Pada bulan April dan Mei 2015 yang lalu, Pew Research Center melakukan survei tentang "Pandangan Masyarakan Terhadap ISII;" survey dilakukan pada negara-negara dengan populasi penduduk yang mayoritas beragama Islam, ternasuk Indonesia.
Sebagian besar warga di sejumlah negara dengan mayoritas penduduk beragama Islam tidak mendukung Negara Islam Irak dan Suriah atau ISIS.
- 91 persen warga Arab yang menjadi warga Israel. Mereka juga tegas menentang ISIS.
- Hampir semua umat Kristen dan Syiah yang ikut dalam survei memiliki sikap negatif, begitu juga dengan umat Muslim Sunni di Lebanon.
- Sebagian besar warga di negara yang mayoritas penduduknya memeluk Islam tidak mendukung kelompok ISIS.
Nigeria paling kuat mendukung ISIS walaupun konflik dengan kelompok Boko Haram, yang memiliki kaitan dengan ISIS, sudah menewaskan 17.000 orang sejak 2009. Sekitar 14 persen warga Nigeria memiliki pandangan positif atas ISIS. Penduduk Nigeria saat ini berjumlah sekitar 182 juta, sedikitnya 24 juta orang mendukung atau setidaknya bersimpati kepada ISIS. Jajak pendapat sebelumnya memperlihatkan Nigeria merupakan negara yang paling religius di dunia. Hal inilah, yang mungkin menjelaskan adanya penerimaan warga terhadap beberapa elemen dari militansi agama.
Menurut survei,
- Lebanon, 1 persen responden mendukung ISIS.
- Malaysia, 11 persen responden
- Senegal, 11 persen responden
- Pakistan, 9 persen responden
Bagaimana dengan Indonesia? Menurut surve, hanya 4 persen warga Indonesia yang mendukung ISIS. Jadin jika penduduk Indonesia saat ini mencapai 255 juta orang, warga RI yang bersimpati pada ISIS tak kurang dari 10 juta orang, [DETAIL atau LIHAT KOMENTAR PERTAMA]
Berdasarkan semuanya itu, maka dapat dibernarkan pernyataan sejumlah besar tokoh Muslim di Indonesia bahwa, para "pendukung" ISIS di Indonesia hanya besar di Media Sosial; walau ada sejumlah besar WNI yang bergabung dengan ISIS, jumlah dan militansi mereka "belum seberapa." Agaknya, pernyataan tersebut ada benarnya; karena Ormas Islam Main Stream di negeri ini, misalnya NU dan Muhamadyah, dengan jelas dan terang benderang tak mendukung ISIS.
Dengan demimikian, walau jumlah pendukung ISIS di Indonesia, prosentasinya kecil, namun secara angka atau jumlah, sudah termasuk signifikan. Oleh sebab itu, kewaspdaan terhadap mereka "yang hanya mendukung" pun patut dilakukan, sebab, kelompok inilah yang mudah bergeser menjadi "peserta jihad" bersama ISIS; bergeser karena perekrutnya mampu menarik dan meyakinkan mereka. Indikasinya jelas, media berulangkali melaporkan sejumlah orang Indonesia ditangkap oleh aparat di luar negeri karena dicurigai akan bergabung dengan ISIS.
Sikap kita
Pemerintah RI, telah melarang ISIS, sehingga semua kegiatan, ikon, orang yang berhubungan dengan ISIS ikut terlarang atau dilarang; namun bukan berarti mereka telah tiada dan tak ada di negeri ini. Anasir-anasir mereka masih bergentayangan di mana-mana; sel-sel perekrut, dipercayai, masih menyebar ke mana-mana. Oleh sebab itu, kewaspadaan terhadap ancaman dan bencan ISIS tetap harus menjadi salah satu gaya hidup orang Indonesia.
Segenap elemen bangsa harus menjadikan ISIS sebagai "musuh bersama;" musuh yang tak boleh ada di negeri ini; ISIS bukan hanya ancaman kecil nan jauh dari Nusantara, tapi ia adalah malapetaka peradaban; ISIS bisa masuk dalam hati banyak orang, dan menjadi virus yang mematikan.
Bahkan pada wawancara Rebecca Henschke dari BBC dengan dengan Sidney Jones, ia menyatakan bahwa, "Keberadaan kelompok militan Negara Islam atau disebut ISIS di Suriah dan Irak dapat menjadi tempat pelatihan bagi gelombang lahirnya para pelaku peledakan bom di Indonesia. Kalau ada orang yang punya pengalaman di Suriah bisa kembali ke Indonesia, dia bisa jadi pemimpin dengan kredibilitas yang baru, dengan keterampilan yang lebih tinggi, dengan komitmen ideologi yang lebih mendalam. Pimpinan Institute for Policy Analysis of Conflict ini juga mengatakan, warga Indonesia pendukung ISIS yang baru kembali dari Suriah "bisa betul-betul menghidupkan dan melatih sel-sel teroris yang masih ada di Indonesia dan itu bahayanya."