Kamar Sebelah, Srengseng Sawah Jaksel--Selamat Hari Batik. Kain warna warni yang bercorak, di Indonesia dikenal sebagai atau disebut batik, sebetulnya memiliki proses panjang.
Lintasan Sejarah
Proses menera kain putih, dan juga tubuh, dengan berbagai gambar dan motif alam sudah ada di Afrika, khususnya Mesir Kuno, dan juga Sumeria, kira-kira tahun 1000 Sebelum Masehi. (Pemuncalannya belakangan dari 'kain tenun,' yang telah ada sejak 2500 SM di Sumeria). Hal tersebut meluas hingga Nigeria, Kamerun, dan Mali, serta di Asia. Motif-motif yang dominan di Afrika seperti binatang buas, tribal, tumbuhan, terutama bunga. Bahkan, pakaian tradisional China, Korea dan Jepang yang aslinya dominal berwarna polos, juga mendapat pengaruh meneraan motif.
Masuknya kain bercorak warna warni ke Nusantara, khususnya Jawa, agaknya bisa terlacak di Candi Sojiwan, Klaten Jawa Tengah.
[Note: Hal ini penting, karena di Nusantara, hanya di Pulau Jawa nyaris tak ditemukan tradisi Tenun Ikat seperti di Timor, Kalimantan, Sumatera, Sulawesi, dan lain-lain].
Candi Sojiwan, dibangun oleh Raja Balitung di zaman Dinasti Mataram Kuno pada abad ke-8, sebagai simbol penghormatan raja kepada neneknya, yakni Nini Rakryan yang beragama Buddha. Pada salah satu relief, diyakini bahwa, adalah kain yang sudah diberi corak, sebagaimana dikenal sebagai batik. Selanjutnya, tak ada catatan tentang kain bercorak tersebut.
Belakangan pada era Majapahit, penggunaan kain atau pun sutera bercorak di kalangan bangsawan, mendapat pengaruh pakaian tradisional China atau pun sisa-sisa tentara Kublai Khan. Dan pakaian keluarga kerajaan, pejabat istana dan bangsawan.
Nantinya, setelah keruntuhan Majapahit, kerajaan-kerajaan yang muncul kemudian, misalnya Mataram, mengembangkan pakaian dengan kain bercorak atau pun aneka motif. Karena banyak dari pembesar tinggal di luar keraton, model berpakaian itu dibawa keluar dari keraton dan dihasilkan pula di tempatnya masing-masing.
Kosa Kata Batik
Di Indonesia, kosa kata Batik, dipakai untuk menyebut kain putih yang ditera corak (titik, gambar, tulisan, dan lain-lain) pada kain putih. Proses itu disebut matik (dari bahasa Jawa, 'tik' atau titik). Matik (kata kerja yang bermakna sementara membuat titik), kemudian berkembang menjadi 'mbatik;' dan hasil dari 'mbatik' tersebut "batik."
Bahan-bahan pewarna yang dipakai ketika membatik adalah pohon mengkudu, tinggi, soga, nila, soda abu, garam dan tumbuhan pewarna lainna.