Lihat ke Halaman Asli

Opa Jappy

Orang Rote yang Bertutur Melalui Tulisan

Mencegah Khilafatul Muslimin dengan Menumbuhkembangkan Ideologi Pancasila

Diperbarui: 17 Juni 2022   07:23

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Foto: Kompas


Sekitaran Fakultas Hukum Universitas Pancasila, Jakarta Selatan | Jujur, saya termasuk sejumlah teman, yang tidak kaget dengan tertangkapnya  Abdul Qadir Baraja, Pimpinan Khilafatul Muslimin. Sebab, sejak 2010, kami sudah menemukan mereka.

Ketika masih kecil dan belum dikenal, Khilafatul Muslimin, Partai Keadilan (Alm), Hizbut Tahrir menyodorkan Khilafah sebagai pengganti Pancasila. Bahkan, suatu waktu, ada semacam "debat antar mereka" tentang "Siapa yang jadi Khafilah jika Indonesia sebagai Negeri Khilafah Islamiah."

Saat itu, Abdul Qadir Baraja, Presiden PKS, Ismail Yanto, sama-sama "mengklaim dan menyodorkan diri" sebagai Khafilah Khilafah Indonesia. Tahun 2013, ketika gagasan Khilafah "diperkenalkan oleh TVRI" Hizbut Tahir belum membesar, Ismail Yanto tak dikenal, Khilafatul Muslim sudah ada. Saya termasuk yang sangat keras menprotes ke Media, termasuk TVRI yang siarkan kegiatan Khilafah Hizbut Tahrir. Hizbut Tahrir pun membesar dan merambah ke mana-mana.

Sejak itu, Abdul Qadir Baraja dengan Khilafatul Musliminnya konsolidasi dan membesarkan diri di/dari Lampung. Saya sempat beberapa kali ke Lampung untuk menelusuri jejak mereka, namun tak menemukan markasnya. Hanya menemukan jejak di beberapa UPT atau Unit Pemukiman Transmigrasi.

Menolak Lupa

I

10 Juni 2013 yang lalu, Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), memanggil Direktur Utama TVRI; peamanggialn tersebut ada hubungannya dengan penayangan Muktamar Khilafah Hizbut Tahrir oleh TVRI

Pada saat itu, TVRI (yang juga adalah LPP milik negara) secara all out menyiarkan (dan juga menyiarkan ulang) Muktamar Khilafah (oleh) Hizbut Tahrir pada Kamis 6 Juni 2013.

Padal Muktamar tersebut, berulang kali, para pembicaranya mempermasalahkan Pancasila sebagai ideologi negara, nasionalisme, dan juga menolak demokrasi; menolak pilar-pilar pemersatu bangsa dan lambang-lambang negara.

Pada saat itu, menurut Komisioner KPI "Kami tidak mau menduga-duga kenapa TVRI bisa sampai menayangkan siaran tersebut. Tayangan itu jelas tidak menghormati bangsa ini, selain itu juga melanggar UU Penyiaran, ..."

II

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline