Ketika itu, sekitar 4 tahun lalu, Yuni Sunlay baru berusia 20, ibu satu anak ini, hendak membuang sampah di tempat sampah tidak jauh dari rumahnya RT 018/RW 006, Kelurahan Oesapa Barat, Kecamatan Kelapa Lima, Kota Kupang. Ternyata di sekitar tempat tersebut ada mobil jeep berwarna hitam.
Tiba-tiba, dari dalam mobil itu, keluar seorang lelaki dengan wajah tertutup masker kain; laki-laki-laki itu sambil membekap Yuni dan memaksanya masuk ke dalam. Yuni memberontak, dan menolak masuk ke dalam mobil, laki-laki itu tetap memaksa; di dalam mobil tersebut terdapat dua orang perempuan. Setelah dalam mobil, tiba-tiba ia tidak sadarkan diri.
Setelah sadar, Yuni menyadari bahwa dirinya telah diculik; dan bersama dua perempuan yang senasib dengannya dikurang dalam rumah; belakangan Yuni mengenal nama mereka yaitu Meri dan Anisa asal Oesapa. Melalui kaca jendela, Yuni melihat bahwa mereka berada tak jauh dari rumahnya atau atau masih sekitar Oesapa. Tak lama setelah sadar, seorang laki-laki dengan wajah tertutup masker, membujuk Yuni, Meri, dan Anisa bekerja dengan gaji besar.
Yuni yang tertarik dengan bujukan tersebut, meminta agar berpamitan keluarga, namun tidak diizinkan oleh para penculik. Di tempat penampungan tersebut, ketiganya disekap selama tiga hari, dengan sikon yang memprihantinkan. Termasuk memberi makan seadanya, itu pun hanya nasi dan tempe, dilempar melalui pintu ke hadapan Yuni dan kedua kawannya.
Tiga hari kemudian, ketiganya dibawa ke Jakarta menggunakan pesawat; dan langsung menuju Depok, Jawa Barat; mereka kembali disekap dalam ruang yang sempit dan disuntik sehingga tidak sadar. Beberapa waktu kemudian, seorang laki-laki tak dikenal membawa ke warung (mungkin ruko) dan ditinggalkan di tempat tersebut. Di tempat tersebut, mereka, Yuni, Meri, dan Anisa, disuntik agar tak sadarkan diri. Jika mereka sedikit sadar, maka akan disuntik lagi sehingga tetap tidak sadar
Kira-kira sehari kemudian, Yuni dan kedua temannnya dengan kawalan laki-laki yang tak dikenal, dibvawa keluar ruang sekapan. Di depana mereka ada seorang ibu. Lak-laki tersebut meminta ibu tersebut agar memilih salah satu dari antara mereka; dan Yuni lah yang dipilih, serta langsung membawa Yuni ke toko atau rumahnya. Sejak saat itu juga, Yuni berpisah dengan dua temannya yang senasib; dan tidak mengetahui keberadaann Meri dan Anisa hingga kini.
Dari penyekapan, Yuni dipekerjakan sebagai pembantu warung di Depok, Jawa Barat selama kurang lebih tiga bulan; selama itu, Yuni tak pernah tahu nama majikannya. Setelah memasuki bulan ketiga, Yuni meminta upah kerjanya; tapi bukan memberi uang, melainkan majikannya menyiram tangan Yuni dengan air panas. Yuni pun berteriak kesakitan karena kulit kedua lengannya terkelupas dan melepuh akibat siraman air panas.
Beberapa saat kemudian, hanya dengan pakaian di badan, Yuni berlari keluar dari tempat kerjannya, dan bertemu tukang ojek. Kepada si tukang ojek, Yuni secara singkat bercerita tentang dirinya yang disiram air panas oleh majikan. Yuni meminta tukang ojek tersebut membawa dirinya jauh dari Depok sehingga sulit dicari oleh majikan.
Si tukang ojek yang baik hati itu membawa Yuni ke Kebayoran; di pinggir rel dekat Stasiun KA Kebayoran. Sejak itulah, Yuni hidup bergelandang di sekitar Staisun KA Kebayoran Jakarta Selatan.
Ia bertahan hidup dengan belas kasihan orang lain, meminta-minta atau pun menjual rombengan atau apa saja, demi mempertahankan hidup, termasuk lari bersembunyi ke warung Mba Atun jika ada razia dari Kamtib atau pun Satpol PP Jakarta Selatan.
Dalam sikon seperti itu, pada suatu malam, Yuni tergeletak tak berdaya karena deman di bawah jalan layang dekat stasiun Kebayoran. Dalam keadaan derita itu, tak lama berselang, seorang pria paruh baya, melewati tempat Yuni berbaring. Yuni pun berseru kepadanya agar menolong dirinya. Hingga beberapa kali Yuni berteriak ke laki-laki itu, belakangan baru Yuni mengenalnya bernama Agus, seorang pekerja informal.