Lihat ke Halaman Asli

Opa Jappy

Orang Rote yang Bertutur Melalui Tulisan

Redenominasi Rupiah

Diperbarui: 26 Juli 2017   12:35

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pernyataan Gubernur Bank Indonesia beberapa waktu yang lalu, sangat menarik (lhat suplemen). Menarik, karena jika semuanya lancar,  maka uang NKRI, menjadi alat tukar yang mahal atau hampir setara, bahkan lebih tinggi, dari uang negara lain.

Mungkin karena minim publikasi "berbau politik," pernyataan Gub BI tersebut, agaknya kurang mendapat perhatian publik. Namun, reaksi muncul dari mereka yang pada pertengahan dekade '60 - '70 sudah dewasa, dan kini telah Opa Oma, ingat masa sanering Rp 1.000.-  menjadi Rp 1.-

Pada waktu, peredaran Rupiah sangat banyak dan luar biasa, sehingga angka harga dan beli barang serta jasa pun bisa mencapai enam digit. Sanering diperlukan agar "menpermurah" harga barang dan jasa, namun mempermahal mata uang rupiah.

Bagaimana dengan Redenominasi?

Menurut Gub BI, redenominasi adalah penyederhanaan mata uang; ini perlu penjelasan yang detail ke publik.

Saya jadi ingat, tahun 60an, masih ada Rupiah memiliki 1 sen, 5 sen,  10 sen atau satu ketip, dan 1 ringgit atau Rp 2.5.-  Ada juga Rp 5.- Rp 10.- Mata uang "kecil dan receh" tersebut kemudian ditiadakan, sebagai "bentuk penyerderhanaan mata uang."

Kini, Rupiah mulai 100, 200, 500, 1000, 2000, 5000, 10.000, 20.000, 50.000,100.000; angka atau nilai di bawah 100 rupiah, hanya "sebutan," tapi tak ada bentuknya.

Lalu, apa yang mau di-redenominasi oleh Bank Indonesia? Itu, yang dipertanyakan publik.

Sederhakan percahan mata uang sehingga tak lagi ada mata uang "murah atau recehan?"  Atau, BI mau "menaikan value rupiah sehingga sejajar" dengan mata uang Luar Negeri.

Jika yang dimaksud BI bahwa redenominasi sebagai upaya "menaikan value rupiah," maka publik tak perlu kuatir adanya sanering. Mungkin, yang agak kaget adalah, misalnya, WNI yang bekerja dengan gaji dollar, karena akan mendapat rupiah yang sedikit.

Di balik itu, dampak dari "menaikan value rupiah," akan membuat harga barang dan jasa inport pun menurun karena gap nilai tukar yang kecil. Mungkin lah.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline