[caption id="attachment_393921" align="aligncenter" width="460" caption="Sumber: INDONESIA HARI INI DALAM KATA-KATA/ http://indonesiahariinidalamkata.com/visi-dan-misi-jokowi-jk-untuk-rakyat-dan-bangsa-indonesia/"][/caption]
Pernyataan Anggota Parlemen asal PDIP.
Menurut Hasto Kristyanto, pernah terjadi pertemuan antara ia dengan Ketua KPK Abraham Samad. Pertemuan tersebut di antaranya diduga terkait pencalonan Samad sebagai calon wakil presiden, dan kesepakatan keringanan hukuman terhadap kader PDI-P Emir Moeis yang terjerat kasus korupsi. Selanjutnya, pada satu kesempatan, 22 Januari 2015, Hasto Kristyanto, mentakan bahwa, "Kepada Bapak Abraham Samad yang memimpin institusi yang sangat besar dan dipercaya publik kami harapkan untuk berani mengakui bahwa banyak pertemuan yang dilakukan, sekurang-kurangnya dengan para petinggi kedua partai politik PDIP dan NasDem, dalam kaitannya dengan proses pencalonan beliau sebagai calon wakil presiden pada pemilu presiden 2014 lalu adalah benar dan hal tersebut atas inisiatif tim sukses Bapak Abraham Samad yang berinisial D,"
Effendi Simbolon, "Pemerintahan Jokowi dan Wapres Jusuf Kalla yang berjalan hampir 100 hari ini banyak meninggalkan celah untuk impeachment atau pemakzulan."
Siapa yang diuntungkan dengan pernyataan dari dari dua tokoh PDIP tersebut!? Pasti ada! Pendapat yang miring PDIP tersebut tentu menjadi santapan empuk dari pada oposan Jokowi-JK. Lebih dari itu, PDIP secara Parpol pengusung utama Jokowi-JK tidak mendapatkan keuntungan apa-apa. Kemudian, yang terjadi adalah rakyat melihat PDIP sebagai partai "amburadul;" parpol yang politisinya bisa seenaknya bicara, demi populeritas sesaat. Ya, Hasto dan Efendi "semakin terkenal" karena berani tampil beda dengan suara Partai.
Tanggapan Ikrar Nusa Bhakti.
Tanggapan pengamat politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Ikrar Nusa Bhakti, pada diskusi "100 Hari Pemerintahan Jokowi-JK", di Kemang, Jakarta Selatan, 29 Januari 2015,
Dalam 100 hari memerintah, hambatan utama bagi Presiden Joko Widodo (Jokowi) adalah partai pengusungnya sendiri, atau PDI Perjuangan. Partai pengusung Jokowi, adalah penyebab dari polemik yang terjadi antara Polri dan KPK.
Kenapa sebabnya oleh PDI-P? Karena mereka benar-benar amburadul dalam komentar-komentar politiknya.
Misalnya, Kader PDI-P, Effendi Simbolon, tidak memahami aturan dan perundangan mengenai pemberhentian presiden. Terlebih lagi, bukannya menjadi solusi, pernyataan tersebut malah semakin menyudutkan Jokowi. Pemberhentian presiden tidak bisa diajukan hanya dengan melihat kinerja presiden; seorang presiden dapat diusulkan untuk diberhentikan apabila melanggar Undang-Undang Dasar 1945. Juga, kader PDI-P, Hasto Kristyanto, sebagai sebab permasalahan antara KPK dan Polri.