Beberapa hari yang lalu, Center for Strategic and International Studies atau CSIS merilis hasil survei yang cukup membuat publik prihatin. Keprihatinan itu karena, menurut CSIS, sebanyak 7% pemilih tetap atau DPT atau sekitar 13 juta orang telah bencana libur pada waktu pemungutan suara.
Khususnya, dari 13 juta pemilih yang (akan) berlibur pada 'Tanggal Pilpres' tersebut, sebanyak 21,4% adalah umat Kristen dan Katolik. Jadi, mereka berlibur sekaligus tidak ikut memilih Presiden.
Padahal, para pemilih Kristen dan Katolik tersebut, yang membuat Jokowi unggul dari Prabowo. Menurut CSIS, pada Pemilu 2014, pemilih Jokowi-JK mayoritas berasal dari pemilih nonmuslim, sedangkan Prabowo, mengungguli Jokowi pada pemilih muslim.
Pada waktu itu, Prabowo mendapat 6% suara pemilih Muslim lebih banyak daripada Jokowi; namun Jokowi tertolong pemilih Kristen, Katolik, Hindu, Budha, Kong Hu Cu, dan lainnya.
Tanggapan Presiden Joko Widodo
Hasil survei CSIS tersebut, sekaligus menunjukan potensi pada 17 April 2019, sekitar 13 juta orang tidak memilih atau Pileg dan Pilpres kehilangan 13 juta suara. Dan, itu juga berarti berkurangnya suara yang memilih salah satu dari dua pasangan Capres/Cawapres.
Potensi kehilangan suara karena Si Empunya Suara berlibur itu, juga menjadi perhatian Presiden Joko Widodo. Oleh sebab itu, kepada publik (di Bogor melalui Media, 29 Maret 2019), Presiden berpesan bahwa,
"Kalau mau berlibur, silakan nyoblos dulu. Jam 8, jam 9 kan bisa nyoblos, setelah itu langsung terbang, silakan. Kita semuanya harus berpartisipasi dalam kontestasi politik lima tahunan.
Setiap kali berkunjung ke daerah, saya selalu menggemakan jangan golput. Karena, negara telah mengeluarkan dana besar untuk menyelenggarakan pemilu.
Pemilu ini, pileg, pilpres menghabiskan biaya yang triliunan. Sangat rugi besar kalau tidak menggunakan hak pilih kita, karena ini menentukan arah negara ke depan."