Lihat ke Halaman Asli

Opa Jappy

Orang Rote yang Bertutur Melalui Tulisan

Mencari Kapolri [Baru], Menemukan Tersangka

Diperbarui: 17 Juni 2015   13:13

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

14211375701459250475

Masih ingat peristiwa yang terjadi beberapa waktu yang lalu!? Ketika itu, Jokowi-JK tetap pada pendirian mereka, (calon) Menteri harus orang tanpa warna merah dan kuning dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).

Akibatnya, ada 8 (delapan) nama besar, berpotensi, berkualitas menjadi menteri, namun diberi wana merah dan kuning oleh KPK. Artinya, potensi, kualitas, dan nama besar mereka tidak menjamin bahwa dirinya bebas dari korupsi. Atau, di balik nama besarnya, ia adalah seorang “koruptor;” yang data-data kejahatannya sudah ada di KPK. Itulah hebatnya negeri ini, seorang “koruptor” masih bisa bebas merdeka, sebelum ia ada dalam kerangkeng KPK, bahkan menjadi pejabat publik.

Di samping itu, dengan adanya 8 nama tak boleh menjadi menteri, yang terjadi adalah Jokowi-JK mencari menteri, dan menemukan koruptor. Mencari menteri, menemukan dan mendapat koruptor.

Nah, kini terulang; kejadian nyaris sama, namun dalam konteks yang berbeda.

Tanggal 9 Januari 2015, Kompolnas mengusulkan lima nama kepada Presiden; dan merekalah yang akan ditunjuk oleh sebagai Kapolri [Baru]. Kelima Jenderal Polisi tersebut adalah

  1. Kabareskrim Komisaris Jenderal Suhardi Alius
  2. Kepala Lemdikpol Komjen Budi Gunawan
  3. Irwasum Komjen Dwi Priyatno
  4. Wakapolri Komjen Badrodin Haiti
  5. Kabaharkam Komjen Putut Eko Bayuseno.

Dalam tempo singkat, dan tidak pakai lama, Presiden Jokowi langsung menunjuk Budi (yang juga mantan ajudan Megawati Soekarnoputri saat menjabat Presiden) sebagai calon tunggal Kapolri. Namun, kali ini naluri Jokowi salah besar. Naluri ketepatan memilih orang, misalnya seperti Menteri Susi dan Ignatius Johan,  yang biasanya "akurat," kali ini jauh dari harapan.

kompas.com

Komisi Pemberantasan Korupsi bekerja lebih cepat dari DPR dan Presiden. Sebelum dilantik sebagai Kapolri. KPK lebih dulu menetapkan Komisaris Jenderal Budi Gunawan sebagai tersangka. Menurut Ketua KPK Abraham Samad

"KPK menduga ada transaksi mencurigakan atau tidak wajar yang dilakukan Budi Gunawan.Kita ingin sampaikan progress report kasus transaksi mencurigakan atau tidak wajar dari pejabat negara. Perkara tersebut naik ke tahap penyidikan dengan tersangka Komjen BG dalam kasus dugaan penerimaan hadiah atau janji.

Berdasarkan penyelidikan yang cukup lama, akhirnya KPK menemukan pidana dan menemukan lebih dari dua alat bukti untuk meningkatkan penyelidikan menjadi penyidikan.

Budi Gunawan disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau b, Pasal 5 ayat 2, Pasal 11 atau 12 B Undang-undang Tindak Pidana Korupsi..

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline