Selain DKI Jakarta, maka Sumatera Utara, Jabar, Jateng, dan Jatim adalah provinse-provinsi yang Pilkadanya menarik perhatian banyak orang, termasuk saya. Provinsi-provinsi yang disebut belakangan, menjadi perhatian publik karena faktor pemilih tetap sangat besar, juga sejumlah tokoh terkenal berupaya merebut tempat sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur di daerah-daerah tersebut.
Kali ini, perhatian saya ke Jatim, provinsi yang pernah saya tinggal selama tiga tahun, bahkan anak pertamaku lahir di Surabaya. Uniknya pada Pilkada Jatim 2018, terjadi persaingan antara dua nama besar yaitu Khofifah Indar Parawansa dan Saifullah Yusuf. Keduanya pernah menjadi pasanagn Kandidat pada Pilkada sebelumnya, Khofifah menjadi calon gubernur dan Saifullah menjadi calon wakil gubernur, 2018, keduanya berhadapan sebagai sama-sama calon gubernur.
Pada Pilkada Jatim 2013, Khofifah yang seharusnya menjadi Gubernur Jatim, justru dikalahkan oleh KPUD Jatim dan MK era Akil Muchtar (yang kemudian ditangkap karena kasus korupsi). Ketika itu, mantan Ketua MK Akil Mochtar mengaku, pemenang dalam Pilkada Jatim sebenarnya adalah pasangan Khofifah Indar Parawansa-Herman S Sumawiredja, bukan Karsa.
Putusan terhadap kemenangan Khofifah-Herman itu bahkan sudah diputuskan 7 hari sebelum amar putusan dibacakan MK pada 7 Oktober 2013. Tetapi, ketika amar putusan MK tersebut dibacakan, MK memperkuat keputusan KPUD Jatim yang menetapkan pasangan Soekarwo-Saifullah Yusuf (KarSa) sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur terpilih untuk Provinsi Jatim periode 2013-2018. Khofifah kalah karena 'ada faktor lain.'
Kini, 2018 Khofifah Indar Parawansa berpasangan dengan Emil Dardak dan Saifullah Yusuf berpasangan dengan Puti Guntur Soekarno (Generasi ketiga dari Trah Soekarno, yang terangkat ke permukaan area dan arena perpolitikan Indonesia). Emil Dardak adalah Bupati Trenggalek dan juga cucu dari KH Mochamad Dardak, ulama yang disegani di Trenggalek. Sementara Puti Guntur adalah anggota DPR dari PDI-P yang juga cucu dari Presiden Pertama RI Bung Karno. Kedua calon wakil gubernur tersebut, walau kurang dikenal, namun dinilai publik jawa Timur mampu memperkuat calon gubernur atau Gubernur Jatim (jika terpilih).
Khofifah-Emil yang diusung koalisi PPP, Golkar, Hanura, PAN, Nasdem, dan Demokrat; sedangkan Saifullah-Puti yang diusung koalisi PDI-P, PKB, Gerindra, dan PKS. Kedua pasangan tersebut, mempunyai wakil yang nyaris tidak terkenal, namun Khofifah dan Saifullah, bisa disebut sama-sama terkenal dan dikenal oleh masyarakat Jawa Timur; dan juga dua-duanya berbasis massa warga Nahdlatul Ulama.
Kesamaan basis masa, pendukung atau warga yang mendukung, populeritas, dan penerimaan publik, serta potensi (kemungkinan) terpilih tersebut, juga menjadi perhatian Litbang Kompas. Hasil Survey Kompas antara lain
- Pasangan Khofifah-Emil dan Saifullah-Putih sama-sama dikenal, populer, dikenal sebagai tokoh dalam bidangnya masing-masing; dan sama-sama mendapat dukungan dan respons publik atau pemilih Jawa Timur. Kedua pasangan mempunyai peluang yang sama untuk memenangkan Pilkada Jatim
- Elektabilitas Khofifah-Emil, 44,5 %.
- Elektabilitas Saifullah-Puti, 44,0 %.
- Tingkat popularitas Khofifah, 85 %
- Tingkat popularitas Saifullah, 77.6 %
- Tingkat populeritas Emil--Puti, < 40 %
- Warga NU yang (cenderung) memilih Khofifah-Emil, 45,5 %
- Warga NU yang (cenderung) memilih Saiffulah-Puti, 45,7 %
- Pemilih yang sudah mantab memilih Khofifah-Emil, 53,1 %
- Pemilih yang sudah mantab memilih Saifullah-Puti, 56,6 %
- Pemilih berlatar NU memilih Khofifah-Emil, 82 %
- Pemilih berlatar NU memilih Saifullah-Puti, 84 %
Siapa yang Berpeluang Menang
Membaca hasil survey Litbang Kompas di atas, maka hal utamanya adalah kedua pasangan, Khofifah-Emil dan Saifullah-Putih, sama-sama dikenal, populer, dikenal sebagai tokoh dalam bidangnya masing-masing; dan sama-sama mendapat dukungan dan respons publik atau pemilih Jawa Timur. Kedua pasangan mempunyai peluang yang sama untuk memenangkan Pilkada Jatim.
Jika seperti itu, sebagaimana Pilkada, maka harus ada yang menjadi pemenang, dan itu hanya muncul atau terjadi jika pada menit-menit terakhir menuju TPS, pemilih mengalihkan pilihannya. Karena itu, hingga pada Hari Pemilihan, kedua pasangan harus tetap melakukan sosialisasi diri, pengenalan dan memperkenalkan diri kepada publik, publikasikan program (dan visi, misi) unggulan, dan janji-janji politik.
Tanpa Kampanye Hitam