Mimpi Pergi ke Afrika
Tidak pernah saya bayangkan sebelumnya bahwa saya akan menginjakkan kaki saya di benua Afrika. Keinginan pergi ke benua Afrika sejatinya sudah ada sejak tahun 2005. Ketika itu saya mengikuti Program Fulbright, di Universitas Stanford, California, Amerika Serikat. Teman satu rumah saya berasal dari benua Afrika. Satu dari Tanzania dan satu dari Mesir. Saya begitu senang sekali ketika pada bulan Februari tahun 2012 saya mendapat kepercayaan baru dari kampus tempat saya bekerja, Universitas Woosong, Daejeon, Korea Selatan untuk menjadi Regional Manager di bagian hubungan internasional untuk wilayah Afrika.
Kenya yang berlokasi di bagian timur Afrika menjadi negara pertama yang saya kunjungi dalam tugas baru saya. Ternyata untuk pergi ke Afrika tidaklah mudah. Ada beberapa tahapan yang harus saya lalui seperti pemeriksaan kesehatan tepatnya pemberian Yellow Fever Vaccinations dan tablet malaria serta pengurusan visa. Semua proses dapat saya lalui dengan baik dan saya siap berangkat ke Kenya pada bulan Maret 2012. Penerbangan dari Korea Selatan ke Kenya memakan waktu enam belas jam termasuk transit di Thailand.
[caption id="attachment_285684" align="aligncenter" width="490" caption="Universitas Stanford, California, USA"][/caption] Tujuan pergi ke Kenya adalah untuk mengikuti pameran pendidikan dan membuka kerja sama dalam bidang pendidikan antara kampus saya di Korea dan juga beberapa kampus di Afrika. Sebelum berangkat saya melakukan beberapa penelitian termasuk menghubungi beberapa kolega lama saya yang saat itu bekerja di Kenya tepatnya di the Ford Foundation International Fellowships Program (FF-IFP Program). Sebelumnya saya pernah bekerja untuk tim FF-IFP di Indonesia. FF-IFP merupakan program pemberian beasiswa pendidikan pasca sarjana dan doctoral yang disponsori oleh the Ford Foundation kepada individual yang berdedikasi dalam bidang sosial dan keadilan di seluruh dunia. Salah satu kantor FF-IFP ada di Kenya.
Lewat bantuan tim FF-IFP di Kenya saya akhirnya dapat terhubung dengan beberapa kampus sepertiUniversity ofNairobi dan United States International University (USIU). Bayangan saya akan kampus di Afrika berubah total setelah saya berkunjung ke kedua kampus tersebut dan melihat langsung proses belajar mengajar di sana. Kedua kampus tersebut tidak saja indah, besar, dan tenang tetapi mempunyai kualitas pendidikan yang sangat baik. Fasilitas yang mereka sediakan juga bagus seperti laboratorium, asrama, dan lain-lain.
[caption id="attachment_285691" align="aligncenter" width="490" caption="Global Ford Foundation International Fellowships Program, New York "]
[/caption] Setelah berbicara dengan beberapa dosen dan pelajar di sana serta membaca buku hal tersebut diakibatkan karena banyak faktor. Salah satunya adalah sejarah Kenya. Kenya adalah salah satu negara jajahan Inggris. Biasanya negara yang dijajah oleh Inggris mempunyai sistem pendidikan yang sangat baik. Saat ini bahkan Kenya merupakan negara yang paling berkembang di Afrika Timur. Nairobi, ibu kota Kenya menjadi pintu masuk perdagangan negara-negara lain di Afrika Timur. Di kota ini banyak sekali saya temui bukan warga negara Kenya tetapi juga warga negara lain seperti Uganda, Ethiopia, Rwanda, Sudan, dan Tanzania.
Membuka Jalinan Kerja Sama di Afrika
Setelah berkunjung, bertemu, dan berdiskusi dengan beberapa sekolah dan universitas, kami sepakat untuk membuka jalinan kerja sama dalam beberapa hal antara lain melalui program pertukaran pelajar, dosen, dan program khusus. Walaupun pada saat itu belum ada perjanjian resmi antara sekolah dan universitas di Kenya dan di Korea, kami sepakat untuk membuat Memorandum of Understanding (MoU) sebagai tindak lanjut kunjungan kami ke Afrika. Prosesnya tidak akan memakan waktu yang lama.
[caption id="attachment_285673" align="aligncenter" width="553" caption="Para Pelajar di Kenya Menyaksikan Atraksi Gajah di Pusat Konservasi The Sheldrick Elephant Orphanage"]
[/caption] Dalam kegiatan lain yaitu pemeran pendidikan yang kami ikuti, kami bertemu dengan seorang siswa dari Kenya yang baru saja menyelesaikan belajarnya dari United States International University (USIU).Namanya adalah Douglas Owino. Anak muda ini begitu bersemangat dan ingin sekali untuk melanjutkan sekolahnya di luar negeri termasuk Korea Selatan. Kebetulan pada saat itu pemerintah Korea Selatan sedang menawarkan beasiswa belajar pasca sarjana. Saya mendorong Douglas untuk mendaftar. Sesudah pertemuan itu Douglas menyiapkan segala persyaratan yang harus dia penuhi untuk melamar beasiswa.
Pada hari terakhir saya di Kenya, Douglas memberikan surat lamarannya untuk saya bawa dan serahkan ke bagian tim beasiswa di Universitas Woosong untuk diseleksi lebih lanjut. Kala itu saya berkata kepada Douglas bahwa saya tidak berani berjanji apa-apa tetapi semoga kamu berhasil untuk mendapatkan beasiswa dari pemerintah Korea. Sesudah kembali ke hotel, saya mulai membaca berkas lamaran beasiswa Douglas. Saya sangat terharu dan bangga dengan Douglas.
[caption id="attachment_285675" align="aligncenter" width="530" caption="Giraffee Manor, Salah Satu Hotel di Kenya"]
[/caption] Saya jadi teringat ketika pada tahun 1999 saya ingin sekali pergi ke luar negeri. Ketika itu saya melamar ke beberapa organisasi yang memberikan program beasiswa. Tidak mudah untuk mendapatkan beasiswa karena persaingan sangat ketat. Namun demikian jika kita mau berusaha pasti ada saja jalannya. Saya diterima mengikuti program Pertukaran Pemuda Indonesia Australia (Australia Indonesia Youth Exchange Program) mewakili Daerah Istimewa Yogyakarta. Itulah pengalaman saya pertama pergi ke luar negeri.
Douglas merupakan gambaran ideal sosok anak muda saat ini. Dia sangat aktif tidak hanya di kampus tetapi dia mau membantu berbuat yang lebih baik untuk masyarakat. Tidaklah mengherangkan jika Douglas terpilih menjadi salah seorang wakil dari Afrika dalam Global Changemaker yang disponsori oleh the British Council. Kegiatan ini berlangsung di Belgia tahun lalu dan diikuti oleh 60 pemuda dari seluruh Afrika dan Eropa. Melihat prestasi Douglas saya berharap bahwa Douglas dapat melanjutkan sekolahnya di Korea Selatan.
Menjelajahi Kenya
[caption id="attachment_285687" align="aligncenter" width="553" caption="Seekor Jerapah di Nairobi National Park "] [/caption] Di tengah kesibukan kunjungan kerja ke Kenya saya sempatkan pergi ke beberapa tempat wisata di sana. Saat ini Kenya menjadi ‘icon’ pariwisata di Afrika, khususnya bagi orang yang tertarik dengan Safari. Masai Safari menjadi salah satu safari terbesar, terbaik, dan terindah di benua Afrika. Berbagai macam satwa dapat kita temui langsung di sana. Kita juga dapat berinteraksi dengan mereka. Karena keterbatasan waktu, saya tidak dapat mengikuti Masai Safari yang lokasinya sekitar 3-4 jam perjalanan darat dari kota Nairobi, ibu kota Kenya.
Kemudian, saya memutuskan untuk mengunjungi beberapa tempat wisata di sekitar Nairobi seperti The Sheldrick Elephant Orphanage, tempat konservasi gajah dari pemburuan liar, Giraffe Center, tempat pengembangbiakan dan pusat konservasi jerapah dan juga Nairobi National Park. Semua tempat wisata yang saya kunjungi tersebut sangat membekas di hari saya. Hewan-hewan yang saya lihat sangat beragam dan di rawat dengan baik. Walaupun saat ini masih banyak pemburuan liar, tetapi jumlahnya sudah mulai menurun dan pemerintah sangat serius dan mempunyai komitmen yang besar untuk memerangi hal tersebut.
[caption id="attachment_285676" align="aligncenter" width="553" caption="Safari di Nairobi National Park"]
[/caption] Hal itu juga didukung oleh sikap warganya yang baik, ramah dan sangat membantu. Pariwisata menjadi salah satu sektor andalan bagi pendapatan negara Kenya. Negara berpenduduk sekitar empat puluh empat juta jiwa ini sangat mengandalkan sektor pariwisata selain dari sumber daya alam, peternakan, dan pertanian. Mereka bersama-sama dengan pemerintah terlibat aktif mempromosikan pariwisata ke semua negara dengan semboyan The Magical Kenya.
Selain berkunjung ke objek wisata, saya sempatkan juga untuk pergi ke pasar tradisional Masai. Masai adalah salah satu suku asli di Kenya. Beberapa suku yang ada di Kenya antara lain adalah Kikuyu,lou dan Luhya. Dalam perjalanan banyak objek wisata kami dapat melihat langsung suku Masai dengan pakaian khasnya berupa selimut. Pasar Masai yang hanya buka pada akhir minggu ini menjual berbagai cindera mata khas Kenya seperti ukiran kayu yang kebanyakan adalah berbagai jenis satwa khas Afrika, batik Afrika, lukisan, dan manik-manik.
Yang tidak kalah menarik adalah mencoba makanan asli Kenya Ugali dan African BBQ. Ugali adalah sejenis nasi dan menjadi makanan pokok penduduk Kenya. Di setiap restauran biasanya dijual makanan ini. Selain Ugali masyarakat Kenya juga suka minum. Ada banyak bir yang ada di pasaran tetapi yang paling terkenal adalah Tusker. Setiap malam warung makan dan restauran selalu penuh dikunjungi oleh masyarakat yang tidak hanya makan tetapi juga minum sambil mendengarkan musik atau menonton pertandingan olahraga yang disiarkan di televise.
[caption id="attachment_285677" align="aligncenter" width="410" caption="Penjual Cinderamata di Kenya"]
[/caption] Hasil Kunjungan dari Kenya
Waktu begitu cepat dan sekembalinya saya dari Kenya saya harus menindaklanjuti semua program yang sudah kami setujui. Pertama-tama adalah membuat MoU dengan universitas dan membuat sebuah program khusus untuk kedua belah pihak. Selain itu saya juga mengirimkan dokumen Douglas ke komite penerimaan beasiswa di kampus untuk diseleksi dan kemudian diajukan kepada pemerintah Korea Selatan. Lima bulan sesudah itu tepatnya pada bulan Agustus 2012, kabar gembira datang dari departemen pendidikan Korea Selatan bahwa Douglas diterima mendapatkan beasiswa.
Douglas menjadi satu dari 300 penerima beasiswa pemerintah Korea yang berasal dari 120 negara dan akan belajar di Universitas Woosong pada tahun 2013. Perasaan haru dan gembira bercampur menjadi satu. Tiada henti saya mengucapkan syukur atas hadiah yang sangat indah ini. Walaupun hadiah ini bukan untuk saya tetapi kunjungan saya ke Kenya sudah membuahkan hasil. Hal ini menjadi sebuah langkah awal untuk membuka hubungan yang baik antara Korea dan Kenya di kemudian hari.
Selain itu, United States International University (USIU), Kenya juga membuat MoU dengan salah satu fakultas di Universitas Woosong yaitu SolBridge International School of Business. Mereka sepakat untuk membuat sebuah program musim panas di Korea. Pada bulan Juni 2013 akhirnya sebuah program dapat diwujudkan bersama yaitu melalui Summer Immersion Program di Korea. Sebanyak 33 mahasiswa Eksekutif MBA dan 1 profesor dari USIU berkunjung ke Korea selama satu minggu. Selama di Korea mereka mengikuti beberapa kelas seperti Korean Business Practices, Asia in the Global Business, dan juga International Communication.
[caption id="attachment_285689" align="aligncenter" width="482" caption="Para Peserta Program Summer Immersion Week di SolBridge International School of Business, Photo Courtesy: Samsung Electronics "] [/caption] Dalam program ini para peserta juga mendapatkan kesempatan berkunjung ke kantor pusat Samsung Electronics di kota Suwon dan juga Electronics and Telecommunications Research Institute (ETRI). Di tempat ini mereka dapat belajar langsung dan melihat kemajuan teknologi Korea. Mereka juga berkunjung ke Kedutaan Besar Kenya di Seoul dan diterima oleh H.E Ngovi Kitau, Duta Besar Kenyauntuk Korea Selatan.
Kunjungan kerja ke Kenya selama 6 hari tersebut sangat berkesan. Tidak hanya saya belajar mengenai sebuah negara yang baru tetapi juga mendapatkan kesempatan untuk melihat langsung proses pendidikan dan berkunjung di beberapa tempat yang menarik di Kenya. Saya berharap bahwa jalinan kerja sama antara Korea dan Kenya dapat terus ditingkatkan.
Daejeon, 4 September, Woosong Gwan 320, Woosong University
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H