Para pengguna Commuter Line - CL, istilah keren dan singkat untuk rangkaian Kereta Api Listrik AC milik PT KAI Jabodetabek, tentu berbangga dengan perubahan besar pada kendaraan harian mereka. Perubahan tersebut bukan saja pada layanan di Loket, pemberlian tiket, dalam CL, keamanan, tapi juga di sekitar Stasiun.
Daerah sekitar Stasiun yang biasanya macet, kumur, dan banyak premann, berangsur tertata rapi, dan enak dipandang. Beberapa Stasiun Kuno, misalnya Sta Palmerah udah mentereng, sehingga tak malu berdampingan dengan Apartemen-apartemen mewah di sekitarnya, Sta Gondangdia, Juanda, dan lainnya sudah serba bersih serta terang benderang. Stasiun di daerah pinggiran seperti Tg Barat, Lenteng Agung hingga Bogor sudah nampak bersih mengkilat dan aman. Area luas Stasiun-stasiun di pinggir Jakarta hingga Bogor, telah menjadi tempat parkir; pemiliknya menitip mobil atau motor, dan mereka menggunakan CL ke Jakarta atau menuju office.
Commuter Line, memang sudah menjadi pilihan utama dari dan menuju Jakarta serta sekitarnya. Tapi, semua kelebihan CL dan Stasiun tersebut, agaknya KAI Jabodetabek melupakan kenyamanan penumpang di/pada musim hujan.
Ternyata, calon penumpang atau setelah menumpang CL, di musim hujan, mereka harus berbasah ria. Hal tersebut terjadi karena penataan keluar masuk Stasiun sama sekali tak mendukung kenyamanan pengguna CL. Mungkin 100 persen penumpang, terpaksa harus mandi hujan di/dekat Stasiun; mereka mandi karena KAI membuka peluang untuk itu.
Hal tersebut terlihat di hampir semua Stasiun CL. Mulai dari Sawah Besar hingga Bogor, model penataan keluar masuk Stasiun nyaris sama. Di Stasiun Cikini, "lorong" keluar masuk sekitar 200 Meter; Condangdia, sekitar 150 Meter, Manggarai sekitar 200 meter. Stasiun Bogor, malah lebih rumit, memutar arah, melalui jembatan penyeberangan dan "lorong" cukup sempit dan penuh sesak, dan memacetkan.
Calon penumpang, di musim hujan, menuju pintu masuk, harus melalui "lorong" dipinggir Stasiun rata-rata 100 - 200 meter; mereka memutar atau berjalan hampir sepanjang gedung Stasiun. Bayangkan, jika hujan deras atau lebat, apalagi tidak bawa payung, pengguna CL harus basah kuyup hingga pintu Stasiun. Sama halnya dengan pengguna CL yang disabilitas dan manula; mereka harus dengan susah payah berjalan di "lorong" panjang untuk mencapai pintu keluar Stasiun untuk berganti kendaraan. Kemarin misalnya, saya dan sejumlah orang termasuk manula dan anak-anak, terjebak di Halte dekat Sta Cikini Jakarta Pusat, karena hujan deras. Sementara itu, tak ada "ojeg payung" dan tukang asongan. Sikon itu, menjadikan beberapa anak kecil merajuk meminta ayah-ibunya makanan, karena kelaparan.
Berdasarkan itu, agaknya KAI Jabodetabek perlu menata ulang "lalu lintas" masuk keluar Stasiun KA, sehingga tak menyulitkan serta pengguna CL. Misalnya, pintu masuk-keluar tak jauh dari jangkauan kendaraan umum. Atau sepanjang "lorong" pejalan kaki diberi atap atas dan samping sehingga penumpan yang masuk-keluar Stasiun tidak basah kuyup.
Tentu, pemberian atap tersebut, butuh dana dan waktu; jadi, saat ini, untuk menyambut musim hujan, KAI perlu membuat PINTU masuk keluar Stasiun pada "batasan lorong" jalan kaki. Pintu tersebut, dibuka pada waktu hujan deras. Gampang khan .....