Lihat ke Halaman Asli

Opa Jappy

Orang Rote yang Bertutur Melalui Tulisan

Kamala Harris dan Momentum Perempuan Politisi Indonesia

Diperbarui: 26 November 2020   16:13

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kamala Harris, Sumber: Kompas

Kompleks Pemakaman Budi Dharma, Jakarta Utara | Pilpres Amerika Serikat sudah usai; Joe Biden dan Kamala Harris (Kamala, perempuan berkulit hitam dan keturunan India-Jamaika), dari Partai Demokrat, terpilih sebagai sebagai presiden dan wakil presiden; pesta kemenangan pun menanti. Setelah itu, pekik "We are Americans  dan We are the win" akan tengggelam. Semuanya akan kembali bergulir seperti biasa, tanpa dendam dan caci-maki karena "Yang Didukung Kalah;" itu lah Amerika Serikat.

Pilpres AS, yang unik, pada awal November 2020 tersebut, mendapat perhatian dunia, termasuk Indonesia. Sejumlah pengamat di/dalam Negeri tak berani berprediksi tentang siapa yang tampil sebagai pemenang, dengan alasan, sama-sama berpeluang. Namun, menjelang soreh hari pemilihan, Biden Harris menunjukkan tanda-tanda kemenangan, baru banyak orang 'berbalik' mendukung keduanya. Dukungan tersebut, dengan harapan akan terjadi perubahan serta peningkatan hubungan antara AS dan Indonesia.

Ya. Banyak orang mengharapkan hal yang sama, sebab AS era Trump memandang 'sebelah mata' terhadap Indonesia; dengan itu pada era Biden Harris, paling tidak, menjadikan hubungan AS Indonesia kembali mesrah. Hubungan mesrah itu, menurut banyak teman pada diskusi virtual, sebisa mungkin terjadi beberapa hal, antara lain

  • Pembelaan serta dukungan Amerika terhadap Indonesia mengenai issue-issue yang merugikan di dunia Internasional, misalnya tentang separitis Papua, Sawit, WTO, dan lain sebagainya
  • Kembalinya proyek dan pemakaian hight tech dari AS di Indonesia; sebab, beberapa tahun terakhir didominasi dari Chinna (terutama produsk kelas rendahan dan cepat rusak), Korea, dan Jepang
  • Peningkatan (kembali) kerjasama militer dan (juga) persenjataan; yang sekarang ini Indonesia berkinblat ke Eropa, terutama Rusia dan Perancis
  • Dan, yang paling utama, pemulihan hubungan ekonomi serta politik

Selain itu, keterpilihan Kamala Harris sebagai Wapres (dan memungkinkan ia menjadi Presiden AS), bisa juga menjadi inspirasi pada momentum politik untuk para politisi perempuan (atau perempuan politisi?) di Indonesia. Dalam arti, mereka, politisi perempuan di Indonesia, sejak dini (sekarang) mempersiapkan diri dalam rangka suksesi pasca Jokowi (dan Ma'ruf) pada 2024.

Dengan itu, politisi perempuan di Parpol, misalnya PDIP, Golkar, Demokrat, Nasdem, selayaknya (i) memperlihatkan potensi dan kualitas berpolitik mereka, (ii) tampil di area dan ruang publik sebagai kandidat Presiden/Wapres, (iii) menyampaikan orasi dan narasi politik yang anggun, berpihak pada kepentingan perempuan, anak, dan keluarga, (iv) kesetaraan gender, (v) serta peran perempuan dalam rangka membangun bangsa dengan menembus sekat-sekat perbedaan suku, agama, golongan, serta etnisitas, (vi) membangun jejak digital yang jujur, utuh, dan tanpa menambah-nambah yang tidak pernah ada, (vii) dan lain-lain yang bertalian dengan hal-hal di atas.

Semuanya itu, menurut saya, sudah merupakan 75% kampanye diri sebagai kandidat Presiden dan Wakil Presiden; dan dengan mudah mereka (akan) dipilih (dan diusung) oleh Parpol peserta Pilpres.  Cara-cara seperti itu, diharapkan bisa dilihat dan terlihat secara luas oleh segenap elemen serta lapisan masyarakat. Sehingga pada masanya, saat proses Pilpres di RI, masyarakat atau pemilih sudah mengenal mereka atau para politisi perempuan tersebut.

Cukuplah

Opa Jappy | Indonesia Hari Ini    

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline