[caption id="attachment_207032" align="aligncenter" width="412" caption="Reunification Palace "][/caption]
Perjalanan ke Ho Chi Minh, Vietnam adalah perjalanan terakhir saya dalam musim panas di Asia Tenggara. Sebelumnya saya berkunjung ke Filipina, Malaysia, Brunei Darussalam, dan Indonesia. Pesawat Singapore Airlines SQ 186 dari Singapore akhirnya mendarat mulus di Bandara Tan SonNhat International Airport, Ho Chi Minh, Vietnam. Hati saya begitu gembira menginjakkan kaki di kota Ho Chi Minh. Orang-orang menyebut kota ini juga Saigon. Inilah perjalanan pertama kali saya di kota ini. Tahun lalu saya sempat ke Vietnam tetapi mengunjungi Hanoi dan Ha Long Bay. Nuansa yang sedikit berbeda ketika keluar dari pesawat. Bandara Tan Son Nhat sangatlah bagus dan modern. Sungguh luar biasa perkembangan Vietnam sebagai negara berkembang di Asia Tenggara. Negara berpenduduk sekitar 90 juta berpacu maju seperti negara lain.
[caption id="attachment_207033" align="aligncenter" width="504" caption="Vietnam Membangun"]
[/caption] Profesor Seung Won Kang, kolega teman saya dari Korea menjemput kami di bandara. Sebelumnya saya menukar US dolar saya dengan Vietnam Dong. Walaupun di Vietnam mengunakan mata uang Dong tetapi mata uang dolar dapat diterima dengan baik di sini. Jadi tidak salahnya membawa US dolar di sini. Perjalanan dari bandara ke kota kami tempuh selama kurang lebih 20 menit. Dalam perjalanan ke kota saya sempat mengatakan kepada Profesor Kang bahwa perkembangan Vietnam luar biasa dalam lima tahun terakhir. Profesor Kang yang mengajar di salah satu universitas di Vietnam dan sudah tinggal selama tujuh tahun mengatakan bahwa masyarakat Vietnam bekerja keras untuk ini semua. Dan hasilnya bisa kita lihat bersama seperti sekarang.
Sepanjang perjalanan, saya mengamati toko-toko dan bangunan di sepanjang jalan. Wah kota ini rapi sekali, kata saya. Prof. Kang hanya tersenyum dan berkata tunggu sampai besok pagi, kamu akan melihat semuanya. Kami menuju hotel kami di wilayah distrik 1 di kota ini. Di Vietnam pembagian wilayah mengunakan sistem distrik, ada distrik satu, dua, dan sebagainya. Hal ini memudahkan saya untuk mengetahui wilayah di mana saya tinggal. Hotel kami tidaklah begitu besar tetapi sangat bersih. Banyak pilihan hotel di Vietnam dan harganya sangat bervariasi. Dengan tarif US 80 per malam saya sudah dapat tinggal di hotel di tengah kota Ho Chi Minh. Setelah check in, Prof. Kang dan kolega saya mengajak saya untuk makan malam. Hari ini kalian tidak makan makanan Vietnam tetapi kalian makan makanan Korea. Saya hanya tersenyum saya. Sudah tiga minggu semenjak meninggalkan Korea saya tidak makan Kimchi dan sekarang saya makan makanan Korea di Vietnam.
Waktu sudah menunjukkan pukul 10 malam ketika kami selesai makan. Saya kembali ke hotel dan mengecek email serta mencari informasi tempat mana yang harus saya kunjungi selama di Vietnam. Informasi mengenai tempat pariwisata tentang Ho Chi Minh sangatlah mudah di dapat tidak hanya melalui internet tetapi juga brosur pariwisata yang tersedia di mana-mana.
[caption id="attachment_207041" align="aligncenter" width="504" caption="Xich Lo"]
[/caption]
Hari pertama yang saya kunjungi adalah University of Economics, Ho Chi Minh City. Salah satu universitas terbaik di kota ini. Kebetulan memang universitas kami di Korea ada kerja sama dengan universitas ini. Setelah bertemu President University of Economics, Ho Chi Minh kami mencari tempat makan siang. Pilihan kami jatuh kepada restauran di dekat kampus. Kali ini bukan restauran Vietnam tetapi internasional. Menu seafood menjadi menu makan siang ini. Dalam makan siang ini Prof. Kang menjelaskan kepada kami bahwa di Vietnam selain Pho, mie Vietnam, orang Vietnam juga suka minum bir. Bir lokal Vietnam yang terkenal antara lain adalah 333 dan Huda. Kebetulan karena saya muslim saya tidak mencoba bir Vietnam. Sekarang kamu tidak usah minum bir tapi nanti setelah ini saya ajak minum kopi. Orang Vietnam juga senang minum kopi.
Setelah makan siang, saya diajak minum kopi di sebuah warung kopi Vietnam. Banyak sekali warung kopi di Vietnam baik yang dikelola secara tradisional maupun modern. Pilihan kami jatuh kepada kopi Trung Nguyen. Merek kopi ini begitu terkenal dan tersedia di mana-mana. Bahkan beberapa orang juga membeli kopi ini untuk oleh-oleh. Seperti kopi Luwak dari Indonesia, Vietnam juga mencoba untuk memasarkan produk lokal mereka dan mengemasnya secara modern. Di warung kopi ini saya banyak menjumpai anak muda Vietnam yang datang dengan Blackberry atau iPhone. Seperti kebanyakan di negara berkembang, warung kopi dijadikan tempat untuk berkumpul dan berdiskusi banyak pihak.
[caption id="attachment_207035" align="aligncenter" width="504" caption="PHO: Makanan Khas Vietnam "]
[/caption]
Sesudah selesai minum kopi hujan turun dengan derasnya. Cuaca memang tidak bisa diramal kata Prof. Kang. Biasanya pada bulan seperti ini tidak pernah hujan tetapi sekarang kadang-kadang hujan. Efek global warming ada dimana-mana. Setelah hujan reda, saya mencoba berkeliling di daerah sekitar Rex Hotel, sebuah hotel heritage yang berada di jantung kota Vietnam. Hotel berarsitek Perancis ini menjadi salah satu landmark di kota Ho Chi Minh karena sejarahnya terutama ketika terjadi perang di Vietnam. Butik-butik merek terkenal seperti Chanel berjejer rapi di lantai satu hotel ini. Prof. Kang menjelaskan bahwa daya beli orang Vietnam cukup tinggi saat ini. Mereka dapat membeli barang-barang bermerek seperti Louis Vitton, Guchi, dan sebagainya.
Di sekitar Rex hotel juga ada dua tempat yang sangat terkenal yaitu Saigon Opera House dimana sering diadakan pergelaran seni atau musik kelas dunia dan juga Ho Chi Minh City People Committe. Dari melihat arsitek gedung-gedung tua di Vietnam, banyak terlihat gaya arsitek Eropa khususnya Perancis. Hal ini tidak terlepas dari sejarah ketika Perancis pertama kali masuk ke Vietnam. Selain bangunan bersejarah, banyak juga di temui kafe-kafe dengan gaya Eropa di sekitar tempat ini. Untuk mengelilingi daerah ini cukup dengan berjalan kaki. Namun demikian, Anda juga dapat naik Xich Lo seperti ojek sepeda di sini. Tergantung seberapa jauh Anda naik berkeliling tetapi harga naik angkutan ini tidaklah negitu mahal.
[caption id="attachment_207040" align="aligncenter" width="504" caption="Lukisan Bordir Khas Vietnam"]
[/caption] Setelah puas menjelajahi kota Vietnam, pada malam harinya saya mengatur tempat mana yang akan saya kunjungi esok harinya. Pagi-pagi sesudah sarapan pagi saya mengunjungi rekan saya Prof. Le Quan Chinh di kediaman beliau di Distrik 10. Pagi hari lalulintas sangatlah ramai. Seperti di Jakarta, banyak sekali masyarakat Vietnam yang mengunakan motor sebagai sarana transportasi. Kemacetan juga terjadi di mana-mana. Saya memilih naik taksi ke tempat beliau. Walaupun kebanyakan supir taksi tidak dapat berbahasa Inggris namun demikian dengan menunjukkan peta dan alamat mereka akan cukup mengerti. Harga taksi di Vietnam hampir sama dengan taksi di Jakarta.
Setelah sampai di rumah beliau, Prof. Chinh mengajak saya makan Pho di warung di dekat rumahnya. Akhirnya kesampaian juga makan Pho di Vietnam. Pho adalah makanan yang sangat terkenal di sini. Sup bakmi yang dicampur dengan daging sapi dan sayur-sayuran ini begitu enak. Orang Vietnam dapat makan ini dua kali atau tiga kali setiap hari kata beliau. Di perjalanan pulang ke rumah beliau saya sempatkan membeli rambutan dan kelengkeng. Kebetulan di Vietnam sedang musim buah tersebut.
Beda sekali antara siang dan malam hari. Walaupun sebagian besar tata kota Vietnam rapi namun banyak daerah yang juga tidak rapi. Saya mengerti sekarang mengapa Prof. Kang mengatakan tunggu sampai besok pagi.
Siangnya, saya mengunjungi War Remnants Museum. Di museum ini banyak sekali dipajang lukisan dan gambar-gambar tentang perang Vietnam khususnya pada masa di mana Amerika masuk ke Vietnam. Berkunjung ke museum ini mengingat kembali sejarah bagaimana bangsa Vietnam berjuang melawan penjajahan Amerika. Banyak sekali orang asing yang saya temui di museum ini. Mereka pada umumnya ingin mengetahui tentang perang di Vietnam.
[caption id="attachment_207038" align="aligncenter" width="504" caption="Rex Hotel "]
[/caption]
Sesudah berkunjung ke Museum ini, saya mencoba makan Pho di restauran yang lebih besar. Pilihan saya ke restauran Pho 24. Restauran ini ada di mana-mana. Saya jadi teringat perkataan Prof. Chinh, ternyata tidak hanya orang Vietnam yang makan Pho dua kali sehari, saya pun makan dua kali dalam hari yang sama. Di depan restauran tersebut ada pasar tradisional Vietnam yaitu Ben Thanh Market. Di pasar inilah kebanyakan turis berbelanja oleh-oleh. Pintar-pintarlah menawar di pasar ini karena barang yang ditawarkan sangat beragam.
Selesai berbelanja di pasar ini kami melanjutkan perjalanan ke Reunification Palace. Tempat ini menjadi kediaman dan tempat kerja presiden ketika itu. Bagi orang Vietnam tempat ini sangat bersejarah karena merupakan tanda era perang Vietnam berakhir tepatnya pada tanggal 30 April 1975. Di tempat ini pengunjung selain dapat melihat ruangan-ruangan bersejarah dapat juga menikmati pergelaran budaya tradisional Vietnam.
Waktu dua hari di Ho Chi Minh sangatlah cepat. Akhirnya saya harus kembali ke Korea Selatan. Belum banyak tempat yang saya kunjungi di Vietnam, namun demikian saya akan kembali ke kota ini dalam tahun mendatang
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H