[caption id="attachment_416577" align="aligncenter" width="560" caption="Penjual Minuman di Jalan Sudirman"][/caption]
Minggu lalu saya baru saja menulis artikel kopi Uji Cita Rasa (Cupping) Kopi Indonesia. Saya merasa senang sekali mengikuti kegiatan tersebut karena dapat memperkaya pengetahuan saya tentang kopi asli Indonesia. Saya mulai mengenal dan kemudian kecanduan minum kopi semenjak saya belajar dan mengajar di Amerika Serikat tepatnya di Universitas Stanford pada tahun 2005. Di sana di depan perpustakaan utama kampus ada cafe kecil namanya MoonBean’s .
Setiap selesai belajar atau mengajar saya biasanya pergi ke cafe tersebut sekedar untuk bertemu teman-teman atau menunggu kelas selanjutnya. Kadang-kadang saya juga membeli kopi untuk menemani saya belajar di perpustakaan. Di Amerika saya mengamati bahwa minum kopi sudah menjadi bagian hidup mereka. Saya paling senang ketika profesor saya datang ke kelas dengan membawa satu cangkir, cup, atau tumbler berisi kopi panas. Entah mengapa mereka kelihatan lebih cool, percaya diri, dan cerdas.
Setelah kembali dari Amerika Serikat tepatnya antara tahun 2006-2007 saya mulai lebih menyukai kopi. Hal itu tidak lain karena ‘seringnya’ saya pergi ke kedai kopi tepatnya di jalan Sudirman dan Kuningan. Waktu itu saya bekerja sendiri memberikan pelatihan bahasa Indonesia untuk para tenaga kerja asing yang bekerja di perusahaan minyak, badan atau organisasi internasional, dan perusahaan swasta di kawasan tersebut.
Jadwal kerja saya adalah pagi hari dari jam 07:00 sampai jam 09:00, siang hari pada jam 12:00 sampai jam 13:00, dan malam hari pada jam 19:00 sampai jam 21:00. Dalam sehari saya harus berpindah dari satu tempat ke tempat lain di kawasan tersebut. Di sela-sela waktu tersebut sambil menunggu kelas berikutnya saya selalu mampir ke kedai kopi yang biasanya berlokasi di mall baik untuk sekedar membaca, menyiapkan materi ajar, maupun beristirahat. Mau tidak mau saya pun harus membeli kopi di tempat tersebut.
Kebiasaan itu berlanjut sampai saya bekerja penuh di sebuah lembaga internasional antara tahun 2007 dan 2009 di Jakarta. Saat itu saya mendapatkan kesempatan untuk menjelajahi Indonesia dari Sumatera sampai Papua. Tidak hanya minum kopi di kantor atau café di Jakarta, tetapi saya mulai tertarik mengamati bagaimana kebiasaan orang Indonesia khususnya di luar Jakarta minum kopi. Saya selalu sempatkan untuk berkunjung dan minum kopi di kota yang baru saya kunjungi.
Salah satu pengalaman menarik adalah ketika saya berkunjung ke Aceh pada tahun 2008. Banyak sekali kedai kopi tradisional di sana. Tempat tersebut tidak saja menjadi tempat berkumpul tetapi juga berdiskusi banyak hal. Hanya kala itu saya sedikit ‘protes’ mengapa banyak anak muda di sana minum kopi di tengah waktu belajar antara pukul 19:00 sampai pukul 21:00. Saya pikir mungkin kebanyakan mereka adalah mahasiswa yang dapat membagi waktu
Pada tahun 2009 awal, saya pindah ke Korea Selatan. Budaya minum kopi pun berlanjut. Di Korea ini ada sedikit hal yang berbeda bagaimana mereka minum kopi. Orang Korea biasanya membeli kopi lewat vending machineyang mudah ditemui di mana-mana. Kopi instan ini harganya relatif murah dengan cup plastik yang sangat kecil.Saya kurang begitu suka karena rasa kopinya kurang dapat saya rasakan.
Berdasarkan pengamatan saya, Di Korea Selatan gerai-gerai kopi internasional tidak begitu laku dibandingkan dengan kedai-kedai kopi rumahan yang didesain secara unik dengan menonjolkan suasana yang berbeda. Jenis kopi yang ditawarkan juga beragam dan harga lebih murah. Salah satunya berasal dari Indonesia seperti Sumatera, Toraja, dan Jawa. Namun demikian sayang sekali kebanyakan dari mereka tidak tahu bahwa kopi-kopi tersebut berasal dari Indonesia.
Harga segelas kopi yang mahal di Korea yaitu sebesar antara KRW 3.500 – KRW 7.000 per cangkir atau sekitar Rp. 40.000 – 85.000 membuat saya berpikir bagaimana dapat menghemat pengeluaran untuk membeli kopi. Saya kemudian meminta keluarga atau teman-teman dari Indonesia untuk membawa kopi Indonesia ketika mereka berkunjung ke Korea. Saya kemudian membuat berbagai kopi dari Indonesia yang saya taruh di tumbler setiap hari sebelumke kantor.
Saya jadi teringat ketika melihat profesor saya mengajar di Amerika, saya pun merasa lebih cool, percaya diri, dan cerdas di depan mahasiswa saja. Hanya saja satu gelas kopi kadang-kadang tidak cukup. Biasanya saya juga membawa kopi sachet yang saya taruh di tas saya. Kemudian saya mulai mengenalkan Indonesia lewat kopi yang saya minum kepada mahasiswa saya. Selain minum kopi di kelas saya juga biasanya membawa kopi ketika saya berada di perpustakaan kampus.
Kebiasaan membawa tumbler dan kopi sachet itupun berlanjut selama enam tahun saya tinggal dan bekerja di Korea dari tahun 2009 sampai 2015. Teman-teman saya kadang-kadang mengolok-olok karena tumbler yang saya bawa sudah tidak bagus dan saya selalu ada persediaan kopi sachet di tas saya. Saya menjelaskan karena tumblersaya beli di Amerika dan sudah menjadi bagian dari hidup saya sedangkan ketika minum kopi sachet yang berbeda-beda dapat mendorong saya untuk pergi ke tempat dari mana kopi tersebut berasal.
Pada bulan Maret tahun ini saya memutuskan untuk kembali ke Indonesia. Budaya minum kopi masih berlanjut selama dua bulan saya tinggal di Jakarta. Hanya saja sekarang sedikit berbeda. Saya tidak perlu membawa tumbleratau kopi sachet karena sangat mudah membuat kopi dengan cangkir dan kemudian membawanya di kelas maupun membeli kopi sachet di warung atau penjual kopi di jalan yang naik atau motor.
Penjual-penjual kopi yang mudah saya temui di jalan-jalan dengan sepeda dan motor menurut saya merupakan hal yang baru yang tidak banyak saya temui dalam beberapa tahun sebelumnya. Ini menandakan bahwa semakin banyak orang Indonesia yang butuh dan suka minum kopi. Saya paling suka membeli kopi dari mereka ketika saya berada di tempat pariwisata umum misalnya seperti taman kota atau museum dan juga parkiran mobil.
Orang-orang yang membeli kopi di sini lebih beragam. Sering kali saya mendengar obrolan-obrolan yang menarik khususnya mengenai politik, ekonomi, dan kondisi bangsa Indonesia. Di sini saya juga dapat belajar tentang proses kehidupan yang tidak pernah saya pelajari dari bangku sekolah dan tempat kerja. Namun demikian bagi saya sendiri tidak masalah mau minum kopi di mall, café, maupun di jalan yang penting kita dapat menikmatinya.
Cerita mengenai kopi atau budaya minum kopi Indonesia memang tidak pernah habis seperti banyaknya jenis kopi yang ada di Indonesia. Hanya saja saya berharap semoga akan lebih banyak lagi perusahaan, pemerintah, atau masyarakat yang mau mengenalkan kopi Indonesia di dunia internasional. Lewat kopi Indonesia bisa menjadi lebih dikenal dimata dunia internasional.
Akhirnya tidak hanya secangkir kopi yang dapat membuat saya merasa lebih cool, percaya diri, dan cerdas sertadapat mengenalkan Indonesia ke dunia luar tetapi lewat secangkir kopi saya bisa juga belajar tentang proses kehidupan dari obrolan-obrolan di warung kopi. Selamat menikmati awal minggu Anda dengan secangkir kopi. Saya yakin pasti akan ada banyak cerita di balik secangkir kopi. Stay active, positive, and productive.
(Jakarta, 11 Mei 2015 FB Page : Travel with Ony Jamhari : Instagram @ojamhari)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H