Sekitaran Universitas Indonesia, Depok JawaBarat | Para pengguna setia Commuter Line Jabodetabek pasti setuju dengan saya bahwa moda transpotasi tersebut telah menjadi pilihan utama karena murah meriah, tak macet, and tanpa telat, apalagi tampilan stasiun KA di tengah kota menyurupai mall. Juga, area seputaran stasiun dan sepanjang rel hampir tak ada rumah kumuh, sampah, pengemis dan gelandangan; rel pun dibatasi dengan pagar besi rapi, indah dipandang, dan tidak menyeberang melalui jalan KA atau rel.
Namun, upaya PT KAI menata dan merapikan jalur rel dengan cara memagari jalan KA tersebut, sekaligus menutupi akses penyeberangan penduduk yang ada di sekitaran rel (ara kiri dan kanan); sapalagi di banyak tempat PJKA tidak menyediakan Jempatan Penyeberangan Orang atau JPO.
Misalnya, jalur KA dari arah Pasar Minggu hingga Bogor; hanya ada beberapa JPO, padahal sepajang jalur tersebut (kiri dan kanan) ada ratusan ribu (mungkin mencapai sekian juta) penduduk dari ratusan perkampungan, komunitas masyarakat, puluhan Desa dan Kelurahan. Mereka pun menjadi terpisah oleh pagar rel; dan jika mau ke seberang, (ke sekolah atau pun pasar) harus memutar lebih sekian kilometer atau pun dengan kendaraan. Sungguh sikon yang tidak praktis dan membuang waktu.
Protes dari warga pun dianggap sepi oleh PT KAI, karena apa yang mereks lakukan tersebut sudah sesuai dengan UU RI No 23 tentang Perkeretaapian.
Dengan demikian masyarakat pasrah; PT KAI pun tidak mengizinkan warga menyeberang melalui pintu stasiun; jika mau lewat, maka harus beli 'tiket penyeberangan,' layaknya tiket untuk sekali perjalanan KA.
Sikon tersebut telah terjadi sejak tahun 2016; misalnya di Lenteng Agung Jakarta Selatan, dan hingga kini tidak ada tanda-tanda bahwa PT KAI atau pun Pemda DKI Jakarta membuat JPO. (Note: Permintaan membuat JPO tersebut sudah disampaikan ke Pemda sejak tahun 2017; saya termasuk yang meminta langsung ke Gubernur DKI Jakarta pada waktu itu).
Kini, empat tahun telah berlalu, sejak penutupan akses warga, tetap tidak berubah. Warga pun melakukan 'langkah terpaksa' yaitu memotong pagar besi agar bisa menyeberang. Itu adalah satu-satunya pilihan.
'Lubang Penyeberangan' menjadi akses utama warga, pelajar, mahasiswa, pedagang keliling, dan lain sebagainya. Dan merupakan 'Langkah Terpaksa,' maka aksi memotong besi pagar rel tersebut cukup banyak terjadi. Di sepanjang Tg Barat hingga Universitas Indonesia saja, berkembang dari satu lokasi 'lubang penyeberangan,' dalam pengamatan saya, sudah lebih dari 5 tempat menerobos rel.
Melihat kenyataan seperti itu, ditambah lagi adanya korban jawa karena tertabrak Kereta, maka ada baiknya PT KAI dan Pemda DKI Jakarta, dan juga Kodya Depok, Kodya Bogor, dan Kabupaten Bogor, Pemda Prov. Banten, secepatnya membangun JPO di area padat penduduk sepanjang jalur Commuter Line Jakarta ke Bogor atau pun Jakarta ke Bekasi dan Cikarang, Jakarta ke Banten dan seterusnya.
Nah. Jika bukan sekarang, kapan lagi?
Opa Jappy | Indonesia Hari Ini