Depok, Jawa Barat | Siapa yang menjadi Pasangan (Bakal) Calon Presiden dan Wakil Presiden yang (akan) maju pada Pilpres RI Tahun 2019? Belum ada jawaban yang pasti padahal sudah mendekati waktu akhir pendaftaran Bakal Calon di KPU Pusat. Publik mungkin saja pahami tentang 'belum mendaftar' tersebut; karena dipengaruhi oleh banyak faktor.
Misalnya pada Kubu Petahana, masih berada pada perundingan politik di area elite Parpol; sementara di pihak 'penantang' masih terjadi tarik ulur tentang 'siapa yang seharusnya' paling pas. Intinya, kedua kubu masih saling 'mengintip dan melirik' tentang siapa jagoan yang diajukan lawan, walau sudah terlihat dua gerbong utama yaitu Joko Widodo (Petahana) dan Prabowo Subianto (Penantang).
Pada sisi petahana, agaknya kandidat (bakal) calon presiden (terlihat) mengerucut pada Prof. Mahmud MD, Jend (Purn) Moeldoko, dan Jusuf Kalla (jika menang gugatang di MK). Namun, siapa calon pada pihak penantang? Ini yang menarik, karena Parpol pendukung dan pengusung Prabowo Subianto masih 'bongkar pasang simulasi politik.'
'Simulasi Politik' tersebut sangat penting, karena siapa pun yang terpilih dan dipilih oleh Prabowo (dan Gerindra dan kawan-kawan) harus memenuhi syarat utama yaitu, (i) memiliki dukungan politik (yang kuat), (ii) dikenal publik, (iii) mampu membawa dan mengumpulkan suara pemilih, dan (iv) terutama bisa (ikut) membiayai (dan menyumbangkan) dana kampanye Pilpres.
Walau ada tiga hal penentu, sejumlah pengamat dan rekan menyatakan bahwa, siapa pun (bakal) Calon Wakil Presiden pada pihak penantang adalah yang sanggup membiayai biaya kampanye Pasangan Capres dan Wapres; tentang pengalaman dan kemampuan untuk menjadi Wapres (nanti), itu kurang diperhatikan oleh Prabowo dan Gerindra. Nah.
Dengan demikian, karena faktor dana tersebut, maka terlihat intensitas pertemuan antara Petinggi Gerindra dan Demokrat (dan di dalamnya ada pelibatan SBY serta Agus Harimurti Yudhoyono). Sementara itu, PAN dan PKS (dan mungkin Parpol baru lainnya), belum bisa diandalkan untuk menyumbang dana serta ketahuan 'diterima publik atau tidak.'
Jadi, jika Gerindra (serta Parpol Pengusung dan Prabowo) utamanya mempertimbangkan 'sanggup membiayai biaya kampanye Pasangan Capres dan Wapres' maka yang tercipta adalah paduan PS-AHY. Dan itu, meniadakan (bakal) calon wakil presiden yang disodorkan, misalnya, PAN dan PKS. Namun, ini juga bisa 'membayakan' Prabowo, jika ia menolak calon dari PKS dan PAN, kemudian kedua Parpol tersebut (utamanya PKS menjadi marah), maka Prabowo pun bisa kalang kabut.
Nah.
Singkat kata, paduan Prabowo-AHY merupakan langkah yang politik yang realistis, pragmatis, dank arena alasan yang sangat masuk akal yaitu kebutuhan dana Kampanye Pilpres. Dengan itu, tiada ada alasan lain pada Prabowo (dan Gerindra) untuk menolak AHY (dan Demokrat).
Penenpatan AHY sebagai pasangan Cawapresnya Prabowo, tentu saja (akan) membuat PAN dan PKS tersisih dari 'lingkaran Prabowo.' Dilema bagi kedua Parpol tersebut. Menerima AHY (di samping Prabowo) dan mendukung pasangan tersebut; atau berpihak ke Koalisi Pendukung Jokowi.
Maka pada Pilpres RI 2019 akan berhadapan Prabowo + AHY Vs. Jokowi + (Entah Siapa)