Dua Catatan Awal
Catatan I: Kofi A. Annan, (Mantan) Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa
Betapa menyenangkan karena di dunia ada kecenderungan ke arah demokratisasi dan penghargaan terhadap hak asasi manusia. Tak kurang dari 120 negara kini telah menjalankan pemilihan umum yang jujur dan adil, dan sejumlah besar konflik internal berakhir dengan perdamaian yang dirundingkan, termasuk sistem pemilihan umum yang ditujukan untuk membangun struktur politik yang dapat diterima semua pihak. Pihak-pihak ini pun telah bersepakat untuk menghasilkan penyelesaian damai yang berkelanjutan melalui transisi demokratis.
Prinsip-prinsip demokrasi telah menyediakan titik tolak untuk mengimplementasikan penyelesaian yang demikian, yang biasanya tidak hanya melibatkan demokratisasi sebuah negara tetapi juga memberi kekuasaan lebih kepada masyarakat madani. Sekali para aktor politik mengakui kebutuhan akan pengelolaan damai untuk konflik yang mengakar, sistem yang demokratis bisa membantu mereka mengembangkan kebiasaan untuk berkompromi, bekerjasama dan membangun konsensus. Ini bukan pernyataan abstrak, akan tetapi kesimpulan praktis yang ditarik dari pengalaman PBB dalam penyelesaian konflik di lapangan.
Sumber: Adaptasi Demokrasi dan Konflik yang Mengakar: Sejumlah Pilihan untuk Para Negoisator, Institute for Democracy and Electoral Assistance
Catatan II: Kampanye
Sederhananya, kampanye adalah memberitakan (menyampaikan sesuatu melalui tulisan, gambar, suara dengan berbagai media) daya tarik untuk mendapat perhatian, dukungan, dan pilihan. Isi pemberitaan itu, antara lain kapasitas, kualitas, bobot, prestasi, kelebihan (berdasar data, fakta, arsip, hasil yang telah ada/dicapai), dan keuntungan jika memilih sesuai yang dikampanyekan.
Kampanye bisa dan biasa dilakukan oleh/pada berbagai kegiatan; dan utamanya pada proses pemilihan pimpinan (dan pengurus) di pada organisasi tertentu (ormas, keagamaan, kegiatan sekolah, kampus, dan partai politik), dan yang paling umum dilakukan adalah pada kegiatan politik, [Sumber: Opa Jappy].
Sekian hari atau bulan sebelum Pemilu, umumnya terjadi atau ada kegiatan-kegiatan yang disebut Kampanye; sayang kegiatan-kegiatan kampanye tersebut, pada banyak tempat, bukan merupakan edukasi politik (kepada massa atau pemilih), melainkan, seringkali terjadi upaya pembodohoan, input benci dan kebencian, serta membangun militansi yang membabi buta.
Akibatnya, Pemilu yang harusnya dapat diprediksi, diatur dalam hukum yang dapat dimengerti oleh umum dan dapat diterapkan secara universal, menjadi 'legitimasi perbedaan, gap dan skisma sosial. Juga, akibat lainya, Pemilu sebagai usaha pembentukan (kembali) Persatuan dan Kesatuan Bangsa, malah jadi alat pemecah belah bangsa. Tragis.
Oleh sebab itu, Parpol atau pun kandidat Anggota Parlemen harus melakukan kampanye (diri) politik 'ya' atau 'tidak' yang memecah belah, sentimen SARA, perlawanan terhadap Negara dan Idiologi (yang telah diterima secara) Nasional.