Tentang Dirgahayu dan Terharu
Kata 'Dirgahayu,' kata serapan dari bahasa Sanskerta, bermakna 'panjang umur' atau berumur panjang;' biasanya dihubungkan dengan perayaan 'penambahan usia atau umur suatu lembaga atau institusi.
Misalnya, Dirgahayu Garuda Indonesia, Dirgahayu TNI, Dirgahayu RI, Dirgahayu Kemerdekaan Republik Indonesia, Dirgahayu Kemerdekaan Kita (Kita sebagai Bangsa dan Negara yang Merdeka). Jadi jangan salah kaprah, Dirgahayu RI ke 73 atau Dirgahayu ke 73 RI
Kata 'Terharu,' merupakan reaksi atau pun tampilan diri (seseorang) yang muncul akibat dari rasa (perasaan) iba, kasihan, sedih dan kesedihan yang mendalam. Hal tersebut karena melihat atau mendengar sesuatu.
Apa-apa yang terlihat dan terdengar (sehingga menimbulkan haru, keharuan, terharu) tersebut, biasanya adalah sesuatu yang menyentuh emosi (misalnya nyanyian atau pun musik), sesuatu yang tidak seharusnya terjadi, (harus atau menolak) menerima hal berbeda dengan yang diharapkan, melihat sesuatu yang tidak sesuai dengan keinginan hati, adanya kehilangan sesuatu yang dikasihi, disayang, dimiliki dan sejenis dengan itu.
Anak-anak Bangsa yang Terharu
Enam Hari yang Telah Berlalu. Ketika itu (ada) pengumuman Capres/Cawapres untuk Pilpres RI Tahun 2019; saya kebetulan bersama teman-teman di area publik, dan mendengar nama-nama yang disebutkan, semua terdiam, sunyi, mendadak kehilangan ceria dan keceriaan bersama. Dalam kesunyian itu, pada wajah beberapa teman (terutama perempuan), terlihat butiran kecil air mata; wajah yang lain pun, memerah penuh keharuan.
Kesunyian itu berdurasi beberapa menit; saya pun memecahkan keheningan dengan berkata datar, "Yah ...... Kita harus menerima putusan Presiden Jokowi sebagai Kandidat Presiden pada 2019."
Seorang teman dekat, juga berkata, "Sama lah, kelompok sana pun harus menerima kejutan dari Prabowo." Benar, pada waktu itu, kedua belah pihak telah memberikan kejutan ke rakyat Indonesia.
Dua-duanya, membuat banyak orang terharu, karena harapan mereka tidak mencapai kenyataan, dan sekaligus memunculkan pertanyaan yang sama, "Mengapa dia/ia yang dipilih dan terpilih?"
Pada sikon dalam keharuan itu, tiba-tiba seorang teman dengan lancar menyebut 'daftar dosa' (yang baginya) tak terampun, dan tak bisa menerima Sang Cawapres tersebut. Juga, ada teman lain, yang nyaris sama; ia menyampaikan kekurangan dan minusnya Cawapres dari sebelah.