Lihat ke Halaman Asli

Opa Jappy

Orang Rote yang Bertutur Melalui Tulisan

Jangan Jadikan NKRI Menjadi Dua Kubu

Diperbarui: 17 Juni 2015   20:43

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

1412046300935536626

http://indonesiahariinidalamkata.com

Terasa dan sangat terlihat bahwa adanya pertarungan politik tiada akhir antara Koalisi Merah Putih (KMP) pendukung Prabowo-Hatta dengan Koalisi Indonesia Hebat (KIH) pendukung Jokowi-JK di Parlemen, dan ada kemungkinan akan mencapai wilayah Propinsi dan Kabupaten/Kota.

Pertarungan yang seharusnya, karena demokrasi, tak boleh terjadi, sebab kalah-menang proses demokrasi adalah sesuatu yang lumrah serta biasa terjadi. Sayannga, mereka yang kalah, menurut pengakuan yang terbaca pada media massa, tidak  bisa menerima kekalahan, sehingga memunculkan kebencian serta balas dendam politik.

Balas dendam itu, walau tak diakui secara resmi dan jujur, pelan dan pasti, jika tak diselesaikan, akan memunculkan  Kubu Parlemen (dengan berbagai pusat pengaruh di dalamnya, yaitu Ketua-ketua Parpol) dan Kubu Pemerintah (hanya ada satu kesatuan pengaruh serta kekuasaan yaitu Jokowi-JK).  Sekali lagi, jika persaingan politik antara KMP dan KIH tidak terselesaikan, maka dua kubu tersebut akan terus bertarung setelah 20 Oktober  2014.

Kubu yang satu, atas nama suara mayoritas di Parlemen, akan memainkan peran pencekalan serta sabotase kebijakan serta keputusan politik yang muncul dari kutub lainnya. Sementara itu, kutub yang satu, atas nama pemerintah, pemegang amanat rakyat, dan kekuasaan pemerintahan, akan tetap bertahan atau kukuh dengan kebijakan serta keputusan yang telah mereka pilih atau lakukan.

Tanda-tanda munculnya pertarungan politik tersebut sudah banyak terbaca publik; termasuk dunia usaha, mereka kuatir akan menghambat iklim usaha dan bisnis di RI.

Apa mau dikata, publik telah disuguhi pertunjukan politik haus kekuasaan. Puncaknya pada saat DPR periode 2014-2019 yang baru dilantik, mengadakan sidang perdana memilih pimpinan DPR. Lepas dari siapa yang menang atau yang kalah, ajang itu dianggap seru oleh para politisi.  Anggota KMP sudah jauh-jauh hari mengantisipasi bila pasangan Jokowi-JK memenangi pilpres, mereka tak bakal mampu menguasai parlemen. Antara lain menyiapkan revisi UU mengenai MPR, DPR, DPD, DPRD atau UU MD3 dengan rapi, di mana terselip pasal yang mengatur mengenai mekanisme pemilihan pimpinan DPR dan MPR yang dianggap menguntungkan pihak KMP.

Dengan sikon dan komposisi kemenangan politik di Parelemen seperti itu, bisa dibayangkan terjadi hal-hal yang saling menjegal pada masa setelah 20 oktober.

Misalnya, hal itu, pertarungan dua kubu tersebut, bisa saja muncul ketika penentuan Panglima TNI, Jaksa Agung, Gubernur Bank Indonesia, atauy lembaga tinggi negara lainnya yang harus mendapat persetujuan Parlemen.  Bisa saja, pemerintah usulkan Si A B C D, namun tak satu pun disetuji Parlemen, karena mereka inginkan Si E F G H, dan seterusnya. Dan jika, hal seperi itu, sering atau berulangkali terjadi, maka akan muncul "kunci kematian alias dead lock." Akibatnya, posisi-posi penting yang harusnya terisi dan di isi menjadi lowong atau hanya ada "Pelaksana Tugas" yang nyaris tak bisa mengeluarkan keputusan yang penting.


LEBIH berbahaya lagi, jika terjadi Persaingan yang tak sehat di Parlemen, maka muncul pemisahan dan perpecahan pada anggota Parlemen; dan bahkan mereka terbagi menjadi dua kubu yang saling menyerang, menjatuhkan, serta merusak tatanan demokrasi di NKRI. Atau lebih tragis lagi terjadi, semacam, Split Parlment, parlemen yang terbagi dua.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline