Tulisan ini, sebetulnya merupakan komentar yang panjang terhadap artikel bertajuk Jangan Paksakan Warga Jadi Wartawan! Oleh Admin Kompasiana, Pepi Nugraha. Dalam artikel tersebut, ada bagian yang secara khusus menarik perhatianku.
Dalam buku yang saya tulis, Citizen Journalism: Pandangan, Pemahaman dan Pengalaman terbitan Penerbit Buku Kompas (2012), saya tegaskan bahwa warga yang menulis laporan peristiwa dan ditayangkan di media sosial, bukanlah wartawan. Mereka adalah warga biasa yang terlalu berat menyandang predikat “journalist” atau “journalism” itu sendiri. Untuk itu dalam buku saya keberatan dengan sebutan citizen journalism yang kalau diterikan kepada pelakunya disebut citizen journalist. Saya lebih mengusulkan penggunaan kata citizen reporter (warga pelapor) sebagai ganti kata citizen journalist. Mengapa demikian!?
. ..... ...
Ada pendidikan khusus untuk menjadi jurnalis. Wartawan juga dibekali kode etik jurnalistik atau di sini dikenal sebagai Kode Etik Wartawan Indonesia. Wartawan juga dinaungi undang-undang pokok pers sebagai aturan main dalam bermedia. Jadi, tidak semudah itu menjawab wartawan. Warga ya warga. Bahwa dia melakukan praktik laporan dan penulisan sebagaimana yang dilakukan wartawan profesional, ya saya harus berani menyebutnya sebagai warga pelapor saja, bukan wartawan.
Benar adanya, bahwa Citizen Reporter bukan Journalist, namun dua-duanya bergerak dalam frame yang hampir sama dan berdampingan; mereka berbeda pada banyak hal, namun ada sisi kesamaannya.
Tentang Wartawan
Jelas. Mereka adalah orang-orang yang berprofesi di dunia jurnalistik (cetak maupun pemberitaan), mempunyai pendidikan khusus untuk itu, serta banyak hal lain yang terkait di dalamnya. Untuk wartawan yang hanya report dari satu tempat, apalagi live, maka ia seperti tulisan hitam (dalam image) di atas. Dan melalui media di mana ia terhisab (misalnya tv, radio, dan koran), publik mendapatkan hasil reportnya (melalui cetakan atau pun pemberitaan). Jika ia wartawan investigasi, maka akan gunakan banyak sumber (dan tetap saja, saya sebut sebagai di lapangan); hasilnya, ia harus sampaikan melalui media tempat dirinya bernaung atau bekerja.
Citizen Reporter (CR)
Sederhanya adalah warga yang melapor. Atau, warga yang melapor melalui tulisan/artikel di media cetak/online!? Atau, jika CR hanya mention atau broadcast suatu kejadian, dan ia yang lakukan pertama kali, apakah itu juga bisa disebut CR.
Kira-kira kapan istilah dan kegiatan (semacam) CR muncul!? Ini, kisah dan pengalaman sekitar 30 tahun lalu, nun jauh dari Jakarta. Tahun-tahun itu, 1980an - awal 90an, belum mengenal HP dan markanya internet. Pada waktu itu, saya bertugas di daerah perbatasan (di wilayah Indonesia, Malasya, Singapura). Komunikasi telepon (rumah dan kantor) terbatas, namun komunikasi harus tetap ada. Oleh sebab itu, perangkat komunikasi yang laris, pada saat itu adalah, 2 Meter Band (ORARI) dan 11 Meter Band (RAPI) dan jaringan Radio Pelayaran/Marine Band.
Jika 11 M Band dan Radio Pelayaran, cukup rumit dan terbatas; namun 2 M Band sangat mudah digunakan oleh warga biasa, dan laris manis. Hampir semua lapisan masyarakat, asal bisa bicara, roger, copy, 86, alpha bravo, charli, delta .... zulu, bisa gunakan perangkat 2 M Band. Perangkat 2 M Band seperti begitu mudah dibeli, mulai dari tingkat handy talky hingga yang portable.
Dalam sikon itu, muncul kegiatan yang bersifat yang disebut laporan warga atau CR. Artinya ada banyak hal yang terjadi di darat atau pun tengah laut, di pulau-pulau pesisir, misalnya masalah keamanan dan penyelundupan, begitu cepat dilaporkan oleh warga ke Net Control atau pun diteruskan ke aparat keamanan. Hasilnya, memang luar biasa. Ada banyak peristiwa, yang cepat ditangani oleh aparat. Misalnya, mencegah penyelundupan, membantu ferry penyeberangan yang karam, atau nelayan terdampar, anak hilang, pencurian, dan lain sebagainya.
Pada waktu itu, istilah-istilah yang biasa dipakai oleh pengguna 2 M Band dan 11 M Band begitu bersahabat dengan warga; termasuk Trims atas reportnya, Stand By, Tunggu laporan anda selanjutnya, dan seterusnya.
Itu cerita tentang kemarin; kemarin ketika di perbatasan dan ada bersama tak sedikit warga yang menjadi Citizen Report.
Bagaimana dengan CR pada masa kini; terutama CR yang berhubungan dengan dunia tulis menulis di laman website, blog, serta media sosial. Pada masa kini, CR pun nyaris sama dengan masa lalu, cuma perangkatnya yang beda. Dulu dengan 2 M Band dan 11 M Band, sekarang bisa dengan HP ataupun website.; dulu tergantung suara, perangkat antena, batrei, dan cuaca; kini tergantung pada ketrampilan menulis dan akses internet.
Pada umumnya CR yang menulis dengan menggunakan data-data yang sudah ada atau bukan data pertama (dari lapangan) seperti kerjanya wartawan (lihat image). Walau seperti itu, harus diakui, bahwa tidak sedikit CR, yang melakukan report (dan menulis) berdasar data pertama, langsung, dan sebagai orang pertama yang memberitakan, bahkan lebih awal dari wartawan.
Misalnya, pada case Pemilu Legislatif dan Pilpres kemarin; bersama teman-teman muda yang mengelola FB Fans Page, berhasil mendapat laporan warga tentang kecurangan,sebelum media tv atau pun news online. Itu bisa disebut CR melalui media sosial.
Sebagus dan seindah apa pun hasil CR, jika tak ada media untuk menyampaikan kepada publik, maka itu bermakna apa-apa. Dengan demikian CR harus tergabung dengan media tertentu dalam rangka 'hasil reportnya diketahui oleh publik
Kekuatan Citizen Reporter (CR) ketika membangun opini publik.
Harus diakui bahwa CR, yang hasil reportnya disebar melalui media, mempunyai kekuatan besar untuk membangun opini publik. Sehingga, jika laporan CR negatif, dan tersebar, maka bisa berlanjut pada tindakan-tindakan yang sesuai dengan laporan tersebut. Sebaliknya, jika berisi hal-hal yang positif, aman, damai, maka akan sangat bermanfaat pada masyarakat.
Mengelola hasrat menjadi Citizen Reporter (CR)
Kompasiana, dan juga banyak media lainnya, termasuk sarana yang menampung warga yang berhasrat dan telah menjadi Citizen Reporter (CR). Dan agaknya, di masa depan semakin banyak bermunculan media yang menjadi penampung CR. Dengan demikian, sebagaimana sekian puluh tahun lalu, ada kumpul-kumpul dalam rangka meningkatkan kualitas laporan warga, maka sebaiknya media-media yang mempunyai atau sebagai penampung CR perlu mengelolanya dengan baik, sehingga mereka semakin berkualitas.
Cukuplah
Salam untuk teman-teman YD5 di Kepri, terutama Batam, Sambu, Belakang Padang, Dabo, Kasu, Bertama, Lengkanak, Pinang, Uban, Tg Balai Karimun, dan semuanya lah; tidak melupakan kenangan bersama kalian sekian puluh tahun yang lalu. "Jalan-jalan di Tg Pinang, bertemu pinang dibelah, persahabatan kita bak pinang dibelah. Telah lama awak tak jumpa, ingin nian melupakan, tapi hati tetap ingat"
Opa Jappy - Jakarta Selatan
https://twitter.com/Opajappy
Alpha Bravo Charli Delta Echo Foxfor Golof Hotel India Kilo Lima Mike Nancy Oscar Papa Queen Romeo Sera Tanggo Uniform Victoria Wisky Yangki X-ray Zulu
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H