"Pemerintah merahasiakan sejumlah informasi terkait penanganan Covid-19. Tidak semua informasi memang bisa disampaikan ke publik agar tidak menimbulkan kepanikan.
Saya sampaikan penanganan pandemi Covid-19 terus menjadi perhatian kita. Memang ada yang kita sampaikan dan ada yang tidak kita sampaikan. Karena kita tidak ingin menimbulkan keresahan dan kepanikan di tengah masyarakat.
Pemerintah tanpa henti mengupayakan kesiapan dan ketangguhan dalam hadapi pandemi ini. Langkah-langkah serius telah diambil untuk menangani pandemi yang jumlahnya di dalam negeri sudah mencapai 34 kasus.
Tetapi juga saya sampaikan, di saat yang bersamaan kita tidak ingin menciptakan rasa panik, tidak ingin menciptakan keresahan di tengah masyarakat. Oleh sebab itu, dalam penanganan memang kita tidak bersuara."
Juri Ardiantoro, Deputi IV Bidang Komunikasi Politik dan Desiminasi Informasi Kantor Staf Kepresidenan,
"Keterbukaan informasi terkait virus corona ( Covid-19) harus diukur, apakah keterbukaan itu akan membuat masyarakat semakin waspada atau justru sebaliknya masyarakat akan menjadi semakin panik
Makanya kemudian pemerintah melalui Kementerian Kesehatan tentu sangat berhati-hati untuk menangani kasus-kasus yang ada dan kemudian penanganan penyebarannya Kepanikan bisa berimbas pada munculnya tindakan yang kontra produktif di masyarakat. Oleh karena itu, pemerintah sangat berhati-hati dalam menyampaikan informasi terkait Covid-19.
Karena itu, memang pemerintah tidak serta merta menggunakan istilah-istilah atau jargon-jargon atau kebijakan-kebijakan yang bisa membuat masyarakat semakin panik.
Cipanas, Jawa Barat | Virus Corona atau Covid-19 membuat heboh Nusantara? Tidak juga. Kehebohan tersebut, hanya di Media Pemberitaan, Media Penyiaran, Medsos, dan Masyarakat Perkotaan. Lalu, bagaimana dengan mereka yang jauh dari hiruk pikuk Perkotaan atau pun Metropolis/tan, paling tidak berdasar hasil pengamatan dan dialog dengan orang-orang yang sekitar sini; tempat saya menulis artikel ini; mereka biasa-biasa saja.
Dari percakapan di Kedai Kopi, justru ada sejumlah kenalan baru yang bertanya, tentang apa-apa yang mereka lihat di Media TV dan baca di pesan WA; apakah betul yang tiba-tiba mati atau tewas, atau pun yang terlantar di RS, dan lain sebagainya. Terpaksa, saya harus meluruskan informasi.
Mungkin saja, terjadi hal sama di berbagai pelosok dan pedesaan Tanah Air, yang jauh dari kota-kota besar; walau mengikuti berita melalui Media, mereka lebih tenang, tidak panik, serta tetap beraktivitas seperti biasa.
Dan itu, mematahkan tesis baku pada/di kalangan praktisi Informasi Publik, bahwa, 'Seluruh masyarakat akan terpengaruh dengan informasi yang TSM; dan diikuti dengan pergerakan sesuai informasi tersebut;' agaknya, publik semakin cerdas menyaring informasi. Atau, mungkin saja dengan gaya hidup sehat, justru menjauhkan mereka dari Covid-19.
Apalah itu, yang pasti, diakui atau tidak, saat ini ada dua kubu infomasi tentang Covid-19; pertama, dari Gugus Tugas yang dibentuk Pemerintah, dan yang kedua, informasi yang tak jelas sumber, data, dan fakta.
Sumber yang pertama, menyampaikan informasi secara utuh, tenang, dengan bahasa lugas, dan berupaya agar tidak terjadi kepanikan publik; termasuk yang dicurigai, terinfeksi, dan sakit, meninggal, dan sembuh. Sedangkan sumber kedua, hanya blow up yang terduga dan menderita, dan meninggal, bahkan lebih pada sudah terinfeksi dan meninggal; sementara yang sembuh justru di black out.