Empat foto di atas, adalah hasil imajinasi seniman Jogyakarta, keika event Bienalle Jogja 2011; tampilannya jelas. Patung setengah tubuh bawah manusia (terbuat dari fiber glass dan tinggi 6 meter), pinggang hingga kaki, berwarna merah menyala pada seluruh permukaan; tubuh bugil manusia batu itu ditutup akar-akar yang menjalar pada bagian pinggang hingga pangkal paha. Foto kelima, Sang Patung sudah tergeletak, tanpa tampilan menarik, karena telah dicabut dari tempat ia ditegakkan. Patung yang ditegakkan pada titik Nol Kilometer Jogya sejak 26 November 2011, menurut penciptanya (Anna Suzanne, kedelapan seniman lain yang tergabung adalah Agung Sukindra, Basuki Prahoro, Felix S Wanto, Ghouse Modhin, Herry Maizul, I Wayan Cahya, Michael Maxon dan Nawa Yanuardi), patung akar tersebut, adalah simbol cinta lingkungan. Sekaligus berisi pesan agar siapa pun yang melihatnya termotivasi untuk menjaga kelestarian lingkungan di negara tropis.
Sayangnya, walau cuma patung kaca berjudul Tropic Effect, namunharus ditiadakan, dicopot, dicabut dari tempatnya. Pencopotan tersebut karena keberadaan patung akar setengah manusia itu, dinilai porno, serta bisa menimbulkan hawa nafsu, dan menjadikan orang berbuat maksiat. Orang-orang dari ormas tertentu mengangancam Kepala UPT Malioboro, jika patung itu masih berdiri maka akan dicopot secara paksa dengan mengerahkan anggotanya. Menurut Kepala UPT Malioboro Syarif Teguh,"Saya sering diteror oleh oknum ormas untuk mencopot patung akar. Selama beberapa bulan saya di telpon seseorang, tapi tidak saya gubris. Akhirnya saya tidak kuat dengan teror itu kemudian saya langsung perintahkan petugas untuk langsung mencopotnya," [caption id="attachment_321581" align="alignright" width="235" caption="kompas.com"]
[/caption] Nah .... itulah nasih Patung Tropic Effect, ia tak tahan berdiri lama di tempatnya, karena bisa menimbulkan hawa nafsu pada orang-orang yang melihatnya.
Dengan perobohan patung di Jogya tersebut, maka bertambah lagi korban keganasan ormas. Nasib patung di Jogya, sama dengan patung bahenol di Pekanbaru, patung Tiga Moyang di Bekasi, dan sejumlah patung di Purwakarta, Jawa Bara; serta (rencana yang gagal) perobohan patung Naga di Kalimantan Barat, dan lain-lain.
Agaknya, di Nusantara semakin terjangkiti oleh pola-pola dari Afrika Utara, Timur Tengah dan Asia Selatan; pada wilayah-wilayah tersebut, hasil seni, dan peninggalan sejarah berupa patung, arca, atau sejenis dengan itu, bahkan kuil-kil, merupakan sesuatu yang tak boleh ada, oleh sebab itu harus ditiadakan dan dihancurkan. Tak sedikit situs-situs sejarah peninggalan masa lalu, diratakan dengan tanah, karena alasan-alasan yang tak masuk akal sehat.
Pencopotan Patung Manusia Berbalut Akar di Jogya, langusng mendapat reaksi dan krittik tajam dari publik; bukan saja orang Jogya yang protes, namun dari berbagai pelosok Nusantara dan dunia. Misalnya, pada salah satu Fans Page FB, muncul komentar-komentar bernada marah dan penyesalan dari dalam dan luar negeri; dan newsnya telah diklik oleh 89.000 orang (10 Feb 2014, 07:48 WIB).
So, apa yang selanjutnya bisa kita lakukan!?
Diriku tak punya idea untuk itu. [caption id="attachment_321582" align="aligncenter" width="395" caption="kabarnet.com"]
[/caption]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H