Menyelamatkan orangutan dan regenerasi alami hutan tropis
Indonesia punya dua jenis orangutan, yakni orangutan Sumatera (Pongo abelii) dan orangutan Kalimantan (Pongo pygmeus). Orangutan Kalimantan secara alami tersebar di Pulau Kalimantan yang meliputi Indonesia, Malaysia dan Brunei, sedangkan orangutan Sumatera hanya terdapat di pulau Sumatera bagian utara. Saat ini orangutan Sumatera termasuk satwa dengan status kritis (Critically Endangered) yang merupakan status ancaman kepunahan tertinggi menurut IUCN Red List. Selain itu, orangutan Sumatera juga terdaftar dalam Appendix I CITES (Convention on International Trade in Endangered of Wild Species of Fauna and Flora atau Konvensi Perdagangan Internasional Satwa dan Tumbuhan Liar Terancam Punah). Hal ini berarti orangutan Sumatera, termasuk bagian tubuhnya tidak boleh diperdagangkan.
Apa penyebab utama orangutan Sumatera dan orangutan Kalimantan terancam punah? Ancaman utamanya adalah kerusakan habitat, perburuan dan perdagangan liar, sementara tingkat kelahirannya sangat rendah.
Orangutan Sumatera hidup di hutan-hutan Sumatera bagian utara yang mencakup Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) dan Propinsi Sumatera Utara (Sumut), terutama hidup di hutan Leuser dan hutan-hutan disekitarnya. Selain itu, orangutan di Borneo/Kalimantan sebagian besar (90%) dijumpai di Indonesia dan sebagian kecil lainnya termasuk wilayah Malaysia. Orangutan betina dewasa memiliki berat badan berkisar 35-55 kg dan jantan dewasa 85-110 kg dengan berat bayi yang baru lahir sekitar 1-2 kg. Orangutan betina siap bereproduksi pada usia 14 tahun dengan lama kehamilan antara 8-9 bulan. Setiap kelahiran orangutan hanya menghasilkan satu bayi dengan jarak kelahiran 6-9 tahun.
Kerusakan habitat akibat penebangan dan konversi hutan tropis Sumatera menjadi lahan pertanian, perkebunan, permukiman dan pertambangan merupakan ancaman terbesar kelangsungan hidup orangutan Sumatera. Kerusakan habitat diduga juga menyebabkan perubahan perilaku orangutan. Perilaku kanibal pada dua induk orangutan betina semiliar di Bukit Lawang, Sumatera Utara. Perilaku ini sebelumnya belum pernah dilaporkan pada orangutan Sumatera maupun orangutan Kalimantan. Selain itu perburuan dan perdagangan juga terus mengancam kelestarian populasi orangutan meskipun kegiatan tersebut terlarang menurut peraturan internasional.
Dalam ilmu ekologi, orangutan dalam suatu kawasan hutan berperan sangat penting dalam penyebaran tumbuhan atau pohon berbuah. Oleh karena itu, keberadaannya sangat penting bagi regenerasi hutan itu sendiri, sehingga manusia dapat memperoleh manfaat dari hutan tersebut. Berbagai hasil penelitian yang dihimpun oleh sebuah artikel diketahui bahwa orangutan termasuk frugivora (pemakan buah), walaupun satwa ini juga memakan daun, liana, kulit kayu, serangga dan kadang-kadang memakan tanah dan vertebrata kecil. Hingga saat ini tercatat lebih dari 1000 jenis tumbuhan, hewan kecil dan jamur yang menjadi pakan orangutan.
Selain itu, orangutan merupakan hewan arboreal (menghabiskan sebagian besar waktunya di atas pohon) yang berukuran besar, memiliki daerah jelajah yang luas dan masa hidup panjang sehingga berperan penting dalam pemencaran biji-biji tumbuhan yang dikonsumsinya. Untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, orangutan Sumatera betina membutuhkan daerah jelajah minimun 850 ha, dan orangutan Sumatera jantan dengan daerah jelajah minimum 2500 ha. Dengan demikian, keberadaan orangutan sangat penting regenerasi hutan secara alami dan pada akhirnya sangat berguna bagi kehidupan manusia.
Bagaimana pandangan Islam terhadap orangutan yang termasuk kelompok primata, khususnya jenis-jenis kera?
Para jumhur fuqaha berpendapat, seperti dinyatakan Ibn Rush dalam Bidayat al-Mujtahid, bahwa kera dari kelompompok primata tidak dimakan dan tidak pula diambil manfaatnya secara langsung. Pendapat ini mempunyai dampak penting terhadap kelestarian jenis-jenis kera, termasuk orangutan.
Sebuah hasil penelitian disertasi mahasiswa program doktor, yakni Birute Galdikas yang dikutip oleh Mangunjaya (2005) memberikan kesan yang sangat mendalam pada mahasiswa program doktor tersebut karena menemukan banyak orangutan hidup di pesisir Taman Nasional Tanjung Puting, Kalimantan Tengah dimana penduduknya memiliki kebudayaan dan agama Islam yang berakar sangat kuat dan penduduknya berpantangan memakan daging primata dan babi. Nah, oleh karena itu, pendektan melalui ajaran agama terbukti mampu melestarikan populasi oranguatan. Kenapa tidak dicoba pada masyarakat yang hidup pada daerah yang juga habitat orangutan Sumatera?
Disarikan dari buku Ayat-ayat konservasi. Onrizal (2010): Penerbit YOSL-OIC, Medan
Onrizal (onrizal03@yahoo.com; onrizal.wordpress.com)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H