Lihat ke Halaman Asli

Ony Jamhari

TERVERIFIKASI

Bertahun Baru 2015 di "Crisis Center" Bandara Juanda

Diperbarui: 17 Juni 2015   18:40

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

1423639987641551037

[caption id="attachment_396208" align="aligncenter" width="630" caption="Air Asia (sumber: http://beritatotabuan.com/)"][/caption]

Pak Ony kalau misal aku pulang Indonesia dalam waktu dekat ini visa dll harus ada yg diurus kah?

Itulah pesan di facebook saya pada tanggal 28 Desember 2014 dari salah satu mahasiswi saya asal Indonesia yang saat ini sedang belajar di universitas saya di Korea Selatan. Pesan itu baru saya balas pada keesokan harinya yang mengatakan bahwa lebih baik tidak balik ke Indonesia sampai kelas musim dingin selesai.

Beberapa saat kemudian seorang mahasiswa dari Indonesia, yang menjadi teman satu kamarnya mengabarkan bahwa orang tua dan kakak mahasiswa tersebut ada di pesawat Air Asia QZ 8501 Surabaya – Singapura. Saya begitu terkejut mendengar kabar ini. Saya kemudian berkomunikasi dengan pihak kampus dan berdiskusi dengannya untuk menunggu sampai ada kabar selanjutnya.

Sejak saat itu saya dan mahasiswa Indonesia di sini langsung memantau berita di televisi tentang kejadian ini. Pada tanggal 30 Desember jam empat sore serpian-serpian Air Asia mulai ditemukan. Hati saya mulai bergolak. Saya kemudian menghubungi relatif mahasiswa saya yang berada di Jakarta dan menjelaskan bahwa saya siap mengantar mahasiswa tersebut untuk kembali ke Indonesia.

Tanggal 30 Desember, jam 19:00 malam akhirnya kami mendapatkan kepastian dari pihak keluarga mahasiswa untuk pulang. Saya kemudian menghubungi Wakil Presiden dan Presiden Universitas untuk ijin cuti. Presiden saat itu sedang berada di Amerika dan Wakil Presiden juga tidak ada di kantor. Karena ‘urgent’ saya akhirnya mengirim e-mail dan langsung mendapat jawaban “Please Help the Student”.

Saya meminta semua mahasiswa dari Indonesia untuk stand by pada tanggal 30 Desember jika ada berita lanjutan. Masalahnya adalah untuk mendapatkan tiket saat itu sangat sulit. Saya menelepon Bapak Dewa manager Garuda Indonesia di Korea Selatan menjelaskan posisi kami. Saya mendapatkan kontak beliau dari Wakil Duta Besar Indonesia di Korea Selatan dua tahun lalu ketika saya menjadi pemenang lomba blog Garuda Indonesia dan Kompasiana.

Saya sangat emosional dan menangis ketika menelepon beliau. Beliau meminta saya untuk menunggu beberapa waktu untuk mengechek penerbangan kami ke Indonesia. Kami sangat was-was karena sampai jam 22:30 kami belum tahu apakah kami bisa berangkat keesokan harinya. Akhirnya pada jam 23:00 kami mendapatkan kabar bahwa kami bisa berangkat pada tanggal 31 Desember 2014.

Tepat jam lima pagi 7 mahasiswa Indonesia mengantar kami ke terminal bus Daejeon. Wajah-wajah sedih nampak di semua anak-anak ini. Mereka tidak menyangka bahwa musibah Air Asia menimpa teman mereka dari Indonesia di sini. Saya meminta mereka semua untuk berdoa semoga perjalanan kami di Indonesia dipermudah.

Sudah lima tahun ini saya bekerja di departemen Hubungan Internasional di kampus. Segala masalah yang ada khususnya berkaitan dengan Indonesia dan negara ASEAN harus saya handle. Masa-masa seperti inilah masa-masa terberat dalam menjalani pekerjaan ini. Saya harus terlihat kuat di depan semua mahasiswa yang baru berumur di bawah 20 tahun ini.

Semua mahasiswa Indonesia mengantar kami sampai di bandara Incheon. Cuaca saat itu sangat dingin dan salju turun. Jam lima pagi kami berangkat dari Daejeon dan sampai di bandara jam delapan. Saya kemudian mengambil tiket Garuda. Petugas Garuda sedikit heran karena harga tiket saya lebih murah dari harga yang seharusnya saya bayar. Beliau mengatakan bahwa ada catatan khusus dari Bapak Dewa manager Garuda di Korea Selatan.

Bapak Dewa tidak pernah berkata apa-apa tetapi saya mengucapkan terima kasih karena bantuan beliau karena akhirnya kami bisa terbang ke Indonesia. Penerbangan ke Jakarta kami tempuh selama kurang lebih tujuh jam. Saya gunakan waktu tersebut untuk berbincang-bincang dengan mahasiswa saya mengenai apa saja. Saya tidak tahu apa yang ada dipikiran mahasiswa saya kala itu tetapi dia begitu tabah dalam menghadapi cobaan ini.

Di bandara Soekarno Hatta, pihak keluarga dan Air Asia bertemu kami. Mereka bergabung dengan kami untuk melanjutkan perjalanan ke Surabaya. Sesampainya di Surabaya kami bertemu dengan keluarga mahasiswa saya. Isak tangis mewarnai pertemuan tersebut. Mahasiswa saya nampak tabah. Setelah berbincang-bincang sebentar kemudian kami ke crisis center Air Asia di bandara Surabaya. Suasana  di sana nampak sedikit lengang. Waktu sudah menunjukkan pukul sepuluh malam. Pada hari tersebut crisis center akan pindah ke RS Bhayangkara.

Selama di crisis center tersebut kami di terima oleh pihak Air Asia. Saya mengamati proses kerja mereka. Pelayanan begitu cepat dan saya sangat terkesan dengan semua petugas di sana. Mereka sangat membantu. Saya kemudian juga mengurus administrasi pergantian tiket saya ke Korea Selatan. Petugas berjanji untuk menganti tiket pesawat saya ke Korea Selatan. Setelah urusan selesai mahasiswa saya bersama keluarganya kembali ke rumah.

Hampir dua jam saya menunggu di crisis center sebelum mendapat hotel. Saya gunakan waktu tersebut dengan berbincang-bincang dengan petugas. Akhirnya tepat jam 11:30 malam saya mendapat informasi bahwa ada kamar untuk saya di sekitar bandara. Manager Air Asia wilayah Surabaya yang mengantar saya langsung kala itu ke hotel. Walaupun terlihat kecapaian, beliau masih melayani kami dengan baik. Saya berpesan untuk tetap menjaga kesehatan.

Akhirnya saya tertidur pulas dan sekitar jam lima pagi  pihak Air Asia menghubungi saya bahwa saya harus siap jam setengah tujuh pagi di hotel untuk kembali ke Jakarta. Saya sedikit terkejut karena saya akan naik pesawat Air Asia pada tanggal 1 Januari 2015. Sudah lama saya tidak naik pesawat Air Asia. Inilah perjalanan kedua saya naik pesawat Air Asia. Walaupun agak ragu untuk naik pesawat Air Asia tetapi saya akhirnya putuskan untuk naik.

Di dalam pesawat yang menuju Jakarta saya perhatikan bahwa semua penumpang tidak berbicara. Mereka terlihat berdoa. Kurang lebih satu jam saya berada di pesawat Air Asia. Saya perhatikan bahwa pesawat sangat bagus dan terawat. Namun demikian memang kita tidak pernah menyangka bahwa kecelakaan atau musibah bisa terjadi kapan saja. Kita sebagai manusia hanya bisa berserah karena semua berada ditanganNYA.

(Daejeon, 11 Februari 2015)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline