Lihat ke Halaman Asli

Ony Setiawan

manusia biasa yang belajar menterjemahkan rasa menjadi huruf ber spasi

Incurable Disease

Diperbarui: 13 Desember 2022   16:31

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber: artstation.com

Hutan belukar selalu punya jalan keluar; lorong gelap selalu punya ujung yang cerah; pun setiap permasalahan selalu ada solusinya. Percaya atau tidak setiap peristiwa dalam hidup sudah tertulis secara sempurna oleh sang pencipta tanpa kesalahan sedikit pun. Kau hanya perlu percaya dan menjalani kehidupan sekuat tenaga untuk mencapai akhir dari sebuah cerita.

Anak kecil itu terbangun dan merasakan kegelisahan yang sama, seperti biasanya setiap pagi. Sudah 15 tahun dia tinggal di sini: di toko bunga milik neneknya yang berada diujung jalanan berbukit yang hanya dilewati sedikit orang.

Tidak ada yang menarik dari keseharian anak itu, di pagi hari dia akan terbangun dan membersihkan diri sebelum membuka toko tepat pada pukul delapan. Menjelang siang dia akan mulai mengantarkan pesanan rangkaian bunga bersama sepeda ontel milik mendiang kakek yang tingginya dua kali lipat dari tubuh si anak. Kemudian dimalam hari dia akan menutup toko dan bersiap tidur.

Hari-hari kian berlalu begitu saja tanpa perubahan kecuali perbedaan pesanan serta kuantitas bucket bunga yang harus dia rangkai. Anak tersebut melakukan semua pekerjaan seorang diri. Neneknya terlalu ringkih untuk sekedar menyentuhkan jemari keriputnya untuk merangkai bunga. Wanita itu hanya akan berdiam diri di kamarnya tanpa peduli bahwa cucu satu-satunya sedang berusaha mati-matian untuk menyambung hidup. Beruntung ada paman nya yang membantu si anak lelaki dalam merawat neneknya dan juga melakukan segala pekerjaan di toko bunga.

Si anak lelaki menuruni tangga dengan hati-hati agar tidak menimbulkan suara. Bukan tanpa alasan, dia hanya terbiasa menjalani aktifitasnya dalam senyap. Telinganya cukup sensitif karena sejak kecil dia hidup di pinggiran kota yang memiliki suasana damai minim keributan.

Ia menyentuh pompa air dan mulai menariknya keatas kebawah hingga pompa mulai mengeluarkan air dan mengisi bak-bak kosong dibawahnya. Setelah semua terisi penuh barulah ia memakainya untuk menyiram tanaman. Tak lupa dia merapikan bagian resepsionis dan meletakkan bunga segar di vas air kesukaannya. Baginya wangi dari bunga lavender memberikan aroma ketenangan sehingga ia bisa lebih santai dalam menangani pekerjaannya sehari-hari.

Dirasa semuanya sudah sempurna, si anak lelaki berjalan pada etalase toko dan membalikan papan bertuliskan 'tutup' menjadi 'buka'. Ia melirik pada jam dinding yang menunjukkan pukul delapan pagi, dia tidak pernah telat sedetikpun ketika membuka tokonya. Orang-orang mungkin berpikir bahkan ketika badai, gempa dan gunung meletus sekalipun tidak akan menghentikan anak tersebut membuka toko bunganya.

Baru beberapa menit berlalu sejak dibukanya toko, sebuah bel yang sengaja dipasang di depan pintu-tujuannya agar orang didalam mengetahui bahwa ada pelanggan yang masuk-tiba-tiba berbunyi nyaring. Si anak lelaki menoleh mendapati sesosok bocah sebayanya tengah terperangah kagum, menilik setiap sudut toko bunganya.

Si anak lelaki segera berjalan menghampiri untuk sekedar melayani konsumen pertamanya hari ini. Jujur saja bocah berambut cepak itulah pelanggan yang datang paling pagi bahkan sejak si anak lelaki pertama kali menjalankan bisnis toko neneknya.

"Apa kau memiliki bunga dandelion?" tanya bocah tersebut.

Si anak lelaki lantas menggeleng, "Tidak ada tanaman dandelion disini," balasnya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline