sejumlah pertimbangan medis, hukum, psikologis sebagai 'jalan terbaik dari semua yang terburuk.'
Intinya, di Indonesia dan banyak Negara di Dunia, pembatalan pertumbuhan janin di dalam rahim adalah suatu pelanggaran hukum atau tindakan kriminal. Walaupun dilakukan secara 'soft,' seperti menggunakan herbal, obat-obatan, dan prosedur bedah tekhnologi tinggi.
Sistem hukum Indonesia, perbuatan aborsi dilarang dilakukan. Bahkan perbuatan aborsi dikategorikan sebagai tindak pidana. Pelaku dan orang yang membantunya akan dikenai hukuman
Pro Kontra
Di banyak Negara, pro kontra terhadap pembatalan pertumbuhan janin di dalam rahim menjadi suatu persoalan etis sejak lama. Misalnya tahun 80an, di AS muncul kelimpok pro life atau pro kehidupan, menolak; dan kelompok prio choice yang menyetujuinya.
Kelompok Pro Life berpendapat bahwa
pembatalan pertumbuhan janin di dalam rahim merupakan hal buruk, namun tetap mengizinkannya dalam syarat-syarat tertentu. Karena manusia merupakan makhluk hidup yang tidak bersalah; karena itu tidak boleh dibunuh dalam lingkup situasi apa pun. Pro Life pun melihat bahwa membiarkan janin tetap hidup merupakan menyelamatkan kehidupan (termasuk ibu serta anak) dan generasi.