[caption id="attachment_400008" align="aligncenter" width="260" caption="dok ronywijaya.com/opajappy.com/"][/caption] Kisah Nyata Rabu, 25 Feb 2015 kemarin, sekitar 19.00 WIB, saya dengan Commuter Line turun Sta Sudirman; karna padatnya lalu lintas dan cenderung macet, maka gunakan ojek ke arah Perumahan DPR RI Kebun Jeruk, Jakarta Barat. Dani, katakanlah nama Si Tk Ojek, sanggp mengantar ke tujuan melalui jalan pintas dan cepat. Ia pun melaju dengan cepat melalui Pejompongan, dan seterusnya; karena kace helm yang kabur dan malam, saya kurang memperhatikan nama-nama jalan dan rambu lalu lintas di sekitarnya. Tak disangka Si Dany melewati jalan yang dilarang masuk, di depan Apartemen Permata Senayan; jalan raya yang sejajar dengan rel KA; waktu sudah menunjujan 19.30 WIB Tiba, entah dari munculnya, ada seorang Polantas; menahan laju Ojek; menyeberang rel KA, persis di depan Permata Senayan. Di situ, sudah menanti seorang Polantasnya lain, tanda pangkat 4 v di bahu; namanya senagaja ditutupi dengan rompi sehingga tak terbaca. Ia menghentikan Ojek, dan tampa "Selamat Malam" atau basa-basi lainnya, Polisi (P) berkata ke Tk Ojek: "Kamu tahu itu "verboden" mangaka masuk aja. Mana SIM dan STNK Tk Ojek : "Maaf Pak, tadi pagi saya kena tilang, belum sempat diurus" Polisi : Mana, Surat-surat!? Tk Ojek mengeluarkan lembaran Tilang yang ia dapat paginya; Si Polantas tanpa komentar, LANGSUNG MERAMPAS surat-surat tersebut, dan berkata dengan suara tinggi, "Sekarang saya tahan motor;" setelah itu ia berlalu, dan mendekati motor lainnya. Ketika melihat cara Polantas yang main rampas dan arogan, saya meminta padanya agar izinkan ojek mengatar saya ke Komp DPR RI. Kemudian berkata padanya, "Maaf Pak, boleh tahu nama bapak dan dari Polsek atau Polres mana;" (Sesuai prosedur baku, jika berhadapan dengan aparat, maka publik harus tahu siapa dan dari mana). Namun, Si Polantas, semakin menunjukan wajah tak bersahabat. Si Polantas tak mau menyebut nama, pangkat, dan dari Polsek atau Polrres; malah ia berkata dengan nada tinggi, "Bapak kerja di mana!?" Saya pun menyebut di salah satu Badan Dunia di bawah PBB, sambil menyodorkan ID Card. Si Polantas tak peduli, bahkan melihat ID Card saya pun tidak. Saya pun heran, apakah ia Polantas yang tanpa pendidikan atau memang tak beretika!? Bagi saya, "Sungguh Memalukam Polri mempunya anggota Polantas seperti itu. Ia kemudian dengan nada tinggi dan keras serat berkata, "Bapak mau jadi pahlawan!? Saya berhak menangkap dan menahan di sini" Sekali lagi saya beratanya, "Nama bapak siapa dan dari Polsek serta Polres maana!? Anda ambil surat-surat motor, lalu tidak mau menyebut siapa anda!?" Ia semakin memunculkan nada tak senang, dan tetap berkata, "Anda mau jadi Pahlawan!? Mau apa!? Sementara itu beberapa pejalan kaki pun mulai memperhatikan kami. Si Polantas kemudian berlalu ke arah Pos Penjaga Pintu KA, di sisi gelap; teman Si Polantas tadi juga ke arah yang sama; dan diikuti oleh para pengendara motor dan tukang ojek yang mereka tahan; waktu sudah menunjukan 20.00 WIB. Saya tetap berdiri di sekitar lampu pengatur lalin di samping ojek, dan memperhatikan dari jauh ulah di Polantas yantg jadikan sisi remang-remang Pos Penjaga Pintu Lintasan KA sebagai "Kantor Polisi." Beberapa saat kemudian, ada pengendara motor yang mendekat saya, dam berkata, "Abis deh Rp.100.000;" ada juga yang berkata, "Gue mau ditilang aja, sidang tilang kaga semahal itu!" Dany, tukang ojek yang menghantar saya pun datang; ia dizinkan untuk mengantar saya ke Komp DPR RI Kebun Jeruk, dan bercerita tentang ulah Si Polantas; setelah mengantar saya, ia harus kembali ke tempat semula. Saya yang terlambat tiba di Komp DPR RI, bercerita tetang ulah Polisi dengan ciri-ciri yang ada di tempat tersebut, ternyata ada juga yang mempunyai pengalaman sama di tempat tersebut. Ya. Polantas dengan tilang di tempat sebesar Rp 100.000.- Kira-kira sejam kemudian, Dani datang bertemu saya duntuk menjemput; ia pun melaporkan bahw Si Polantas tetap mempertahankan tarif Rp 100.000.- tak boleh kurang; jika kurang maka motor Si Tukang Ojek ditahan.
[caption id="attachment_400018" align="aligncenter" width="300" caption="google maps"]
[/caption] Itulah salah satu wajah Polantas Indonesia, yang melakukan penjagaan di malam hari; melakukan tilang di tempat; dan "Kantor Polisi" dadakannya adalah Sisi Remang-remang dari Pos Penjaga Lintasan KA di depan Aparteman Permata Senayan. Hebatnya, lagi Si Polisi tersebut sangat tidak sopan ketika berhadapan dengan orang lain atau publik; ditanya baik-baik, malah membalas dengan nada meninggi dan nada-nada tak bersahabat. Bahkan ketika menjawab pertanyaannya, ia malah tak peduli; saya sempat lima kali menyodorkan tangan bersalaman dengannya, tanda bahwa "tidak ada apa-apa" ia pun menolak; dan kali ke enam, kami bersalaman, walau ia dengan wajah serta mimikl terpaksa. Selain itu, Si Polantas tersebut, "MEMALAK" tukang ojek sebesar Rp 100.000.- jika tidak maka motor ditahan. Dani, Si Tk Ojek, pun bercerita, bahwa habis sudah penghasilan hari ini, karena pada waktu pagi dirinya dipalak Polantas Rp. 70.000.- malamnya Rp. 100.000.- Menurutnya, "Hari ini, benar-benar sialnya" Jadi, pada saat itu, saya melihat Polantas yanfg luar biasa; Polantas yang tega-teganya "merampas" jerih payah Si Orang Kecil yang tak seberapa. Saya tidak lagi melihat dirinya sebagai Polantas, tapi seseorang yang berbalutkan seragam Polri untuk merampas jerih payah orang lain.
[caption id="attachment_400025" align="aligncenter" width="318" caption="dok pribadi"]
[/caption] Jika seperti di atas, dari kisah nyata, siapa yang mau dan akan disalahkan!? Si Tk Ojek memang salah, dan perlu teguran dan sanksi. Namun apakah harus dengan cara-cara seperti itu!? Jika tak bayar Rp. 100.000.- maka motor ditahan, dan akan diambil 6 Maret 2015. Padahal, bagi Si Tk Ojek, motor tersebut adalah perlengkapan utama dan pertama, tanpa itu, ia tak mendapat uang. Di sini, Si Polantas telah melakukan dan membangun suatu sikon yang tak bisa dihindari. Si Tk Ojek membayar Polantas, demi motior dan tidak ditahan, dan urusan uang untuk keluarganya tak terputus. Selain itu, apakah Si Tk Ojek bisa disebut sebagai "memberi uang suap" perkara tilang!? Saya belum menemukan jawabannya. Prihatin
SUPLEMEN
Polisi berasal politie (Latin, politia; Yunani, polis, politeia) bermakna warga kota atau pemerintahan kota. Di masa lalu, pada dunia Helenis, Polis, merupakan negara kota yang otonom dan mandiri, tapi biasanya tergabung dengan aliansi (bersama) polis lainnya, sehingga terbentuk atau membentuk semacam Kerajaan.Karena semakin kompleksnya sikon hidup dan kehidupan Polis, maka pemerintahan polis memerlukan orang-orang tertentu untuk menjaga keamanan masyarakat (dan mereka bukan tentara); oleh sebab itu dipilih dari antara penduduk. Mereka harus mengikuti kemauan - kehendak (policy, bahkan perintah pemerintah kota) untuk menjaga dan melayani masyarakat.
Sehingga jika ada tindak kekerasan - kriminal dan lain sebagainya, masyarakat tak perlu melapor ke istana, tetapi cukup datang ke/pada petugas-petugas keamanan tersebut. Dan jika para petugas tersebut tiba di/pada tkp, masyarakat (akan) berkata, “polis sudah ada atau polis sudah datang,” dan lain sebagainya.
Dalam arti, petugas-petugas tersebut mewakili dan bertindak atas nama pemerintah kota/polis dalam/ketika menyelesaikan masalah. Dalam kerangka itu, polisi merupakan petugas yang mewakili pemerintah untuk menciptakan rasa aman, tenteram, damai, serta ketertiban, dan lain sebagainya kepada rakyat. Sehingga, kehadiran dan sebutan untuk dan kehadiran para petugas polis tersebut, disamakan dengan kehadiran pemerintah yang menenangkan rakyat.
Lama kelamaan, mungkin pada abad pertengahan di Eropa, ketika pamor negara kota sudah tak ada, dan berganti dengan kerajaan, penyebutan policy-polis masih tetap dipergunakan; serta fungsinya sama seperti masa-masa sebelumnya; policy - polisi, sebagai orang diangkat dan mewakili pemerintah untuk memberikan ketenteraman kepada warga atau rakyat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H