Perangkat Hukum mengatur volume pengeras suara Masjid dan Musholla
- InstruksiDirektur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Nomor KEP/D/101/1978 tentang Tuntunan Penggunaan Pengeras Suara di Masjid, Langgar, dan Mushalla.
- Surat Edaran Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Nomor B.3940/DJ.III/HK.00.07/08/2018 Tahun 2018 tentang Pelaksanaan Instruksi Dirjen Bimas Islam Nomor KEP/D/101/1978 tentang Tuntunan Penggunaan Pengeras Suara di Masjid, Langgar dan Mushalla.
- Surat Edaran Menteri Agama No SE 05 tahun 2022 tentang Pedoman Penggunaan Pengeras Suara.
Margonda Raya, Depok Jawa Barat | Dugaan saya tidak meleset. Beberapa hari lalu, saya nyatakan bahwa, "Reaksi publik ramai, namun hangat, apalagi panas, serta teriakan penolakan dan protes. Kita, anda dan saya, sabar, menanti beberapa hari ke depan."
Hanya hitungan jam, reaksi sedikit negatif datang dari FZ, politisi di Senayan, sejumlah akun Medsos, plus dari MUI meminta pembatasan yang sama tempat ibadah lainnya, bukan hanya Masjid dan Musholla. Tapi, semuanya masih biasa-biasa saja dan adem.
Tapi, lucunya, mungkin karena merasa tak bisa menghadang dan membatalkan Perangkat Hukum mengatur volume dan tingkat kebisingan dari pengeras suara Masjid, maka, kini, beredar potongan video dari Menteri Agama. Potongan video yang mendeskriditkan Yaqut Cholil, Sang Menteri.
Itulah di Indonesia dan sejumlah kecil politisi, reaksi petama terhadap segala sesuatu dari Pemerintah adalah 'nyinyir dan kritik tanpa solusi;' bagi mereka, kebijakan pemerintah, tak ada baik-baiknya. Tapi, umumnya heboh dan gaduh sesaat, sudah itu diam.
Ketika saya hubungi beberapa yunior di Kementerian Agama, tentang 'reaksi' tersebuttak, dengan nada yang nyaris sama, menyatakan bahwa, "Biarkan saja, nanti lelah, dan diam sendiri. Namanya juga oposisi." Saya mengaminkan jawaban mereka.
Namun, menurut saya, yang penting dan utama adalah Instruksi dan Surat Edaran (tahun 1978, 2018, dan 2022) tersebut berlaku efektif, ditaati, diikuti, dan dilaksanakan oleh semua.