Saya terperanjat seketika ketika sebagian orang mengatakan bahwa aksi lebih penting daripada narasi, saya tidak tahu persis apakah ini sebuah pernyataan yang berafiliasi pada Kontemplasi atau sebuah retorika Delusi.
Ada kegundahan sendiri yang perlu saya paparkan untuk merespon pendapat sebagian orang yang lebih mengedepankan aksi tanpa narasi.
Mungkin kita bahwa Pemimpin-pemimpin dunia, Para Pahlawan Indonesia tak lekang dari Narasi, mereka bernarasi penuh gagasan yang dapat menggerakkan bangsanya dengan kata-kata. Bagi mereka susunan kata-kata sangat penting untuk memicu Adrenalin Rakyat buktinya buku-buku, Tulisan-tulisan media semuanya terdiri dari kumpulan narasi.
Menurut saya orang yang Aksi (action) tanpa Narasi adalah sebuah Bualan belaka, Fiktif, Ilusi, dan Berakhir pada kebohongan picik.
Narasi penting digaungkan untuk mengahasilkan sebuah aksi nyata, pemimpin yang minim narasi biasanya mabuk sendiri, minim gagasan, minim kinerja, akhirnya mendulang follower yang taat dimuka menghina dibelakang.
Pemimpin itu harus menjadi Inspiring Speech, sebagai pencerita, sebagai penggerak melalui NARASI.
NARASI itu diperoleh dari Ide & gagasan yang cemerlang, Tapi Ide & Gagasan itu tidak akan menjadi kerja atau aksi (action) tanpa narasi yang baik.
Bagaimana mungkin NARASI itu dianggap tidak penting lagi, padahal kita tahu bahwa peradaban manusia, elektronik digital, media dan lain sebagainya dibangun dari sebuah Narasi.
Oleh sebab itu, NARASI menjadi penting karena di dalamnya terdapat IDE & GAGASAN yang kemudian dituangkan menjadi sebuah aksi Nyata.
Penting bagi seorang pemimpin dari level apapun bekerja harus punya Ide dan gagasan. Kerja saja tanpa gagasan tanpa narasi maka akan menimbulkan kekacauan dalam kinerja artinya tidak memiliki arah yang jelas.
Pemimpin yang sana sini mendulang Citra biasanya cenderung Berimajinasi fiktif, dan membual tanpa Ide dan gagasan yang cukup sehingga tidak ada hal lain yang disampaikan kecuali sebuah kebohongan-kebohongan & janji-janji palsu.
#SalamAkalSehat