[caption id="attachment_252851" align="aligncenter" width="471" caption="Atap Rumah "][/caption]
Udara musim dingin sudah kami rasakan ketika berkunjung di kota Jeonju, sebuah kota kecil berjarak dua jam perjalanan naik kereta api atau bus dari Seoul. Kota berpenduduk sekitar 600 jiwa yang teletak di propinsi Jeollabuk-do menawarkan wisata bangunan tua, makanan, minuman dan kesenian tradisional Korea. Banyak orang asing mengatakan bahwa kota ini menjadi kota yang paling baik untuk belajar budaya Korea. Hal ini tidak lepas dari sejarahnya dimana kota ini menjadi ibukota spiritual Dinasti Joseon, sebuah dinasti besar dalam sejarah Korea. Selain itu berbagai festival internasional seperti Jeonju International Film Festival, Bibimbab International Festival diadakan di kota ini.
Sinar matahari bersinar dengan terang walaupun suhu udara sangat dingin ketika saya dan teman-teman warga negara asing berkumpul di stasiun kereta apa City Hall, Daejeon untuk berangkat ke kota ini. Akhir bulan November adalah pergantian musim dari musim gugur ke musim dingin dengan suhu rata-rata antara 0 sampai 10 derajat. Bagi sebagian orang yang baru pertama kali merasakan musim dingin di negeri gingseng, mereka semua harus siap dengan baju hangat, topi, dan sarung tangan ketika berpergian ke luar. Pada musim dingin suhu udara bahkan dapat mencapai -16 derajat.
[caption id="attachment_252852" align="aligncenter" width="442" caption="Kamera Museum "]
1365126820732949282
[/caption] Di banyak kota besar di Korea, pemerintah daerah melalui lembaga kebudayaan setempat sering mengadakan perjalanan seperti ini. Tujuannya adalah untuk mengenalkan Korea kepada masyarakat asing sehingga mereka dapat beradaptasi dan hidup dengan lebih baik di sini. Tinggal di Korea sedikit berbeda dengan tinggal di negara lain karena faktor bahasa. Tidak semua orang Korea dapat berbicara bahasa Inggris, sehingga perlu waktu yang lebih lama bagi warga negara asing untuk beradaptasi di Korea. Biaya perjalanan seperti ini relatif murah karena hampir sebagian besar dibiayai oleh pemerintah daerah setempat. Bahkan sering kali mereka tidak memunggut biaya. Untuk perjalanan kali ini saya hanya membayar KRW 10,000 atau sekitar 80,000 rupiah. Biaya ini sudah termasuk transportasi, makan siang, dan juga mengikuti kelas budaya.Tepat pukul 12:00 siang sampailah kami ke kota Jeonju. Perjalanan kurang lebih 1.5 jam begitu cepat. Rombongan kami yang berjumlah 40 orang langsung menuju ke restauran Bibimbab yang terletak di pusat kota untuk makan siang. Bibimbab adalah makanan tradisional Korea. Bahannya terdiri dari sayur-sayuran seperti jamur, bayam, toge, daging, telur, dan Gochujang (sambal tradisional Korea). Makanan tersebut dicampur dengan nasi. Bibimbab Jeonju adalah yang paling terkenal di Korea Selatan. Antrian untuk makan di restauran ini mengular. Untungnya, kami sudah memesan jauh-jauh hari sebelumnya. Berdasarkan informasi dari ketua rombongan banyak orang yang datang ke kota ini hanya untuk makan Bibimbab. Tidaklah berlebihan jika pada tahun ini UNESCO'sCreative Cities Network memberikan penghargaan Jeonju sebagai kota kreatif untuk industri makanan.
[caption id="attachment_252853" align="aligncenter" width="328" caption="Bibimbab "]
13651268911160124544
[/caption]Setelah selesai makan,waktunya untuk menjelajah Kota Jeonju. Tujuan kami adalah Jeonju Hanok Village. Hanok adalah sebutan untuk rumah tradisional Korea. Ada kurang lebih sekitar 800 Hanok di tempat ini yang masih ditingalin oleh keluarga Korea. Hanok sangat indah terutama atapnya yang punya simbol khas Korea dan menghadap ke langit. Di tempat ini banyak sekali Hanok yang digunakan sebagai tempat untuk industri kreatif pariwisata. Maksudnya adalah banyak kegiatan pariwisata yang diadakan disini. Pengunjung tidak hanya datang, melihat, dan kemudian memfoto tetapi mereka juga dapat mengikuti beberapa kelas budaya seperti Hanji Arts, seni kertas Korea, memasak, dan lain-lain.
[caption id="attachment_252856" align="aligncenter" width="442" caption="Pengawal Perkawinan "]
13651273661543711255
[/caption]Berjalan mengelilingi Hanok Village merupakan sebuah hal yang sangat menyenangkan dan mengingkatkan saya kepada wisata Kota Tua Jakarta dimana saya sempat menghabiskan satu hari di sana bersama empat puluh murid-murid dan dosen dari kampus saya di Korea pada awal tahun ini di Indonesia. Hanya saat itu, kami sedikit kecewa karena kawasan kota tua Jakarta tidak terawat dan sangat kotor. Sampah berserakan di mana-mana. Mungkin pemerintah daerah harus lebih dapat memperhatikan hal seperti ini sehingga para wisatawan dapat lebih menikmati wisata seperti ini.
Di sepanjang kanan dan kiri jalan banyak kami temui museum, warung kopi dan teh serta berbagai toko yang menjual pernak-pernik kerajinan tradisional Korea. Dengan arsitek bergaya khas Korea tempat-tempat tersebut begitu indah untuk dijelajahi. Selain Bibimbab Jeonju juga terkenal dengan minuman tradisonal Makgeolli atau anggur dari beras. Banyak orang Korea suka minum ini karena dapat membuat tubuh menjadi lebih segar. Biasanya mereka minum bersama-sama. Dengan suhu yang lumayan dingin, minum Makgeolli dapat juga menghangatkan badan.
Pada hari tersebut, kami juga beruntung karena dapat menikmati Flea Market. Pasar tiban ini menjual barang-barang baik yang masih baru maupun lama.Menurut informasi dari pemandu kami, pasar ini hanya ada pada akhir minggu. Banyak masyarakat Korea yang khusus datang pada akhir minggu untuk membeli barang-barang tersebut karena harganya relatif lebih murah. Walaupun di sepanjang jalan penuh sesak, kami semua masih dapat menikmati berbelanja di pasar ini. Beberapa warung makanan juga membagi-bagikan makanan gratis untuk contoh produk mereka.
Setelah puas berbelanja di pasar, saya lanjutkan perjalan menuju observatory point untuk mengambil gambar rumah Hanok dari atas bukit. Perlu waktu berjalan kaki selama 10 menit untuk mendaki bukit tersebut. Dari atas bukit pemandangan begitu indah. Saya dapat menyaksikan bagaimana bangunan atap Hanok yang berjejer dengan rapi dikelilingi oleh bangunan-bangunan tinggi bergaya modern. Saya sangat salut dengan peran pemerintah daerah Jeonju untuk terus menjaga kelestarian warisan budaya ini. Sebenarnya kalau saya amati lebih lanjut, bangunan di Indonesia sungguh tidak kalah menariknya.
Jika kita sering berkunjung di tempat wisata di Korea, pasti kita akan terkesan bagaimana mereka mengemas pariwisata mereka. Infrastruktur menuju ke tempat wisata tersebut akan dibuat dengan baik sehingga memudahkan kita pergi ke sana. Selain itu tempat tersebut biasanya bersih dan aman. Para pengunjung tidak akan takut untuk kehilangan barang atau diburu-buru oleh pedagang. Para pengunjung benar-benar dapat menikmati tempat tersebut.
Di atas bukit, saya banyak menjumpai daun-daun yang berguguran dan mulai kering. Angin yang bertiup dan menerbangkan dedaunan tersebut di sepanjang jalan membuat pemandangan dari atas bukit juga menjadi lebih indah. Banyak pasangan muda-mudi serta keluarga Korea yang menikmati suasana pergantian musim dengan gembira. Mereka memenuhi restauran; makan, minum dan berbincang-bincang dengan teman dan keluarga. Udara dingin mungkin tidak mereka rasakan karena hangatnya suasana seperi itu.
[caption id="attachment_252858" align="aligncenter" width="358" caption="Poster Perkawinan "]
13651275641740031451
[/caption]Sesudah selesai menikmati pemandangan saya lanjutkan perjalanan menuju Jeonju Cultural Center. Di tempat ini kami semua belajar membuat kerajinan tangan dari Korea yang berasal dari kertas. Guru kami menjelaskan bahwa banyak sekali kerajinan yang dapat dibuat dari Hanji. Sore tersebut kami semua membuat sebuah tempat yang dapat digunakan untuk menyimpan perhiasan atau barang-barang berharga dengan ornamen khas Korea. Hampir satu jam kami menghabisakan waktu di tempat itu. Waktu begitu cepat berlalu dan sudah saatnya kami harus kembali ke Daejeon. Tempat perhiasan tersebut menjadi oleh-oleh buat kami semua.
[caption id="attachment_252857" align="aligncenter" width="491" caption="Gereja Katolik di Jeonju"]
1365127490832843186
[/caption] Bangunan Bersejarah di JeonjuJika masih punya banyak waktu, tidak salahnya bagi Anda semua untuk menikmati wisata banguan tua di kota ini. Banyak sekali warisan budaya yang ada di kota ini seperti Gyeonggi Palace, Pungnam-dong, Omokdae, Hyanggo, Gwonhwon Fortress ruins, Namgo Fortress dan Jeongdong Catholic Church. Kami semua sempat berkunjung ke Jeongdong Catholic Church yang merupakan satu dari tiga gereja tertua di Korea yang berumur lebih dari seratus tahun. Gereja yang dibangun pada masa Dinasti Joseon adalah salah satu dari gereja terindah di Korea karena arsitekturnya yang mengabungkan seni Byzantine dan Romanesque. Menurut sejarahnya arsitek pembuat gereja ini sama dengan pembuat gereja Cathedral yang berlokasi di kota Seoul.
Pada saat kami berkunjung ke sana sebuah acara pernikahan sedang digelar. Pemandu kami mengatakan bahwa hampir setiap hari gereja tersebut selalu dipenuhi oleh orang baik yang ingin beribadah, berziarah, maupun mengadakan acara khusus seperti pernikahan. Mereka tidak hanya datang dari sekitar Jeonju tetapi juga dari pelosok penjuru Korea.
Travel Journal: Travel with Ony Jamhari
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI