Lihat ke Halaman Asli

Opa Jappy

Orang Rote yang Bertutur Melalui Tulisan

Ia Dosen, Ia Penyebar Hoaks

Diperbarui: 1 Maret 2018   17:07

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber Laman FB dan WA IHI

Suatu waktu di Majelengka, Jawa Barat, entah apa penyebabnya, ada orang biasa yang terbunuh; dan pelakunya mengidap gangguan jiwa alias gila. Berita tentang kematian tersebut, menyebar ke berbagai penjuru, sampai juga TAW, seorang dosen. Ia pun melakukan 'rekayasa berita' sehingga menjadi viral di Media Sosial.

"SIAPA KEMAREN YANG KEPANASAN SUARA ADZAN?? dan seorang Muadzin jadi korban (yang katanya) orang gila???? Innalillahi Wa Innailahi Rojiun, nama beliau Bpk Bahron seorang muadzin di Desa Sindang Kec. Cikijing, Majalengka Jawa Barat. Modus perampokan disertai pembunuhan. Mungkinkah orang gila lagi pelakunya? KEBENARAN AKAN MENEMUKAN JALANNYA DAN ITULAH KEPEDIHAN BAGI PARA PENCIPTA & PEMAIN SANDIWARA INI. ALLAH MAHA MEMBALAS. Aamiin"

TAW menyebarkan berita hasil olahan sendiri yang provokatif, seorang muazin meninggal dunia oleh orang gila, padahal faktanya itu bukan muazin tapi warga biasa.

Berita yang menghebohkan tersebut, menjadi perhatian aparat Polri. Mabes Polri dan Polres Majalengka melakukan penyelidikan dan penyidikan terkait viralnya di media sosial mengenai kasus pembunuhan di Cikijing Kabupaten Majalengka tersebut. Hasil penyelidikan Polri, ternyata berita tersebut tak benar alias hoax. Akibatnya, dalam tempo tak lama Sang Dosen pun ditangkap Polisi karena karena melanggar Pasal 28 ayat 2 Undang-Undang No 11/2008 tentang ITE.

Dokumentasi Riau Pos

Pas dan tepat. Beberapa hari yang lalu, Yayi Haidar Aqua, seorang guru SMA di Banten ditangkap polisi karena menyebarkan hoax, '15 juta anggota PKI dipersenjatai untuk Bantai Ulama.' Ia pun dikenai Pasal 16 Jo pasal 4 huruf b angka 1 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis dan/atau pasal 45A ayat (2) Jo pasal 28 ayat (2) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik tentang SARA dengan ancaman hukuman di atas 5 tahun.  Ia seorang guru, kemarin  TAW, yang juga seorang Dosen ditangkap Polisi karena menyebarkan hoaks.

Dari info profil akun FB TAW, Dosen Bahasa Inggris, ia tergolong memiliki pendidikan tinggi di Universitas (dulu IKIP) Sanata Dharma; universitas swasta terkenal, yang dikelola oleh para Jesuit  di Jogja. Juga, pada akun FB TAW, bisa disebut 90 % postingnya berisi ujar kebencian, fitnah, dan dirinya adalah bagian dari oposisi terhadap pemerintah Jokowi-JK.  

Ok lah, jika Sang Dosen tersebut adalah salah satu orang 'yang berseberangan' dengan pemerintah, khususnya Presiden Joko Widodo, sah-sah saja, karena RI adalah Negara Demokrasi. Namun, tak bermakna bahwa Demokrasi, yang didalamnya ada kebebasan berpendapat dan bebas aktualisasi diri, sekaligus 'merdeka' melakukan orasi, narasi, gambar yang penuh benci, kebencian, dan hoaks. Sebab, kebebasan berdemokrasi pada suatu Negara, tidak membuat seseorang atau rakyat di Negara tersebut, bebas berkata dan melakukan apa saja sesuai kebenaran diri menurutnya atau menurut dirinya benar. 

Nah.

Dengan tertangkapnya TAW, Sang Dosen, maka sekali lagi, saya sampaikan, seperti tulisan saya sebelumnya,  "Jika Guru Penyebar Hoaks ini tak ditangkap dan dihukum, maka cara-cara tak bermartabat dan tidak bermoral seperti Sang Guru Penyebar Hoaks, akan semakin menjadi-jadi. Sehingga besok, dan besok, serta besoknya lagi, akan muncul semakin banyak orang sebagai penyebar hoaks. Maka Indonesia pun ramai dengan Profesor Penyebar Hoaks, Tokoh Agama Penyebar Hoaks, Mahasiswa Penyebar Hoaks, Ibu Rumah Tangga Penyebar Hoaks, dan seterusnya," Sekarang Terbukti,  ada Dosen Penyebar Hoaks.

Besok, siapa lagi 

Menggerikan

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline