Lihat ke Halaman Asli

Opa Jappy

Orang Rote yang Bertutur Melalui Tulisan

MK Membatalkan Pasal dan Ayat-ayat Krusial di UU No 2 Tahun 2018 tentang MD3

Diperbarui: 29 Juni 2018   16:44

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dokumenetasi Pribadi | Perwakilan Presidium Rakyat Menggugat di depan Gedung MK, 28 Juni 2018

Catatan I: Anggota Parlemen Tak Layak Memiliki Hak Imunitas

Namun, bagaimana jika di balik atau atas nama Hak Imunitas Anggota Parlemen, mereka (ada anggota parlemen ) mal-prestasi, tidak beriteraksi dan tak perjuangkan aspirasi pemilih, melanggar kode etik sebagai Anggota Parlemen, melakukan kebohongan serta pembohongan publik!?

Atau, jika anggota parlemen, lebih suka mengurus bisnis daripada hadir di/dalam persidangan Parlemen; melakukan sesuatu yang bisa dinilai sebagai tidak setia terhadap mandat diberikan; melupakan janji-janji politik selama kampanye; menutupi komunikasi dan interaksi dengan pemilih; apakah mereka tidak boleh ditegur oleh sesama di Parlemen (misalnya Mahkamah Kehormatan DPR) sesuai aturan yang berlaku? [Selanjutnya KLIK]

Catatan II: Penolakan Publik

Sejatinya DPR yang telah menyetujui UU MD3 No.02 tahun 2018, bertujuan agar anggota Parlemen memiliki sejumlah keistimewaan, di ruang public, termasuk 'nyaris' tak tersentuh hukum jika mereka melalukan berbagai pelanggaran, termasuk bertindak atau pun berkata tak sesuai etika. Keistimewaan itulah yang mendapat penolakan publik.

Salah satu kelompok masyarakat yang menolak MD3, tepatnya pasal dan ayat krusial di UU No 2 tentang MD3, yaitu  Presidium Rakyat Menggugat. Presidium Rakyat Menggugat atau PRM merupakan gabungan berbagai organisasi dari berbagai daerah yang memiliki latar belakang visi dan misi yang sama dalam memperjuangkan kebebasan menyampaikan pendapat.

Menurut Humas Presidium Rakyat Menggugat, Sisca Rumondor, "UU MD3 No.02 (2018) merupakan produk hukum yang anti demokrasi, pengukuhan tirani legislatif dengan menciptakan hukum yang tajam kebawah dan tumpul diatas. 

Ada tiga pasal yang di uji materinya, yaitu pasal 73 ayat 3 dan 4, pasal 122 L dan pasal 245. Oleh sebab itu, PRM menolak segala upaya anggota MPR/DPR memperisai diri lewat produk hukum yang bertentangan dengan Konstitusi dan menciptakan segala bentuk norma untuk mengkriminalisasi kebebasan berpendapat." 

Pada 15 Maret 2018l, upaya PRM memberi kuasa kepada 10 Kuasa Hukum yang diketuai oleh Rinto Wardana SH, MH untuk mengajukan gugatan ke/melalui Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia. Persidangan di Mahkamah Konstitusi, dimulai sejak 4 April 2018; bahkan pada Sidang IV di MK, PRM memngajukan saksi ahli, Dr. Manotar Tampubolon, SH, MA, MH, dari Pasca Sarjana Universitas Kristen Indonesia.

Setelah hampir tiga bulan MK melakukan persidangan, 28 Juni 2018, Dewan Hakim Mahkamah Institusi Republik Indonesia memutuskan gugatan uji materi yang diajukan oleh PRM dan sejumlah kelompok masyarakat lainnya.

Pada 28 Juni 2018, Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan sebagian permohonan uji materi UU MD3 tersebut. Ketua Majelis Hakim Konstitusi Anwar Usman ketika menyatakan bahwa, "Amar putusan menyatakan, mengabulkan permohonan para pemohon untuk sebagian." [selanjutnya lihat video penjelasan dari Tim Pengacara PRM]

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline