"Sampai saat ini proses penyusunan undang-undang Omnibus Law Perpajakan masih belum rampung. Dari rencananya, pemerintah masih berusaha mendapat pemasukan pendapatan dari transaksi online, semisal e-commerce. Diberitakan, pihak e-commerce pun menyambut baik dengan syarat: pemerintah juga harus mengambil pajak pada transaksi di media sosial dan WhatsApp," - Kompasiana.
Cipanas, Jawa Barat | Kutipan dia atas merupakan rencana, 'rencana,' wacana, atau sekedar isu untu mendapat perhatian publik? Tapi, jika rencana tersebut bukan sekedar 'rencana' dan wacana, maka satu dua tahu ke depan, (akan) terjadi penurunan transaksi (non-tunai) atau online; atau semakin menaik karena unsur keamanan sangat terjamin.
Saat ini, memang transaksi keuangan online dilakukan melalui perangkat milik Bank seperti ATM, Aplikasi, dan bergai jenis kartu yang dikeluarkan oleh Bank dan Lembaga Keuangan bukan bank. Selain itu, harus diakui bahwa transaksi online, juga dilakukan melalui sejumlah aplikasi bukan milik Bank seperti Ovo atau pun Gopay. Semuanya itu, menjadikan semakin banyak orang tidak perlu menyediakan banyak uang di dompet; lemahnya, hanya bisa terjadi jika akses internet menurun atau tidak mendukung.
Hingga kini, aplikasi-aplikasi bukan milik Bank tersebut, belum jelas sebagai apa. Apakah sebagai aplikasi 'setara' Media Sosial atau sebagai "Aplikasi Keuangan bukan milik Bank.'' Sebutan atau namanya saja, cukup buat bingung.
Tapi, kemudahan seperti itu, ke depan jika Pemerintah jadi 'menarik' pajak dari transaksi yang remeh dan kecil-kecil tersebut, maka akan terjadi berbagai kemungkinan, utamanya adalah kenaikkan biaya atau harga karena ditambah pajak. Penambahan pajak itulah, yang bisa menurunkan minat orang bersanksi secara online.
Misalnya, biaya transaksi antarbank melalui Aplikasi milik Bank, antara Rp 6.500 - 10.000, akan bertambah mahal jika ditambah pajak; pembayaran transportasi online, bertamab sekian rupiah untuk pajak; pokoknya, semua jenis transaksi dari paling murah dan remeh, harus ditambah pajak. Jadi, akan ada pertambahan jumlah uang yang keluar dari rekening untuk pembayaran online.
Nah, jika terjadi seperti itu, kemungkinan orang akan meningalkan transanksi kecil-kecil; atau hanya dilakukan jika mendesak. Selebihnya, mereka akan kembali ke transaksi manual atau tunai sebab tak ada penambahan biaya.
Tapi, ada baiknya, Negara menarik pajak dari Transaksi Kecil namun sering digunakan atau terjadi, Transaksi Besar, Barang dan Jasa Kategori Mewah, atau bahkan Negara memajak lebih tinggi dari Orang-orang yang memiliki isteri lebih dari satu, termasuk isteri-isteri tersebut sebagai 'benda/harta bergerak yang terkena pajak.' Ini, baru adil.
Opa Jappy | Indonesia Hari Ini
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H