Hasil Riset BNPT tahun 2020,
- Mereka yang mudah terpengaruh radikalisme: perempuan, kalangan urban, generasi Z dan milenial, serta aktif di internet.
- Dari jumlah laki-laki dan perempuan yang disurvei, terpapar radikalisme (i) perempuan, 12.3 %, (ii) laki-laki, 12.1 (iii) Generasi Z, 14-19 thn 12.7 %, (iv) Generasi milenial, 20-39 thn 12.4 %
- Motivasi aksi radikalisme, agama, 45,5 % persen; sisanya karena solidaritas komunal, balas dendam, separatisme, dan lainnya.
(Sumber: Hamli, Direktur Pencegahan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme 2007-2020 dalam Webinar intoleransi dan Ekstremisme di Media Sosial oleh The Center for Indonesian Crisis Strategic Resolution CICSR, Minggu 14 Februari 2022)
Bogor, Jawa Barat | Hasil riset di atas, pada tahun 2022, mengalami trend menaik. Dalam artian, motivasi dan potensinya sama, namun jumlah yang terpapar menaik, walau tipis.
Data dari Hamli tersebut jika dirangkai dengan laporan Sidratahta Mukhtar, (Peneliti ahli dari BNPT, Januari 2016), maka, anda jangan kaget. Menurut Sidratahta Mukhtar, intinya adalah, "Ada 2,7 juta orang Indonesia (1 % dari total penduduk Indonesia) terlibat dalam serangkaian serangan teror. Jumlah itu belum termasuk pengikut dan simpatisan jaringan teroris."
Dari data 2016 dan 2020, dengan trend menaik, anda dan saya, bisa bayangkan kira-kira populasi Orang Indonesia yang terpapar radikalisme. Mungkin saja mencapai 2%, Who Knows?
Apalagi, sikon dua tahun terakhir, semakin nampak dan jelas orang-orang yang memancarkan orasi dan narasi intoleransi beragama melalui berbagai media serta mudah diakses oleh siapa pun.
Dari sikap intoleransi beeragama tersebut, (akan) mudah menjadi radikal (dengam idiologi radikalisme). Dan, jika tidak 'diselamatkan' maka sangat berpeluang menjadi teroris.
Dengan sikon seperti di atas, lalu, apa yang harus dilakukan? Menurut saya, upaya untuk menghindarkan dan menjauhkan seluruh anak bangsa dari intoleransi beragama, radikalisme, dan terorisme adalah tanggungjawab seluruh lapisan masyarakat; bukan melulu pada BNPT, TNI, dan Polri. Hal tersebut dapat dilakukan dengan banyak cara, antara lain
Dukungan Politik dan Parlemen
Lucunya di NKRI, jika Densus 88 menangkap atau pun menembak mati teroris serta adanya kasus-kasus intoleransi dan radikisme; sejumlah politisi di Negeri Tercinta ini gerah, gatal-gatal, mules, dan sakit hati. Sebab, menurut mereka, di Indonesia, tak ada teroris.