Catatan Awal
Pada proses itu, perlu mengetahui apakah ia (laki-laki dan perempuan) adalah jodohku atau bukan, antara lain,
Pada lingkungan kebudayaan tertentu di Indonesia, orang tua (bahkan keluarga besar) tetap mempunyai andil cukup besar pada terbentuknya atau tidak suatu perkawinan.
Karena, pada konteks itu, perkawinan merupakan pertemuan (menjadikan) dua kelompok keluarga besar dan marga. Sehingga, mereka yang merupakan tetua dan dituakan oleh keluarga besar atau marga patut memberikan persetujuan agar berlangsungnya suatu perkawinan. Dalam kerangka seperti itu, jika mereka (laki-laki dan perempuan yang akan melangsungkan perkawinan) datang dari latar belakang kebudayaan yang berbeda, maka perlu melakukan suatu proses pengenalan unsur kebudayaan masing-masing, yang menyangkut perkawinan.
Orang tua hanya memberi pertimbangan dan persetujuan sekaligus merestui, bukan memaksa dan menjodohkan; mereka tidak boleh menolak sekaligus mengkesampingkan pilihan dan kebebasan anak-anaknya.
Bogor, Jawa Barat | Saya pernah beberapa kali mendengar ceramah bahwa, "Persiapaan untuk menikah harus dilakukan sedini mungkin; bahkan orang tua juga harus lakukan itu 25-30 tahun sebelum anak-anak mereka menikah." Dalam artian, sejak dini, orang tua perlu mendidik, membina, dan 'mengajari' putera-puterinya dengan baik dan benar, sehingga pada saatnya, mereka menjadi Suami atau Isteri yang 'baik dan benar' di/dalam keluarganya. Saya, setuju dengan ceramah seperti itu. Bagaimana dengan anda?
Sebetulnya, menarik, jika membahas pernikahan atau perkawinan, tapi kapan dan saat yang mana? Menarik, terutama untuk orang tua yang mempunyai Gadis Cantik dan Pemuda Ganteng (di rumah; walau paras mereka biasa-biasa saja, tetap saja dipanggil CantiK or Ganteng), yang melewati usia 25-30 tahun dan telah bekerja. Tapi, kadangkala, 'menarik untuk orang tua' itu, justru membosankan serta tidak menarik pada Si Cantik dan Ganteng; mereka pun akan 'omong muter-muter' jika ditanyakan tentang, "Kapan Nich and Kapan Kawin?"
So, kita, anda dan saya, perlu hati-hati jika berhadapan dengan Si Cantik dan Ganteng, sebab bisa saja mereka akan 'mengskak mat' dengan kata-kata yang menjengkelkan. Misalnya, ini kisah nyata tentang Si Ganteng Nomor Tigaku.
Setiap ada pertemuan keluarga, ia seringa mendapat pertanyaan seperti, "Kapan nyusul, kapan kawin, kapan kenalkan ke tante dan oom, dan kapan-kapan lainnya." Si Gantengku hanya diem dan muka cemberut dan berlalu dengan wajah dongkol. Protesnya, belakangan ketika di rumah. Suatu waktu, anda sanak yang meninggal, dan kami melayat serta menghantar ke pemakaman.
Di tempat tersebut, Si Gantengku bertemu dengan Tantenya yang paling cerewet tentang 'Kapan Kawin;' saya kebetulan tak jauh dari mereka. Tiba-tiba, Si Ganteng mendekati Tentenya, belum sempat salaman, Si Tante sudah bertanya, "Kapan Kaawin?" Si Gantengku pun menjawab dengan sedikit pedas, "Apa kabar. Kapan Tante Nyusul;?" sambil menunjuk jenazah yang siap dikuburkan.