Lihat ke Halaman Asli

Onriza Putra

Duta Damai Dunia Maya BNPT RI

Politik dan Pelintiran Kebencian

Diperbarui: 19 Mei 2019   00:12

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Media sosial saat ini tidak hanya digunakan untuk ber say hello dengan orang lain, bahkan jauh dari itu. Salah satu yang menjadi titik perhatian saya adalah penggunaan media sosial sebagai kendaraan politik praktis.

Berkaca pada beberapa kasus, para politisi melalui jaringannya memanfaatkan media sosial untuk mendapatkan dukungan suara dengan cara "memainkan" emosional calon pendukungnya.

Menurut buku Cherian George, yang diterjemahkan Pusat Studi Agama dan Demokrasi (PUSAD) Yayasan Paramadina, yang berjudul Pelintiran Kebencian, Rekayasa Ketersinggungan Agama dan Ancamannya bagi Demokrasi, para makelar politik menggunakan isu-isu pelintiran kebencian (agama, suku dan ras) untuk memenangkan pertarungan politik. Dan Indonesia menjadi salah satu contoh kasus yang diteliti buku ini (dua lainnya India dan Amerika Serikat).

Menurut buku ini, pelintiran kebencian yaitu penghinaan dan ketersinggungan yang sengaja diciptakan dan digunakan sebagai strategi politik yang mengeksplorasi identitas kelompok guna memobilisasi pendukung dan menekan lawan.

Indonesia menjadi negara yang diteliti dalam riset ini karena memiliki susunan masyarakat yang beragam dan rentan terhadap isu rasisme dan intoleransi. Menurut pemerintah saat ini, tiga musuh terbesar Indonesia adalah Korupsi, Terorisme dan Intoleransi.

Masih menurut buku ini, pelintiran kebencian tidak bisa dianggap remeh. Berbeda dengan terorisme, terorisme lebih kepada aksi eksekusi dan sifatnya memberi rasa takut kepada publik. Sedangkan pelintiran kebencian menyulut kebencian kepada kelompok lain, dilakukan secara masif dan terencana, dan jelas jelas ini mengancam keberagaman masyarakat kita.

Apa yang dijabarkan oleh buku ini nampaknya terlihat secara nyata akhir-akhir ini, terutama menjelang dan pasca Pemilu. Hasutan kebencian terlihat dengan jelas digunakan oleh elit politik baik di ruang publik maupun ruang maya.

Merujuk pada artikel Populisme Kanan dan Terorisme Gaya Baru (?) (bisa di akses di https://www.kompasiana.com/onrizap/5c8f672a0b531c6596774903/populisme-sayap-kanan-dan-terorisme-gaya-baru), ada kemiripan corak dan karakteristik yang ditampilkan para tokoh politik, terutama di Eropa dan Amerika Serikat. Kesamaanya terlihat pada cara memobilisasi massa untuk meraup suara.

Hal yang mencolok secara gamblang diperlihatkan Trump dan Partai Republik di Amerika Serikat. Trump dengan slogan kampanye "Make America Great Again" secara serius mempromosikan kebencian terhadap Latino dan Islam. Sedangkan di Eropa, elit-elit politik dari kelompok kanan menggunakan isu anti imigran dalam meraih simpati publik.

Krisis politik dan kemanusiaan yang meluluhlantahkan beberapa negara timur tengah,  sedikit banyak dilakukan dengan membangun opini-opini provokatif dan menyebarkan hasutan kebencian (dan tentu saja perebutan sumber-sumber ekonomi). Hasutan ini ditujukan kepada pemerintah maupun terhadap kelompok yang berbeda kepentingan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline