[caption caption="Sumber: Pribadi"][/caption]
Suplemen:
Ada tulisan lama saya di sini http://m.kompasiana.com/jappy
Ketika anda (kita) berhadapan atau mengecap sesuatu (terutama makanan), dan terasa hambar serta tak terasa enak, sedap, tawar, maka (sering) dengan spontan berkata kurang garam, tanpa garam, kurang asin, tambah garam, dan kata-kata sejenis.
Itulah garam; bagaimana jika ada ungkapan hikmat yang berkata, bahwa
"Kamu adalahgaram dunia.
Jika garam itu menjadi tawar, dengan apakah ia diasinkan?
Tidak ada lagi gunanya selain dibuang dan diinjak orang!?"
Maksudnya adalah, kamu, yang mendengar atau engkau (- saya yang sementara) baca-membaca adalah garam dunia.
Kamu adalah garam dunia, itu adalah ungkapan tentang peran dan fungsi sosial, humanis, dan humaniter setiap manusia atau seseorang. Fungsi yang datang dari kesadaran diri sebagai insan (ciptaan) Ilahi yang berperan di tengah-tengah lingkungan hidup dan kehidupan.
Peran tersebut untuk berbuat kepada sesama manusia (sesuai fungsi, tugas, tanggungjawab, peran masing-masing); tetapi ketika semuanya berlangsung (dan selesai, tuntas, bermakna, ...), maka tak perlu tunjukan diri bahwa itu adalah peranku, serta berkata jika bukan aku, maka ... ; jika bukan aku maka ini dan itu; dan kalau bukan aku, .... dan seterusnya
Manusia, kita, anda, saya adalah (berperan sebagai) garam dunia yang (kata, karya) memampukan yang lain menjadi dan jadiyang berbeda dari sebelumnya. Bisa saja, setelah itu, sang lain tersebut melupakan siapa yang (pernah) memampukan dirinya; jika terjadi, sebagai garam, kita, anda, saya tak perlu marah dan protes, karena memang itulah fungsi garam, sangat perlu, namun mudah dilupakan serta terlupakan.
Manusia, kita, anda, saya adalah (berperan sebagai) garam dunia, oleh sebab itu, monggo berdoa dan berjaga agar diri ini (kita) tidak kehilangan fungsi garam yang melekat pada masing-masing jiwa serta nurani. Sekecil apa pun peran diri kita (dalam dunia milik Sang Khalik) terhadap sesama, bisa saja merupakan sesuatu yang sangat bermakna.